Sejak resmi menjabat Gubernur Bali, Wayan Koster bikin sejumlah gebrakan wacana. Dari rencana jalur kereta api hingga yang teranyar menolak
program Keluarga Berencana (KB) Nasional Dua Anak Cukup. Masih sebatas wacana. Masih belum jelas bagaimana detail implementasi peran Pemprov Bali untuk punya banyak anak di tengah persaingan hidup yang semakin ketat.
SEOLAH tanpa memikir eksesnya, Gubernur Bali Wayan Koster meminta masyarakat Bali tak perlu lagi ikut program KB 2 anak.
Itu karena kebijakan nasional itu dianggap merugikan. Gubernur berasumsi akibat program KB, populasi masyarakat Bali stagnan dari tahun ke tahun.
Bahkan, katanya jika KB terus diikuti maka Nyoman dan Ketut di Bali akan habis. Menyikapi hal ini, Kepala Perwakilan BKKBN
(Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Provinsi Bali Catur Sentana mengatakan bahwa program KB bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga.
“Jadi, tak ada paksaan atau dibatasi hanya dua anak. Jumlah anak ideal dalam keluarga disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan, kesehatan reproduksi dan dukungan ekonomi,” ujarnya.
Pihaknya menegaskan, program KB jangan diidentikkan dengan alat kontrasepsi yang memaksa pasutri untuk membatasi hanya memiliki dua anak.
Apalagi lanjutnya, program KB telah direvitalisasi dengan tagline, “kalau terencana semua akan lebih mudah”.
Penegasan itu juga sempat diutarakan Direktur Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN Sugiono pada Pertemuan Advokasi dan KIE.
Sugiono berharap masyarakat memperoleh pemahaman yang benar tentang program KB. “Prinsip dari program ini adalah keluarga yang terencana.
Mulai dari perencanaan pernikahan hingga kelahiran anak dan jumlah anak. Kalau terencana, semuanya akan lebih mudah,” tandasnya.
Untuk itu, pihaknya berharap peran tokoh agama dan tokoh adat memberi pemahaman kepada masyarakat terkait dengan
program kependudukan dan pembangunan keluarga. Terlebih Bali saat ini telah memiliki 121 Kampung KB yang tersebar di kabupaten dan kota.
Menurut Catur Sentana, keberadaan Kampung KB juga tak berkaitan dengan promosi 2 anak cukup. Namun, lebih dimaksudkan sebagai keterpaduan program kependudukan dalam satu wilayah.
Sebaliknya, Wayan Koster justru meminta stop kampanye KB yang seolah memaksakan hanya boleh memiliki dua anak.
Sebab menurutnya di Bali ada budaya nama anak Wayan (anak pertama), Kadek (anak kedua), Nyoman (ketiga), dan Ketut (anak keempat).
Jadi, lanjutnya jika dipaksakan dengan dua anak, Nyoman dan Ketut akan hilang. Ia pun menunjuk bukti nama kedua semakin langka dicari di Bali.
Ditemui beberapa hari lalu (12/12) Koster menyatakan maksud pernyataannya yang beberapa minggu lalu jadi viral bahwa keluarga berencana itu yang sejahtera dan berkualitas.
“Begini, jadi jangan dipaksa orang KB dengan dua anak. KB itu adalah keluarga berencana yang sejahtera dan berkualitas. Kalau bisa dengan tiga anak ya tiga anak kalau empat anak berencananya bisa empat anak,” tukasnnya.
Bagaimana dengan pertumbuhan penduduk? Menurutnya peningkatan penduduk di Bali stagnan, hanya tumbuh satu persen saja. Bahkan, Ia menyebut ke depan Bali akan defisit penduduk.
“Nggak juga tumbuhnya cuma satu persen. Kalau sudah begitu penduduk di Bali konstan terus. Yang meninggal dan lahir imbang,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku berani keras menolak program pusat ini karena dengan alasan tidak ingin menghilangkan budaya. Dan, terpenting agar tak terjadi defisit penduduk di kemudian hari.
Hal itu ia akui secara terbuka dan berani menentang kebijakan era Soeharto itu. Sehingga ia meminta BKKBN atau guru agar tidak lagi memberikan sosialisasi dua anak cukup.
Menurutnya, yang harus dikampanyekan adalah keluarga yang berkualitas. Bahkan, Koster meminta Kampung KB yang sudah ada untuk dihentikan sosialisasi dua anak cukup.
“Saya minta guru jangan kampanye kayak gitu gitu. KB-KB. Yang benar KB itu keluarga berkualitas jangan dengan dua anak,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Bali I Wayan Sudana menyatakan
data populasi jumlah penduduk semester I tahun 2018 berjumlah 4.245.108 meningkat 23.664 jiwa dibandingkan tahun 2017 sebanyak 4.221.444.
“Ya ada peningkatkan sekitar 24 ribu dibandingkan tahun 2017. Itu baru semester I ya, untuk semester II belum ada datanya,” sebut Sudana, kepada Koran ini Jumat (14/12). (*)