Memerangi plastik tak hanya bisa dilakukan dengan membuangnya di tempat yang tepat. Bersahabat dengan sampah plastik ternyata juga menjadi solusi ampuh.
Hal itulah yang dilakoni pahlawan lingkungan bernama Surani. Seperti apa?
I KADEK SURYA KENCANA, Denpasar
DIBUTUHKAN waktu 1.000 tahun agar sampah plastik terurai sempurna oleh tanah. Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan.
Jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin yang sangat berbahaya.
Kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf, dan depresi adalah beberapa deretan penyakit yang ditimbulkan.
Kantong plastik juga kerap menjadi pemicu utama banjir. Fakta inilah yang membuat hati Surani tergerak dan berada di Aula SD Saraswati 3 Denpasar, Selasa (7/8) pagi kemarin.
Pria kelahiran Jepara, 11 Juni 1964 yang pernah merintis usaha batako itu, mengajak siswa kelas IV, V, dan VI membuat kerajinan tangan dari bahan daur ulang styrofoam.
Surani tak sendiri. Dia bersama PT Trinseo Materials Indonesia yang sedang menunaikan CSR (corporate social responsibility, red) kepada konsumen plastik di Bali.
“Saya melukis dengan styrofoam sejak tahun 2008. Awalnya bisnis urug tanah tahun 1987, sempat bikin batako, batako styrofoam, dan fokus menggarap styrofoam sejak tahun 2000,” jelas Surani yang merantau ke ibu kota sejak tahun 1980.
Diakuinya, pilihan bergelut dengan sampah plastik dilakukan untuk merespons situasi kekinian; bahwa sampah plastik sangat mudah ditemukan.
Di luar perkiraannya, penikmat dan peminat lukisan tempel olahan styrofoam kian banyak. “Kebetulan nilai jualnya lebih tinggi. Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta,” tandasnya.
Disinggung soal karya lukis paling mahal yang terjual, Surani mengaku dibeli oleh Soni Sumarsono, pelaksana tugas (Plt) Gubernur Jakarta pengganti Basuki Cahaya Purnama.
Tak tanggung-tanggung sang mantan Gubernur DKI membeli lukisan senilai Rp 40 juta rupiah dari Surani. Lukisan tersebut bergaya lukisan pop art berukuran 60 x 80 cm plus bingkai.
“Kita bukan jual sampah. Kita jual seni,” tegasnya berulang-ulang. Menariknya, selain Soni Sumarsono, Presiden Joko Widodo,
Agus Harimurti Yudhoyono, Susilo Bambang Yudhoyono, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, juga pernah memberi lukisan darinya.
“Yang nempel saya,” ucap ditanyai kenapa harga lukisan Soni Marsono yang mahal. Bagaimana mengolah styrofoam agar bernilai guna lebih?
Surani menyebut antara lain dicampur bensin dan tanah untuk memperhalus styrofoam sekaligus membuat serat.
“Styrofoam kalau hanya dicampur bensin dan dibakar lama-lama rapuh. Dicampur tanah dia jadi lebih kuat,” ucap Surani sembari menyebut styrofoam ditemukan oleh apoteker Jerman Eduard Simon tahun 1839.
Surani mengaku tak asal-asalan menjadikan sampah styrofoam sebagai bahan dasar melukis. Sebelum “dilirik” dirinya harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah untuk mewujudkan obsesinya.
“Penelitian sudah 31 tahun. Saya mau menerbitkan buku. Intinya untuk bisa harus eksperimen. Tidak bisa hanya teori. Saya belum pernah gagal karena nyobanya sedikit demi sedikit,” ungkap pria dua anak itu.
Riset mandiri yang dilakukan Surani membuatnya harus merelakan sebuah rumah kontrakan dan beberapa unit sepeda motor.
“Rumah kontrakan empat kamar saya jual buat riset. Plus motor. Bukannya sombong. Boleh nanti cek selama 31 tahun (riset dilakukan, red),” jelasnya.
Untuk mengabadikan riset-riset tersebut, Surani mengaku akan merangkumnya dalam sebuah buku berjudul 1001 Cara Mengolah Sampah Styrofoamdan Campurannya.
“Campurannya macam-macam. Dari beling, kulit durian, tebu. Pokoknya macam-macam,” jelasnya. Bagi Surani tidak ada istilah adonan paling sempurna.
Sebab masing-masing campuran memiliki ciri khas tersendiri pada serat yang dihasilkan untuk mengolah tekstur lukisan.
“Saya tidak mau mempatenkan riset tersebut karena kini sudah dibantu CSR. Sudah dibayar. Kalau nanti bikin paten (HAKI) takutnya orang-orang tidak mau ngolah,” ungkapnya.
Meski demikian, untuk buku yang akan segera terbit Surani mengaku akan mencantumkan nama. Berkat styrofoam, Surani mengaku dirinya sempat punya anak didik asal Malaysia, Singapura, Hongkong, dan berbagai provinsi di Indonesia.
Dari mereka, termasuk masyarakat sekitar yang mau belajar mengolah sampah styrofoam, Surani tidak memungut bayaran.
Dirinya pun mengaku sampah jenis styrofoam yang dibuang sembarangan di sekitar tempat tinggalnya kini berkurang drastis karena masyarakat sadar itu adalah pundi-pundi rupiah.
“Ada bukti melalui riset sudah berkurang. Yang ikut berlatih kebanyakan anak-anak SMA dan SMK,” jelasnya.
Meski latihan dilakukan secara masif, Surani mengaku sangat sedikit orang-orang yang mau mengikuti jejak langkahnya.
“Kalau seperti saya ini tidak semua orang mau dan tidak semua orang bisa. Karena kerjaan ini bermodalkan hati. Kerja tanpa dibayar,” tegasnya.
Disinggung soal suka-duka, Surani mengaku mengaku pernah tidak makan selama dua hari (tidak berturut-turut, red) dan memasak bukan dengan kayu bakar, melainkan styrofoam bakar.
“Karena nggak ada uang. Nggak ada minyak. Ada beras tapi nggak ada kayu bakarnya. Akhirnya styrofoam sebagai pengganti kayu bakar,” kenang pria berperawakan sedang itu.
Kilas balik ke belakang, Surani menyebut di awal perjuangannya sama sekali tidak ada dukungan dari pemerintah.
Apakah semua tanah bisa dipakai campuran styrofoam yang akhirnya bisa diolah sebagai bahan dasar melukis? Surani menjawab bisa.
Pembuktian untuk itu pernah diujicobakan pada tanah Lumpur Lapindo. “Bukan hanya tanah dari Jakarta, Kalimantan, atau tanah Bali, semua tanah yang lengket bisa dicampur
dengan styrofoam. Perbandingannya styrofoam dua, tanah satu. Tandanya styrofoam kuat adalah ditarik tidak putus, tidak lengket,dan tidak bau,” ulasnya.
Seperti halnya seniman lain, Surani menyebut kerja yang dirinya lakukan hari ini tidak langsung menghasilkan uang langsung hari ini. Melainkan bisa satu atau dua tahun ke depan.
“Sekarang saya sedang buat lukisan besar. Sekitar Rp 20 jutaan,” ungkapnya sembari menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum mendukung program daur ulang sampah styrofoam yang dijalaninya.
Agar Bali sempurna sebagai destinasi pariwisata internasional, Surani menilai pengolahan sampah plastik di Bali perlu diwadahi oleh recycle academy.
Pengalaman para wisatawan mengolah sampah ungkapnya bisa menjadi daya tarik wisata tersendiri.
Ditemui di lokasi yang sama, Hanggara Sukandar, Presiden Direktur PT Trinseo Materials Indonesia mengaku pelibatan siswa merupakan salah satu wujud komitmen Trinseo dalam menjaga lingkungan baik lokal maupun global.
Trinseo, yakni perusahaan bahan dan produsen plastik, lateks, dan karet, menyadari bahwa sebagai bagian dari masyarakat lokal dan internasional.
“Kami harus melakukan sesuatu yang dapat mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan sampah untuk kebaikan lingkungan.
Kemajuan perusahaan membuat kita sebagal manusia harus dapat mempelajari cara mengatasi sampah, yang tidak hanya meluncurkannya oleh alam,” katanya.
Dikatakan mendaur-ulang adalah salah satu caranya, karena itu kami hadir di sini, untuk mengajari murid-murid muda untuk memperbaiki barang-barang yang masuk.
Sejak 2010, Trinseo dengan bangga telah menjadi anggota dari program American Chemical Council’s Responsible Core,
sebuah lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk kesehatan, kesehatan dan keselamatan lingkungan untuk sarana, proses, dan produk.
“Trinseo telah berkomitmen untuk membuat program penatagunaan lingkungan, Operasi Sapu Bersih,” imbuhnya.
Menurutnya, program internasional yang mengeluarkan untuk mencegah kehilangan pelet plastik dengan tujuan menjaga agar butiran plastik keluar dari wilayah, termasuk samudera, laut, dan sungai.
Tambah Hanggara Surani, yang khusus terbang dari Jakarta untuk acara-acara hari ini yang mengatakan bahwa sangat membantu
acara-acara seperti ini, di mana anak-anak dapat digunakan untuk mengusahakan agar barang-barang barang bekas di sekitar mereka.
Pria baru 51 tahun ini mengaku telah menggeluti bidang ini sejak tahun 1987. “Selama 31 tahun lebih saya menekuni bidang ini.
Saya tidak langsung berhasil dalam mendaur ufang sampah untuk menjadi barang bernilai. Mantan saya yang sudah dapat membuat beton dari bahan daur ulang.
Namun, minimnya pengetahuan masyarakat tentang tambahan Styrofoam ini, membuat jadi kurang diminati saya berharap ke depannya
semakin banyak anak-anak yang menggunakan styrofoam, yang mau berkreasi lebih dengan limbah styrofoam ini,” katanya.
Memiliki produksi massal plastik atau lateks di Merak, Indonesia, Trinseo berharap untuk merawat lingkungan baik secara lokal maupun global,
membantu mengatasi masalah untuk masalah global Trinseo dan mendukung Morine Litter Solutions Pendinginan, prakarsa dari industrn plastik untuk perlindungan lingkungan dan samudra.
Dalam pengelolaan sampah, masyarakat sudah cukup akrab dengan konsep 3R (Menolak Menolak, dan Menggunakan Kembali).
Namun para ahli telah mengenalkan konsep 5R, ada 2R sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat ini, yaitu Pemulihan dan Recycle
pada pemulihan, matenial sampah dapat dipecah, dipamankan, dan diproduksi menjadi produk yang sama.
Mendaur ulang berarti menemukan barang dari sampah tersebut. Keunggulan dari Styrofoam adalah bahan yang dapat di-recovery dan di-recycle 100%.
Salah satu cara untuk mendaur-ulangnya adalah seperti yang telah dilakukan oleh Surani Beberapa tahun terakhir
dalam Trinseo Trinseo (NYSE: TSE) adalah penyedia solusi global dan produsen plastik, pengikat lateks, dan karet sintetis.
“Kami fokus dalam memberikan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk membantu pelanggan kami menciptakan produk yang memungkinkan
setiap hari produk yang penting untuk mengetahui kami hidup secara bebas – diberbagai pasar, termasuk otomotif, peralatan, elektronik konsumen,
perangkat medis, listrik, bangunan dan tekstil, kertas dan papan, alas kaki dan larangan Trinseo memiliki penjualan bersih sekitar $ 4,4 millar pada tahun,” tutupnya.