Fakta baru terungkap di balik penangkapan Sugiarto Wiharjo alias Alay, terpidana kasus korupsi APBD Lampung Timur dan Lampung Tengah senilai Rp 119 miliar.
Selama masa pelarian empat tahun, Alay tidak hanya pindah-pindah tempat. Tapi, juga menggunakan identitas palsu.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
TAK ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Sugiarto saat dikeler dari lantai dua Kejati Bali. Bos BPR Tripanca Gorup, itu terus memalingkan wajahnya dari moncong kamera.
Dengan pengawalan ketat petugas Kejati Lampung, Sugiarto dibawa masuk ke dalam mobil menuju bandara.
Selanjutnya terpidana 18 tahun penjara itu dibawa ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI di Jakarta pukul 14.30. Sugiarto direncanakan tiba di Kantor Kejagung pukul 16.00 waktu setempat.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Andi Suharlis yang memimpin penjemputan mengaku butuh kerja keras untuk membeku Sugiarto.
Pihaknya melakukan pengejaran selama empat tahun terakhir. Bahkan, untuk memantau pergerakan Sugiarto pihaknya bekerjasama dengan Komisi Pemberatan Korupsi (KPK) RI.
Sugiarto saat ditangkap di Hotel Novotel, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, pada Rabu lalu (6/2) juga melakukan perjalanan darat dari Jember, Jawa Timur.
Didampingi anak lelaki dan menantunya, ia bermaksud menuju ke Lombok. Saat transit di Bali, persisnya saat makan siang di Hotel Novotel, Sugiarto dicokok petugas.
“Kesulitan kami mendeteksi titik (lokasi terpidana). Kami harus betul-betul mencari titik koordinatnya,” ungkap Andi.
Kejati Bali sangat terbantu dengan alat canggih milik KPK. Melalui alat tersebut bisa terlacak posisi koordinatnya.
Sinergitas apik Kejati Lampung dengan KPK itulah yang mengakhiri drama pelarian Sugiarto. “Dan, ketemunya di Bali,” imbuhnya.
Pelarian Sugiarto sendiri cukup berliku. Dari 2014, yang bersangkutan sudah tidak ada di Lampung. Begitu selesai menjalani tindak pidana Perbankan, Sugiarto langsung kabur.
Khusus kasus pidana tindak pidana Perbankkan Sugiarto diputus lima tahun penjara. Nah, sebagai orang tajir, Sugiarto tidak hanya bersembunyi di dalam negeri.
Sugiarto sempat terlacak berada di luar negeri. Tepatnya berada di Negeri Kanguru, Australia.
“Dalam persidangan tindak pidana korupsi itu, posisi yang bersangkutan sudah kabur. Jadi belum ditahan,” terang Andi.
Terkait Sugiarto bisa pelesir hingga ke Australia, apakah tidak ada pencekalan, Andi mengaku belum tahu.
“Makanya kami bilang dari awal kami kesulitan karena dia bergerak terus. Dulu ada pencekalan. Tapi pada akhirnya pencekalan itu habis masanya, kemudian dia bisa lari lagi,” jelasnya.
Sugiarto memang cerdik. Selain sempat kabur ke Australia, Sugiarto juga diduga terlibat pemalsuan identitas.
Selama bersembunyi di dalam negeri, Sugairto memakai nama palsu. Saat ditangkap tim Kejati Bali pada Rabu (6/2), Sugiarto Wiharjo menunjukan KTP yang diduga palsu.
Dalam KTP elektronik (e-KTP), itu Sugiarto memakai nama Oei Hok Gie, kelahiran Malang, Jawa Timur. Tanggal kelahirannya tercatat 19 Desember 1953.
Alamatnya di Jalan Yulius Usman II/319-A, Desa Kasin, Kecamatan Klojen. KTP tersebut dikeluarkan di Malang, Jawa Timur tahun 2017
Meski sudah e-KTP, namun kartu identitas itu dipastikan palsu. Pasalnya, di Lampung namanya adalah Sugiarto alias Alay.
“Terakhir ia pakai nama Oei Hok Gie. Itu di KTP yang bersangkutan. Kalau pemalsuan identitas itu adalah satu rangkaian perbuatan untuk melarikan diri. Itu tidak dijadikan pidana, dia kan sudah diputus. Tinggal eksekusi,” tegas Andi.
Apakah ada aset milik Sugiarto Wiharjo di Bali? Andi mengatakan bakal melakukan pengecekan terlebih dahulu.
Pelacakan ada atau tidaknya aset Sugiarto di Bali akan bekerjasama dengan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung.
Kemudian dari tim KPK juga akan melacak aset terpidana. “Indikasi kemungkinan ada (aset di Bali). Tapi belum bisa dipastikan. Kami masih lacak,” bebernya.
Untuk diketahui, Sugiarto Wiharjo buron sejak 2014. Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis pidana 18 tahun penjara terkait kasus korupsi APBD Lampung Timur dan Lampung Tengah, dengan kerugian negara sebesar Rp 119 miliar.
Sesuai putusan MA Nomor 501/K/Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014, Sugiarto Wiharjo divonis pidana penjara selama 18 tahun.
Pria paro baya itu juga dikenakan hukuman tambahan berupa denda Rp 500 juta, subsidair enam bulan kurungan.
Pula, dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 106.861.624.800. Selain Sugiarto Wiharjo, pihak Kejati Lampung
juga terus mengejar mantan Bupati Lampung Timur, Sartono. Sartono telah ditetapkan sebagai buron kasus korupsi APBD Lampung Timur 2008-2009.