26.7 C
Jakarta
27 April 2024, 9:58 AM WIB

Pakai Teknologi Kincir, Belajar dari Google, Dikerjakan Sejak 2013

Semangat warga Desa Macang untuk mendapatkan air bersih buat warganya patut diapresiasi. Berawal dari kesulitan air, akhirnya melahirkan karya kincir air buatan sendiri untuk menaikkan air bersih. 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

MEREKA bertahun-tahun dalam kesulitan air bersih. Tapi, berkat kegigihan Putu Sugiana yang dulu masih menjabat sebagai perbekel Macang  bersama temannya I Wayan Sugiri, berhasil membuat karya kincir air di pinggiran Desa Macang.

“Kalau mata air kan sudah ada di sini. Kesulitan kami adalah bagaimana mengangkat air sampai ke atas bukit (tempat permukiman),” ujarnya.

Ini berawal tahun 2007, saat dibentuk Pam Desa dengan dibantu Rotari Club, Australia. Saat itu menurut Sugiri menaikkan air masih menggunakan genset.

Banyak kendala yang dialami pengelola Pam Desa saat itu. Di antaranya adalah operasional yang boros karena masih menggunakan BBM berupa solar.

Selain itu juga mesin cepat mati dan rusak. “Pokoknya banyak cerewet sehingga pelayanan untuk desa juga tidak maksimal,” tutur Sugiri.

Di sisi lain, air bersih saluran air juga mengalir cukup deras di sisi utara desa. Sehingga muncul ide memanfaatkan saluran air tersebut untuk  mengangkat mesin pompa untuk menaikkan air.

”Kami mulai tahun 2013,” ujar Sugiri. Tapi, proses untuk memahami teknologi itu tidak mudah. Akhirnya mereka mencoba mengurai rahasia teknologi terapan itu lewat Google.

“Kami belajar lewat Mbah Google,” beber pria tinggi besar lulusan SMA itu. Mereka sempat membuat kincir air berbahan kayu bekas bangku sekolah.

Namun dalam tiga bulan sudah hancur kena terjangan air. Akhirnya mengganti komponen kincir tersebut dengan menggunakan besi seperti saat ini.

Biaya pembuatan menghabiskan Rp 60 juta. Ini karena beberapa alat ternyata saat dipasang tidak maksimal.

“Mei 2016 baru kami berhasil. Ini sebuah proses perjalanan panjang,” ujar Sugiri yang sekarang ini didaulat jadi ketua pengelola air desa tersebut.

Lokasi kincir sendiri ada di Tukad Buhu tepatnya di saluran Irigasi Subak Naga Sungsang dan Subak Macang.

Saluran subak tersebut memiliki debit air sangat besar sehingga mampu untuk memutar kincir. Pihak pemerintah juga membantunya melalui Dinas PU Karangasem izin memanfaatkan saluran subak tersebut untuk meminjam air sebagai pemutar kincir.

Dengan syarat pihaknya tidak ada menggunakan air tersebut untuk diambil, namun hanya meminjam energinya untuk memutar kincir.

Hasilnya saat ini kincir tersebut mampu menghasilkan debit air 1,8 liter per detik. Air dari kincir ini sekarang mampu mendistribusikan air bersih ke dua dusun di Desa Macang. Yakni Dusun Macang dan Dusun Tri Wangsa.

Bahkan, dari kedua dusun tersebut 98 persen menggunakan air desa ini. Sedangkan sisanya menggunakan air PDAM Karangasem.

Warga lebih banyak menggunakan air desa karena pelayanannya bagus dan mengalir selama 24 jam.

Sementara kalau PDAM air hanya mengalir dua hari sekali. Air desa ini juga lebih murah. Biaya sambungan Rp 2 juta.

Penggunaan dari 0 sampai 5 meter kubik per bulan hanya dikenakan Rp 13 ribu. Ini bisa dilakukan karena menggunakan sistem subsidi silang.

Warga yang menggunakan air di atas itu wajib membayar lebih mahal karena dianggap sudah mampu. Sekalipun kincir sudah ada namun pihak pengelola masih menyediakan genset.

Ini sebagai cadangan kalau kincir rusak. Bahkan untuk pemanasan genset tetap dihidupkan selama tiga jam. Dari pukul 06.00 sampai 09.00  pagi. Saat itu kincir diistirahatkan.

Diakui dengan kincir saat ini bisa menekan 70 persen biaya operasional sebelumnya. Selain irit, menurut Sugiri adalah ramah lingkungan.

Sementara biaya perawatan sekarang ini adalah oli dan gemuk (minyak pelumas). Untuk sebulan bisa menghabiskan 3 liter oli gardan dan tiga kaleng gemuk untuk kincir.

Saat ini sudah ada 209 sambungan. Hanya saja satu sambungan terkadang dipakai lebih dari dua KK. Sehingga untuk penggunaan sendiri diperkirakan sampai 400 KK lebih.

Selain warga pura dan sekolah yang ada di Macang juga menggunakan air tersebut termasuk SDN 1 Macang. Sementara proses naiknya air tersebut dari sumber air menggunakan mesin penyedot dengan tenaga kincir air.

Air kemudian di tampung di bak penangkap yang luasnya 1 kali 1 meter. Kemudian air diarahkan ke reservoir penyaring dengan ukuran 2 kali 2,5 meter. 

Dari sana air kemudian di lempar dengan pipa 1,5 dim ke reservoir diatas bukit dengan ketinggian 50 meter dengan jarak 500 meter.

Di reservoir ini yang merupakan reservoir induk mampu menampung 67 meter kubik air. Dari sini air didistribusikan ke sambungan penduduk dengan sistem gravitasi.

Menurut Sugiri air ini juga mendapat pemeriksaan rutin dari Dinas Kesehatan Karangasem. “Kami mengikuti standar Dinas Kesehatan seperti PDAM,” akunya.

Sejauh ini dirinya mengaku tidak ada masalah atau keluhan dari warga karena air cukup bersih dan sesuai standar kesehatan.

Untuk air bersih sendiri desa ini sudah bisa mandiri. Hanya saja menurut Sugiri masih ada beberapa kendala dan berharap bisa dibantu pemerintah.

Di antaranya adalah untuk rumah kincir dan juga sambungan pipa yang sebagian sudah tua. “Ada sebagian pipa besi sejak tahun 2007,” ujarnya diamini Kasi Pemerintahan Desa Macang, Gede Sastrawan.

Lebih jauh dituturkan bahwa kalau dibantu pemerintah akan diprioritaskan untuk pelayanan dan peremajaan sambungan pipa.

Imbuh Sugiri, saat ini dirinya juga masih terus dipantau pihak Rotary Club dan jadi pendamping. Saat ini air ini belum bisa menghasilkan PAD buat desa karena biaya cukup besar.

Semangat warga Desa Macang untuk mendapatkan air bersih buat warganya patut diapresiasi. Berawal dari kesulitan air, akhirnya melahirkan karya kincir air buatan sendiri untuk menaikkan air bersih. 

 

WAYAN PUTRA, Amlapura

MEREKA bertahun-tahun dalam kesulitan air bersih. Tapi, berkat kegigihan Putu Sugiana yang dulu masih menjabat sebagai perbekel Macang  bersama temannya I Wayan Sugiri, berhasil membuat karya kincir air di pinggiran Desa Macang.

“Kalau mata air kan sudah ada di sini. Kesulitan kami adalah bagaimana mengangkat air sampai ke atas bukit (tempat permukiman),” ujarnya.

Ini berawal tahun 2007, saat dibentuk Pam Desa dengan dibantu Rotari Club, Australia. Saat itu menurut Sugiri menaikkan air masih menggunakan genset.

Banyak kendala yang dialami pengelola Pam Desa saat itu. Di antaranya adalah operasional yang boros karena masih menggunakan BBM berupa solar.

Selain itu juga mesin cepat mati dan rusak. “Pokoknya banyak cerewet sehingga pelayanan untuk desa juga tidak maksimal,” tutur Sugiri.

Di sisi lain, air bersih saluran air juga mengalir cukup deras di sisi utara desa. Sehingga muncul ide memanfaatkan saluran air tersebut untuk  mengangkat mesin pompa untuk menaikkan air.

”Kami mulai tahun 2013,” ujar Sugiri. Tapi, proses untuk memahami teknologi itu tidak mudah. Akhirnya mereka mencoba mengurai rahasia teknologi terapan itu lewat Google.

“Kami belajar lewat Mbah Google,” beber pria tinggi besar lulusan SMA itu. Mereka sempat membuat kincir air berbahan kayu bekas bangku sekolah.

Namun dalam tiga bulan sudah hancur kena terjangan air. Akhirnya mengganti komponen kincir tersebut dengan menggunakan besi seperti saat ini.

Biaya pembuatan menghabiskan Rp 60 juta. Ini karena beberapa alat ternyata saat dipasang tidak maksimal.

“Mei 2016 baru kami berhasil. Ini sebuah proses perjalanan panjang,” ujar Sugiri yang sekarang ini didaulat jadi ketua pengelola air desa tersebut.

Lokasi kincir sendiri ada di Tukad Buhu tepatnya di saluran Irigasi Subak Naga Sungsang dan Subak Macang.

Saluran subak tersebut memiliki debit air sangat besar sehingga mampu untuk memutar kincir. Pihak pemerintah juga membantunya melalui Dinas PU Karangasem izin memanfaatkan saluran subak tersebut untuk meminjam air sebagai pemutar kincir.

Dengan syarat pihaknya tidak ada menggunakan air tersebut untuk diambil, namun hanya meminjam energinya untuk memutar kincir.

Hasilnya saat ini kincir tersebut mampu menghasilkan debit air 1,8 liter per detik. Air dari kincir ini sekarang mampu mendistribusikan air bersih ke dua dusun di Desa Macang. Yakni Dusun Macang dan Dusun Tri Wangsa.

Bahkan, dari kedua dusun tersebut 98 persen menggunakan air desa ini. Sedangkan sisanya menggunakan air PDAM Karangasem.

Warga lebih banyak menggunakan air desa karena pelayanannya bagus dan mengalir selama 24 jam.

Sementara kalau PDAM air hanya mengalir dua hari sekali. Air desa ini juga lebih murah. Biaya sambungan Rp 2 juta.

Penggunaan dari 0 sampai 5 meter kubik per bulan hanya dikenakan Rp 13 ribu. Ini bisa dilakukan karena menggunakan sistem subsidi silang.

Warga yang menggunakan air di atas itu wajib membayar lebih mahal karena dianggap sudah mampu. Sekalipun kincir sudah ada namun pihak pengelola masih menyediakan genset.

Ini sebagai cadangan kalau kincir rusak. Bahkan untuk pemanasan genset tetap dihidupkan selama tiga jam. Dari pukul 06.00 sampai 09.00  pagi. Saat itu kincir diistirahatkan.

Diakui dengan kincir saat ini bisa menekan 70 persen biaya operasional sebelumnya. Selain irit, menurut Sugiri adalah ramah lingkungan.

Sementara biaya perawatan sekarang ini adalah oli dan gemuk (minyak pelumas). Untuk sebulan bisa menghabiskan 3 liter oli gardan dan tiga kaleng gemuk untuk kincir.

Saat ini sudah ada 209 sambungan. Hanya saja satu sambungan terkadang dipakai lebih dari dua KK. Sehingga untuk penggunaan sendiri diperkirakan sampai 400 KK lebih.

Selain warga pura dan sekolah yang ada di Macang juga menggunakan air tersebut termasuk SDN 1 Macang. Sementara proses naiknya air tersebut dari sumber air menggunakan mesin penyedot dengan tenaga kincir air.

Air kemudian di tampung di bak penangkap yang luasnya 1 kali 1 meter. Kemudian air diarahkan ke reservoir penyaring dengan ukuran 2 kali 2,5 meter. 

Dari sana air kemudian di lempar dengan pipa 1,5 dim ke reservoir diatas bukit dengan ketinggian 50 meter dengan jarak 500 meter.

Di reservoir ini yang merupakan reservoir induk mampu menampung 67 meter kubik air. Dari sini air didistribusikan ke sambungan penduduk dengan sistem gravitasi.

Menurut Sugiri air ini juga mendapat pemeriksaan rutin dari Dinas Kesehatan Karangasem. “Kami mengikuti standar Dinas Kesehatan seperti PDAM,” akunya.

Sejauh ini dirinya mengaku tidak ada masalah atau keluhan dari warga karena air cukup bersih dan sesuai standar kesehatan.

Untuk air bersih sendiri desa ini sudah bisa mandiri. Hanya saja menurut Sugiri masih ada beberapa kendala dan berharap bisa dibantu pemerintah.

Di antaranya adalah untuk rumah kincir dan juga sambungan pipa yang sebagian sudah tua. “Ada sebagian pipa besi sejak tahun 2007,” ujarnya diamini Kasi Pemerintahan Desa Macang, Gede Sastrawan.

Lebih jauh dituturkan bahwa kalau dibantu pemerintah akan diprioritaskan untuk pelayanan dan peremajaan sambungan pipa.

Imbuh Sugiri, saat ini dirinya juga masih terus dipantau pihak Rotary Club dan jadi pendamping. Saat ini air ini belum bisa menghasilkan PAD buat desa karena biaya cukup besar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/