27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:50 AM WIB

Mulai Terancam Punah, Warga Kampung Bugis Usulkan Jadi Cagar Budaya

Keberadaan rumah panggung khas Bali Barat di Kampung Mandar, Dusun Mandar sari, Sumber Kima, Gerokgak, Buleleng terancam punah.

Pasalnya rumah panggung Melayu Bugis ini kini jumlah bisa dihitung jari. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Gerokgak

BERBAGAI faktor membuat rumah panggung melayu Bali Barat terancam punah. Mulai dari bergesernya pola hidup masyarakat ke modern, maupun lantaran lebih senang dengan desain dan bentuk rumah modern.

Keberadaan bahan baku kayu untuk pembuatan rumah panggung yang semakin menipis di Bali dan generasi penerus tak pernah mau melanjutkan rumah panggung/adat Melayu Bugis, jadi alasan lain.

Berdasar pengamatan Jawa Pos Radar Bali di lapangan ketika bertandang ke Kampung Mandar, Dusun Mandar Sari, kemarin rumah panggung sangat kecil jumlahnya.

Rumah panggung lebih banyak ditempati oleh tetua Kampung Mandar. Tidak banyak dijumpai rumah panggung melayu dengan kehidupan masyarakat nelayan. 

Samsudin, 60, warga Kampung Mandar yang dijumpai kemarin mengakui rumah panggung khas Sulawesi di Buleleng khususnya di bagian barat hampir punah saat ini.

Rumah peninggalan orang tua dulu atau lebih dikatakan rumah adat suku Bugis Sulawesi yang menetap di Bali puluhan tahun lama hanya tersisa 10 unit rumah saja. 

“Sekarang masih tersisa 10 rumah, dari awal pertama kali datang ke Bali 1935. Kemudian yang tinggal di rumah panggung orang tua saja,” ujar Samsudin. 

Dijelaskan Samsudin semakin sedikitnya jumlah rumah panggung. Karena berbagai faktor yakni warga tak mau membuat rumah panggung tidak tersedia bahan baku kayu yang sangat sulit didapat.

Pengaruh dari rumah modern dengan desain dan bentuk yang lebih menarik, karena tersedianya bahan rumah beton. 

“Disamping itu adanya anggapan rumah bawah/beton lebih nyaman ditempati. Kemudian tidak adanya generasi muda yang paham dengan rumah panggung fungsi dan kegunaannya,” bebernya. 

Sejatinya rumah panggung dulunya dibuat untuk berkumpul menentukan acara adat dan musyawarah menyusun hukum adat.

Dalam pembangunan rumah panggung melayu Bugis sejati adanya perbedaan antara rumah panggung untuk rakyat biasa dengan keturunan bangsawan.

Yakni pada anak tangga, desain, dan rumah hingga kapasitas ruangan rumah panggung. “Jadi, membangun rumah panggung ada aturannya. Tidak asal membuat. Selain itu membangun juga menentukan hari baik (dewasa),” ungkapnya.

Diakuinya kembali rumah panggung jangka waktu ketahanannya lebih kecil dibandingkan rumah beton. Karena rumah panggung terbuat dari kayu.

Meski ada kelemahan pada rumah panggung, namun memiliki keunggulan tahan banjir dan tahan gempa. Dari sisi biaya rumah panggung lebih murah dibandingkan dengan rumah beton.

“Kemudian mengenai pembuatan rumah panggung selalu menentukan hari baik (dewasa). Ukuran rumah panggung dengan tinggi 4,5 meter, panjang 12 meter dan 7 meter,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Mandar Sari Ahmad Yani mengungkapkan melihat terancam rumah panggung di kampung Mandar.

Dirinya sudah berkoordinasi dengan pemerintah di desa hingga para orang tua di Kampung Mandar. Agar rumah panggung diusulkan kepada pemerintah sebagai cagar budaya.

“Cagar budaya kami usulkan untuk pelestarian rumah panggung tersebut,” imbuhnya. (*)

 

Keberadaan rumah panggung khas Bali Barat di Kampung Mandar, Dusun Mandar sari, Sumber Kima, Gerokgak, Buleleng terancam punah.

Pasalnya rumah panggung Melayu Bugis ini kini jumlah bisa dihitung jari. Seperti apa?

 

 

JULIADI, Gerokgak

BERBAGAI faktor membuat rumah panggung melayu Bali Barat terancam punah. Mulai dari bergesernya pola hidup masyarakat ke modern, maupun lantaran lebih senang dengan desain dan bentuk rumah modern.

Keberadaan bahan baku kayu untuk pembuatan rumah panggung yang semakin menipis di Bali dan generasi penerus tak pernah mau melanjutkan rumah panggung/adat Melayu Bugis, jadi alasan lain.

Berdasar pengamatan Jawa Pos Radar Bali di lapangan ketika bertandang ke Kampung Mandar, Dusun Mandar Sari, kemarin rumah panggung sangat kecil jumlahnya.

Rumah panggung lebih banyak ditempati oleh tetua Kampung Mandar. Tidak banyak dijumpai rumah panggung melayu dengan kehidupan masyarakat nelayan. 

Samsudin, 60, warga Kampung Mandar yang dijumpai kemarin mengakui rumah panggung khas Sulawesi di Buleleng khususnya di bagian barat hampir punah saat ini.

Rumah peninggalan orang tua dulu atau lebih dikatakan rumah adat suku Bugis Sulawesi yang menetap di Bali puluhan tahun lama hanya tersisa 10 unit rumah saja. 

“Sekarang masih tersisa 10 rumah, dari awal pertama kali datang ke Bali 1935. Kemudian yang tinggal di rumah panggung orang tua saja,” ujar Samsudin. 

Dijelaskan Samsudin semakin sedikitnya jumlah rumah panggung. Karena berbagai faktor yakni warga tak mau membuat rumah panggung tidak tersedia bahan baku kayu yang sangat sulit didapat.

Pengaruh dari rumah modern dengan desain dan bentuk yang lebih menarik, karena tersedianya bahan rumah beton. 

“Disamping itu adanya anggapan rumah bawah/beton lebih nyaman ditempati. Kemudian tidak adanya generasi muda yang paham dengan rumah panggung fungsi dan kegunaannya,” bebernya. 

Sejatinya rumah panggung dulunya dibuat untuk berkumpul menentukan acara adat dan musyawarah menyusun hukum adat.

Dalam pembangunan rumah panggung melayu Bugis sejati adanya perbedaan antara rumah panggung untuk rakyat biasa dengan keturunan bangsawan.

Yakni pada anak tangga, desain, dan rumah hingga kapasitas ruangan rumah panggung. “Jadi, membangun rumah panggung ada aturannya. Tidak asal membuat. Selain itu membangun juga menentukan hari baik (dewasa),” ungkapnya.

Diakuinya kembali rumah panggung jangka waktu ketahanannya lebih kecil dibandingkan rumah beton. Karena rumah panggung terbuat dari kayu.

Meski ada kelemahan pada rumah panggung, namun memiliki keunggulan tahan banjir dan tahan gempa. Dari sisi biaya rumah panggung lebih murah dibandingkan dengan rumah beton.

“Kemudian mengenai pembuatan rumah panggung selalu menentukan hari baik (dewasa). Ukuran rumah panggung dengan tinggi 4,5 meter, panjang 12 meter dan 7 meter,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Mandar Sari Ahmad Yani mengungkapkan melihat terancam rumah panggung di kampung Mandar.

Dirinya sudah berkoordinasi dengan pemerintah di desa hingga para orang tua di Kampung Mandar. Agar rumah panggung diusulkan kepada pemerintah sebagai cagar budaya.

“Cagar budaya kami usulkan untuk pelestarian rumah panggung tersebut,” imbuhnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/