27.3 C
Jakarta
21 November 2024, 22:20 PM WIB

Bergantung Hidup di Proyek, Tak Punya Biaya, Biarkan Atap Dapur Ambruk

Keluarga Gede Agus Sentana Putra, 39, tinggal di Gang Sakura, Banjar Tarukan, Desa Mas, Kecamatan Ubud.

Agus Sentana harus menghidupi lima orang anaknya. Dengan perekonomian yang pas-pasan, atap rumahnya juga banyak yang bocor.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SEBUAH plang bertuliskan Kampung Wisata Tarukan menyambut pengunjung yang datang ke desa tersebut.

Bangunan rumah warga di sana memang sudah bagus seiring peningkatan taraf hidup warganya. Namun, di salah satu gang, yakni paling pojok di gang Sakura, hidup keluarga Gede Agus Sentana Putra.

Agus Sentana hidup kurang beruntung. “Di sini rumah saya banyak bocor. Itu dapur saya sudah roboh atapnya,” ujar suami dari Ni Kadek Sari, 39, memperlihatkan bangunan dapur yang tanpa atap.

Atap dapur di rumahnya itu sudah 2 tahun lalu ambruk. Di rumahnya itu, terdapat empat bangunan utama. Pertama bangunan sanggah gede (pura keluarga besar, red).

Kedua, bangunan dapur yang atapnya roboh total. Ketiga, ada bangunan di selatan dengan tiga kamar.

Namun, kamar di bagian selatan, atapnya sudah bocor. Sehingga hanya dua kamar yang masih bisa ditiduri.

Dan yang keempat, bangunan di utara dengan dua kamar. “Bangunan ini (bagian utara, red), hasil bedah rumah tahun 2002,” terangnya.

Karena atap bangunan dapur sudah ambruk, keluarga itu memasak di dua bangunan kamar. “Jadi sekarang kalau masak, gabung jadi satu di depan kamar,” jelasnya.

Agus mengaku, hasil dari menjadi buruh proyek keliling tidak banyak. “Uangnya habis untuk makan sehari-hari sama bensin motor untuk bolak-balik ke proyek. Kalau servis rumah sendiri, saya tidak bisa,” ungkapnya.

Belum lagi, tiga anaknya bersekolah. Yang paling besar kelas III di salah satu SMA di Gianyar. Lalu yang kedua, baru saja terdaftar di salah satu SMP. “Uang juga pakai beli buku anak,” jelasnya.

Agus mengaku, pemerintah sudah banyak memberikannya bantuan. Mulai bantuan bedah rumah untuk rumah bagian utara.

“Lalu setiap bulan kami dikasih beras miskin sama telor,” jelasnya. Namun, dia mengaku beras miskin dan telor yang diberikan pemerintah kurang. “Pasti kurang, kami masak sehari itu satu kilo,” ungkapnya.

Ternyata, selain Agus, istri dan lima anaknya, di rumah itu juga tinggal nenek dan adiknya. “Kalau di Kartu Keluarga, ada 10 anggota keluarga saya. Tapi yang tinggal di sini ada 7 orang jadinya. Adik (kandung, red) lagi kerja,” terangnya.

Putranya, I Wayan Agus Adiputra, 17, pernah tidak naik kelas. Dia juga membantu orang tuanya bekerja menjadi pengayah tukang.

“Saya ikut kerja di proyek sama bapak saya. Kalau pas sekolah, saya kerja setengah hari,” jelasnya. Ketika hari libur sekolah, dia bisa membantu orang tuanya full kerja seharian.

“Ini karena libur, saya kerja satu hari dihitungnya,” ungkapnya. Dia mengaku kegiatan bekerja memang mengganggu jam belajar. “Tapi mau gimana lagi, tidak ada uang,” jelasnya.

Keluarga itu juga telah berusaha untuk merehab rumahnya sendiri. Sang nenek, Ni Wayan Sukerti, 69, mengaku putra-putranya berusaha mencicil bahan bangunan.

“Ini sudah kami beli reng (kayu kecil, red) untuk perbaiki genteng. Kalau ada biaya tambahan, baru benarin rumah,”ujar Sukerti sembari menunjukkan kayu reng yang menggantung supaya tidak dimakan rayap. (*)

Keluarga Gede Agus Sentana Putra, 39, tinggal di Gang Sakura, Banjar Tarukan, Desa Mas, Kecamatan Ubud.

Agus Sentana harus menghidupi lima orang anaknya. Dengan perekonomian yang pas-pasan, atap rumahnya juga banyak yang bocor.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SEBUAH plang bertuliskan Kampung Wisata Tarukan menyambut pengunjung yang datang ke desa tersebut.

Bangunan rumah warga di sana memang sudah bagus seiring peningkatan taraf hidup warganya. Namun, di salah satu gang, yakni paling pojok di gang Sakura, hidup keluarga Gede Agus Sentana Putra.

Agus Sentana hidup kurang beruntung. “Di sini rumah saya banyak bocor. Itu dapur saya sudah roboh atapnya,” ujar suami dari Ni Kadek Sari, 39, memperlihatkan bangunan dapur yang tanpa atap.

Atap dapur di rumahnya itu sudah 2 tahun lalu ambruk. Di rumahnya itu, terdapat empat bangunan utama. Pertama bangunan sanggah gede (pura keluarga besar, red).

Kedua, bangunan dapur yang atapnya roboh total. Ketiga, ada bangunan di selatan dengan tiga kamar.

Namun, kamar di bagian selatan, atapnya sudah bocor. Sehingga hanya dua kamar yang masih bisa ditiduri.

Dan yang keempat, bangunan di utara dengan dua kamar. “Bangunan ini (bagian utara, red), hasil bedah rumah tahun 2002,” terangnya.

Karena atap bangunan dapur sudah ambruk, keluarga itu memasak di dua bangunan kamar. “Jadi sekarang kalau masak, gabung jadi satu di depan kamar,” jelasnya.

Agus mengaku, hasil dari menjadi buruh proyek keliling tidak banyak. “Uangnya habis untuk makan sehari-hari sama bensin motor untuk bolak-balik ke proyek. Kalau servis rumah sendiri, saya tidak bisa,” ungkapnya.

Belum lagi, tiga anaknya bersekolah. Yang paling besar kelas III di salah satu SMA di Gianyar. Lalu yang kedua, baru saja terdaftar di salah satu SMP. “Uang juga pakai beli buku anak,” jelasnya.

Agus mengaku, pemerintah sudah banyak memberikannya bantuan. Mulai bantuan bedah rumah untuk rumah bagian utara.

“Lalu setiap bulan kami dikasih beras miskin sama telor,” jelasnya. Namun, dia mengaku beras miskin dan telor yang diberikan pemerintah kurang. “Pasti kurang, kami masak sehari itu satu kilo,” ungkapnya.

Ternyata, selain Agus, istri dan lima anaknya, di rumah itu juga tinggal nenek dan adiknya. “Kalau di Kartu Keluarga, ada 10 anggota keluarga saya. Tapi yang tinggal di sini ada 7 orang jadinya. Adik (kandung, red) lagi kerja,” terangnya.

Putranya, I Wayan Agus Adiputra, 17, pernah tidak naik kelas. Dia juga membantu orang tuanya bekerja menjadi pengayah tukang.

“Saya ikut kerja di proyek sama bapak saya. Kalau pas sekolah, saya kerja setengah hari,” jelasnya. Ketika hari libur sekolah, dia bisa membantu orang tuanya full kerja seharian.

“Ini karena libur, saya kerja satu hari dihitungnya,” ungkapnya. Dia mengaku kegiatan bekerja memang mengganggu jam belajar. “Tapi mau gimana lagi, tidak ada uang,” jelasnya.

Keluarga itu juga telah berusaha untuk merehab rumahnya sendiri. Sang nenek, Ni Wayan Sukerti, 69, mengaku putra-putranya berusaha mencicil bahan bangunan.

“Ini sudah kami beli reng (kayu kecil, red) untuk perbaiki genteng. Kalau ada biaya tambahan, baru benarin rumah,”ujar Sukerti sembari menunjukkan kayu reng yang menggantung supaya tidak dimakan rayap. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/