34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:54 PM WIB

Hu Haifeng

Tidak ada lagi tradisi dinasti di Tiongkok. Sejak dinasti Qing berakhir. Tidak ada anak pemimpinnya yang masuk politik. Yang sampai menduduki jabatan tinggi. Tidak anak Mao Zedong. Atau anak Deng Xiaoping. Apalagi anak Jiang Zemin. Atau Zhu Rongji. Atau Li Peng.

Anak-anak mereka maksimal jadi pimpinan perusahaan BUMN. Itu pun bukan pimpinan tertinggi. Seperti anaknya mantan ketua DPR: Li Peng.

Sebagai anak presiden Hu Haifeng tahu itu. Makanya ia tidak tertarik pada politik. Ia juga memilih berkarir di perusahaan negara. Bedanya: Hu Haifeng mencapai posisi tertinggi. Sebagai CEO Nuctech. Perusahaan teknologi security scanner. Di grup besar Tsinghua Holding. Yang memproduksi peralatan itu. 

Ia memilih bekerja sesuai dengan gelarnya: sarjana computer science. Dari Jiaotong Technology University, Beijing. Dengan kelulusan terbaik.

Itulah dunianya. Tidak memikirkan yang lain. Apalagi ia juga seperti bapaknya: Hu Jintao. Yang pemalu. Tidak suka menonjolkan diri. 

Sampailah pada tahun 2013. 

Ketika umur Hu Haifeng 41 tahun. 

Semuanya berubah. Termasuk jalan hidupnya. Bukan atas kemauannya sendiri.

Pimpinan pusat partai membuat keputusan. Memerlukan generasi baru. Yang lahir tahun 1970-an. Yang prestasi akademiknya menonjol. Yang sudah menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan. Sebagai kader partai untuk level wakil bupati.

Beberapa orang memenuhi syarat itu. Mereka diminta pindah ke jalur birokrasi. Untuk memperkuat kaderisasi di birokrat.

Di Tiongkok sebuah daerah memiliki wali kota atau bupati. Dengan satu kepala daerah. Didampingi empat atau lima wakil kepala daerah.

Kepala daerahnya punya dua atasan langsung. Tunduk pada pimpinan partai setempat. Juga tunduk pada gubernur.

Hu Haifeng direkrut untuk menjadi wakil bupati Lishui. Sebuah kabupaten kecil di provinsi Zhejiang. Yang Xi Jinping pernah jadi gubernur di provinsi ini. Dengan prestasi: ekonominya tumbuh 18 persen setahun. Selama 10 tahun. Terus menerus.

Wilayah Kabupaten Lishui ini penuh pegunungan. Tetangga kota Wenzhou: ‘Yahudi’-nya Tiongkok.

Di sini prestasi Hu Haifeng menonjol. Pegunungan ia hijaukan. Sistem air ia perbaiki. Pencemaran ia atasi. 

Saat meninjau Lishui, Presiden Xi Jinping sangat terkesan. Terutama dengan pepatah yang menyertai program utama daerah itu: ‘Gunung yang hijau dan air yang bersih adalah tambang emas yang sebenarnya’.

Hu Haifeng lantas mendapat promosi. Menjadi bupati Jiaxing. Masih di provinsi yang sama. Hanya wilayahnya lebih strategis. Antara Shanghai dan Hangzhou.

Begitu penting Kabupaten ini. Terutama ketika Shanghai telah penuh dengan industri. Pengembangannya meluas ke Jiaxing.

Di sini bupati Hu Haifeng juga mengutamakan pembangunan lingkungan hidup. Saya ingat sekali teman saya. Yang membangun pabrik kopi di Jiaxing. “Ampun deh njlimetnya persyaratan lingkungan hidupnya,” ujar Sudomo, bos besar Kapal Api. “Padahal apalah limbah pabrik kopi ini. Bahan utamanya kan organik,” tambahnya.

Itu beda sekali dengan yang terjadi di provinsi Shaanxi. Di wilayah barat laut Tiongkok.

Semangat membangun ekonominya tidak memperhitungkan lingkungan. Sampai hutan taman nasional pun dijarah. Padahal pegunungan di selatan kota Xi’an itu harus dicadangkan untuk lingkungan.

Di situ justru dibangun villa. Memang menggiurkan. Secara komersial. Alamnya indah. Di atas bukit. Hanya 60 Km di selatan kota besar Xi’an. Kota yang begitu bersejarah. Pusat ibukota-nya dinasti Tang. Kota transit utama jalur sutra. Tempat lahirnya kosa kata ‘dongxi’ (东西). Yang arti harfiahnya ‘timur-barat’. Namun memiliki arti yang sangat beda: ‘barang’.

Sebanyak 1.200 villa dibangun di lereng gunung ini: pegunungan Qinling. Satu villa seharga 15 juta renminbi. Sekitar Rp 30 miliar.

Hutan villa ini nasibnya sangat tidak baik. Terutama setelah Xi Jinping melancarkan dua jurus utama: anti korupsi dan anti perusakan lingkungan hidup.

Hutan villa ini dianggap tidak sejalan dengan program presiden. Apalagi ada unsur korupsi di dalamnya. Ada sogokan untuk memuluskan perizinan. Ada tebusan untuk pelanggaran peraturan.

Presiden langsung mengeluarkan perintah pada gubernur Shaanxi: bongkar hutan villa itu. Saat itu juga.

Sang gubernur mencoba kerkilah. Mencari-cari alasan pembenar. Satu tahun berlalu. Villa masih berwujud villa. Hanya beberapa yang benar-benar dibongkar.

Sang gubernur akhirnya dicopot. Beserta seluruh jajarannya. Lalu ditangkap. Dengan tuduhan korupsi.

Hebohnya bukan main. 

Lantas diangkatlah gubernur baru. Yang sangat pro-lingkungan.

Pilihan jatuh pada bupati Jiaxing: Hu Haifeng.

Anak presiden Hu Jintao itu. Yang saat direkrut jadi salah satu wakil bupati jabatan sang ayah baru saja digantikan Xi Jinping.

Berarti Hu Haifeng menjadi gubernur pertama yang anak seorang presiden.

Saya masih menyusun daftar ini: siapa saja gubernur di sana yang dari angkatan 1970-an. Yang berarti akan menjadi calon pimpinan nasional 10 tahun lagi.

Seorang presiden baru hampir pasti: umurnya sekitar 54-56 tahun. Agar bisa menjabat dua periode. Agar bisa berhenti saat umurnya sekitar 66 tahun.

Entahlah di zaman Xi Jinping ini. Ketika ia berhasil mengubah konstitusi. Yang menghapus pembatasan masa jabatan presiden dua periode. (dahlan iskan)

Tidak ada lagi tradisi dinasti di Tiongkok. Sejak dinasti Qing berakhir. Tidak ada anak pemimpinnya yang masuk politik. Yang sampai menduduki jabatan tinggi. Tidak anak Mao Zedong. Atau anak Deng Xiaoping. Apalagi anak Jiang Zemin. Atau Zhu Rongji. Atau Li Peng.

Anak-anak mereka maksimal jadi pimpinan perusahaan BUMN. Itu pun bukan pimpinan tertinggi. Seperti anaknya mantan ketua DPR: Li Peng.

Sebagai anak presiden Hu Haifeng tahu itu. Makanya ia tidak tertarik pada politik. Ia juga memilih berkarir di perusahaan negara. Bedanya: Hu Haifeng mencapai posisi tertinggi. Sebagai CEO Nuctech. Perusahaan teknologi security scanner. Di grup besar Tsinghua Holding. Yang memproduksi peralatan itu. 

Ia memilih bekerja sesuai dengan gelarnya: sarjana computer science. Dari Jiaotong Technology University, Beijing. Dengan kelulusan terbaik.

Itulah dunianya. Tidak memikirkan yang lain. Apalagi ia juga seperti bapaknya: Hu Jintao. Yang pemalu. Tidak suka menonjolkan diri. 

Sampailah pada tahun 2013. 

Ketika umur Hu Haifeng 41 tahun. 

Semuanya berubah. Termasuk jalan hidupnya. Bukan atas kemauannya sendiri.

Pimpinan pusat partai membuat keputusan. Memerlukan generasi baru. Yang lahir tahun 1970-an. Yang prestasi akademiknya menonjol. Yang sudah menduduki jabatan tinggi di sebuah perusahaan. Sebagai kader partai untuk level wakil bupati.

Beberapa orang memenuhi syarat itu. Mereka diminta pindah ke jalur birokrasi. Untuk memperkuat kaderisasi di birokrat.

Di Tiongkok sebuah daerah memiliki wali kota atau bupati. Dengan satu kepala daerah. Didampingi empat atau lima wakil kepala daerah.

Kepala daerahnya punya dua atasan langsung. Tunduk pada pimpinan partai setempat. Juga tunduk pada gubernur.

Hu Haifeng direkrut untuk menjadi wakil bupati Lishui. Sebuah kabupaten kecil di provinsi Zhejiang. Yang Xi Jinping pernah jadi gubernur di provinsi ini. Dengan prestasi: ekonominya tumbuh 18 persen setahun. Selama 10 tahun. Terus menerus.

Wilayah Kabupaten Lishui ini penuh pegunungan. Tetangga kota Wenzhou: ‘Yahudi’-nya Tiongkok.

Di sini prestasi Hu Haifeng menonjol. Pegunungan ia hijaukan. Sistem air ia perbaiki. Pencemaran ia atasi. 

Saat meninjau Lishui, Presiden Xi Jinping sangat terkesan. Terutama dengan pepatah yang menyertai program utama daerah itu: ‘Gunung yang hijau dan air yang bersih adalah tambang emas yang sebenarnya’.

Hu Haifeng lantas mendapat promosi. Menjadi bupati Jiaxing. Masih di provinsi yang sama. Hanya wilayahnya lebih strategis. Antara Shanghai dan Hangzhou.

Begitu penting Kabupaten ini. Terutama ketika Shanghai telah penuh dengan industri. Pengembangannya meluas ke Jiaxing.

Di sini bupati Hu Haifeng juga mengutamakan pembangunan lingkungan hidup. Saya ingat sekali teman saya. Yang membangun pabrik kopi di Jiaxing. “Ampun deh njlimetnya persyaratan lingkungan hidupnya,” ujar Sudomo, bos besar Kapal Api. “Padahal apalah limbah pabrik kopi ini. Bahan utamanya kan organik,” tambahnya.

Itu beda sekali dengan yang terjadi di provinsi Shaanxi. Di wilayah barat laut Tiongkok.

Semangat membangun ekonominya tidak memperhitungkan lingkungan. Sampai hutan taman nasional pun dijarah. Padahal pegunungan di selatan kota Xi’an itu harus dicadangkan untuk lingkungan.

Di situ justru dibangun villa. Memang menggiurkan. Secara komersial. Alamnya indah. Di atas bukit. Hanya 60 Km di selatan kota besar Xi’an. Kota yang begitu bersejarah. Pusat ibukota-nya dinasti Tang. Kota transit utama jalur sutra. Tempat lahirnya kosa kata ‘dongxi’ (东西). Yang arti harfiahnya ‘timur-barat’. Namun memiliki arti yang sangat beda: ‘barang’.

Sebanyak 1.200 villa dibangun di lereng gunung ini: pegunungan Qinling. Satu villa seharga 15 juta renminbi. Sekitar Rp 30 miliar.

Hutan villa ini nasibnya sangat tidak baik. Terutama setelah Xi Jinping melancarkan dua jurus utama: anti korupsi dan anti perusakan lingkungan hidup.

Hutan villa ini dianggap tidak sejalan dengan program presiden. Apalagi ada unsur korupsi di dalamnya. Ada sogokan untuk memuluskan perizinan. Ada tebusan untuk pelanggaran peraturan.

Presiden langsung mengeluarkan perintah pada gubernur Shaanxi: bongkar hutan villa itu. Saat itu juga.

Sang gubernur mencoba kerkilah. Mencari-cari alasan pembenar. Satu tahun berlalu. Villa masih berwujud villa. Hanya beberapa yang benar-benar dibongkar.

Sang gubernur akhirnya dicopot. Beserta seluruh jajarannya. Lalu ditangkap. Dengan tuduhan korupsi.

Hebohnya bukan main. 

Lantas diangkatlah gubernur baru. Yang sangat pro-lingkungan.

Pilihan jatuh pada bupati Jiaxing: Hu Haifeng.

Anak presiden Hu Jintao itu. Yang saat direkrut jadi salah satu wakil bupati jabatan sang ayah baru saja digantikan Xi Jinping.

Berarti Hu Haifeng menjadi gubernur pertama yang anak seorang presiden.

Saya masih menyusun daftar ini: siapa saja gubernur di sana yang dari angkatan 1970-an. Yang berarti akan menjadi calon pimpinan nasional 10 tahun lagi.

Seorang presiden baru hampir pasti: umurnya sekitar 54-56 tahun. Agar bisa menjabat dua periode. Agar bisa berhenti saat umurnya sekitar 66 tahun.

Entahlah di zaman Xi Jinping ini. Ketika ia berhasil mengubah konstitusi. Yang menghapus pembatasan masa jabatan presiden dua periode. (dahlan iskan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/