33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:44 PM WIB

Lukas Lock

Perang dagang sudah biasa  terjadi. Krisis harga minyak juga pernah ada. Pun wabah suatu penyakit –juga sering muncul.

Tapi, kini, tiga bencana itu terjadi di waktu yang bersamaan.

Betapa babak belurnya ekonomi.

Hanya yang tabungannya kuat yang akan bisa melewati senjata trisula itu dengan selamat.

Itu hukum alam biasa.

Hukum alam lainnya adalah: yang banyak utang yang akan lebih susah.

Pemimpin-pemimpin hebat  akan lahir dari situasi sulit seperti itu. Ini juga ujian baru bagi presiden seperti Donald Trump –yang awalnya menganggap flu lebih berbahaya dari virus Corona.

WHO –organisasi kesehatan sedunia– sudah mengumumkan wabah virus Corona sebagai pandemik.

Kemarin.

Artinya: sudah menjadi ancaman untuk seluruh dunia. Sudah lebih 100 negara yang tertular virus itu. Bukan lagi endemik –yang hanya mengancam satu atau beberapa negara saja.

Tapi Uni Emirat Arab (UAE) sempat juga mengumumkan akan ikut membanjiri pasar minyak dunia.

Kemarin.

Artinya: perang minyak mentah bukan lagi drama satu babak. UAE adalah negara terbesar ketiga di bidang produksi minyak. Mulai April nanti produksinya akan dinaikkan 1 juta barel/hari –menjadi 5 juta barel/hari.

Dunia akan mendapat tambahan pasokan minyak 4 juta barel/hari. Itu karena Arab Saudi –produsen terbesar dunia– menaikkan produksi minyaknya dari 9,7 juta barel/hari ke 12,3 juta barel/hari.

Rusia juga sudah mengumumkan menaikkan setengah juta barel/hari. Tinggal Iraq –sebagai produsen terbesar kedua dunia– yang belum menentukan sikap.

Mungkin hari ini.

Kombinasi pandemik, banjir minyak, dan perang dagang adalah wajah dunia baru tahun 2020.

Presiden Trump sendiri akhirnya ambil langkah drastis: melarang pesawat Eropa masuk Amerika. Kecuali dari Inggris.

Warga negara Amerika sendiri (termasuk pemegang green card dan keluarga mereka) boleh pulang dari Eropa. Tapi akan diatur secara ketat: hanya boleh mendarat di bandara tertentu. Di situlah mereka akan ditangani secara khusus. Termasuk dikarantina.

Singapura –yang hidupnya tergantung dari jasa penerbangan– tetap membolehkan siapa pun masuk ke negara itu. Tapi ada syaratnya: begitu mendarat dilakukan pemeriksaan air liur. Bagi mereka yang suhu badannya tinggi.

Begitu hasil pemeriksaan itu menimbulkan kecurigaan ke arah virus Corona, mereka akan dibawa ke rumah sakit tertentu. Semua biaya di rumah sakit itu –yang di Singapura mahalnya bukan main itu– harus ditanggung orang itu sendiri.

Italia bahkan sudah menjadi ibarat Tiongkok –dua bulan lalu. Awalnya hanya Italia bagian utara yang di-lock down. Tapi sejak Rabu kemarin diperluas ke seluruh Italia.

Tidak ada kesaksian orang Indonesia di Italia yang lebih dramatik dari apa yang ditulis Romo Lukas Nurak –yang sudah beredar luas di media sosial.

Romo Nurak dulunya menjadi pastor di Pulau Nunukan, Kaltara. Sejak beberapa waktu lalu beliau sudah bertugas di Roma, Italia.

Semula saya ragu apakah betul itu tulisan Romo Nurak. Maka saya minta tolong seorang teman Katolik di Jogja. Teman saya itu pun menghubungi Romo Benny Susetyo Pr. ”Menurut Romo Benny itu betul, itu tulisan Romo Nurak,” balas teman saya itu.

Tidak sampai 10 menit kemudian Romo Benny sendiri yang kirim WA ke saya. Sambil mengirim teks doa Paus Fransiskus untuk wabah sekarang ini.

Begitu mengharukan tulisan Romo Nurak dari Italia itu.

”Mohon…. doa untuk kami. Italia sedih, Italia berkabung…. Semua kota sepi, seperti kota mati tak berpenghuni…,” tulis beliau

”Corona virus telah memporakporandakan perasaan kami, melumpuhkan semua kegiatan iman kami, perekonomian umat, perziarahan batin umat Tuhan dan semuanya serta segalanya……..”

”Orang mati tidak bisa dilayani untuk terakhir kalinya, perminyakan orang sakit tak bisa diamalkan, misa dan perayaan sakramen sakramentalia suci lainnya ditiadakan ……”

”Sejak diumumkan oleh pihak yang berwenang untuk tidak melayani kegiatan publik, maka mulai saat itu, misa untuk umat ditiadakan….. Perayaan keagaman dihentikan…. Perayaan sakramen sakramentalia untuk umat pun ditiadakan. Air suci tidak disediakan lagi di pintu-pintu suci-Mu….. Entah sampai kapan akan normal kembali ….. Semua diam … Semua bisu ……Hanya DOA dan HARAPAN, mohon PERTOLONGAN dari  TUHAN.”

Apa yang diceritakan Pastor Nurak itu seirama dengan video-video yang beredar dari Italia.

Salah satunya seperti yang disiarkan stasiun TV Aljazeera. Sangat mengharukan.

Luca Franzese seorang seniman ternama di Kota Napoli begitu bingungnya. Adiknya, perempuan, meninggal dunia. Mayatnyi dites. Positif Corona.

Luca pun harus dikarantina. Sekeluarga. Dianggap sudah berhubungan dengan penderita virus Corona.

”Di depan saya ini mayat adik saya. Harus saya apakan?” keluhnya seperti frustrasi.

Luca merasa pemerintah sudah tidak bisa memberikan jalan keluar: harus diapakan mayat itu. Akhirnya pemerintah menyarankan dibawa saja di rumah kematian.

”Tapi rumah kematian tidak mau menerima mayat adik saya. Katanya, tidak ada fasilitas untuk kasus seperti adik saya ini,” ujar Luca.

Di Italia yang menderita virus Corona memang sudah sekitar 10.000 orang –hampir 1000 orang meninggal dunia.

Padahal, di Tiongkok sudah sangat reda. Upacara-upacara penutupan rumah sakit darurat –karena tidak ada lagi pasien baru– terus terjadi setiap hari.

Kabar baik yang sangat baik itu juga datang dari provinsi terparah: Hubei –pusat lahirnya virus Corona. Rabu kemarin penderita baru di provinsi ini ”tinggal” 8 orang. Jangan-jangan hari ini sudah bisa 0. Atau besok. Atau lusa.

Dari 67.000 penderita di Hubei, yang sudah sembuh 52.000 orang.

Di Provinsi Zhejiang –yang beribukota di Hangzhou, pusatnya Alibaba itu– dari 1.215 penderita yang sudah sembuh 1.209. Berarti tinggal enam orang yang belum sembuh.

Di Provinsi Jiangxi –tempat saya belajar bahasa Mandarin dulu– dari 935 penderita, yang sudah sembuh 934. Tinggal satu orang yang masih dirawat.

Demikian juga di Provinsi Fujian –mayoritas Tionghoa Indonesia punya leluhur di provinsi ini– dari 296 penderita virus Corona yang sudah sembuh 295. Kurang satu orang lagi.

Itulah situasi terbaru di Tiongkok. Tapi sukses seperti itu harus lewat penderitaan luar biasa ratusan juta orang. Mereka harus di-lock down –seperti yang sekarang dilakukan di Italia.

Lebih dua bulan orang Tiongkok harus dipenjara di rumah masing-masing.

Italia pun mengikuti cara Tiongkok itu.

Hancurnya ekonomi belum penting dibicarakan. Penyelamatan nyawa manusia  yang harus diutamakan. Untuk apa ekonomi baik kalau semua manusianya meninggal dunia. (dahlan iskan)

Perang dagang sudah biasa  terjadi. Krisis harga minyak juga pernah ada. Pun wabah suatu penyakit –juga sering muncul.

Tapi, kini, tiga bencana itu terjadi di waktu yang bersamaan.

Betapa babak belurnya ekonomi.

Hanya yang tabungannya kuat yang akan bisa melewati senjata trisula itu dengan selamat.

Itu hukum alam biasa.

Hukum alam lainnya adalah: yang banyak utang yang akan lebih susah.

Pemimpin-pemimpin hebat  akan lahir dari situasi sulit seperti itu. Ini juga ujian baru bagi presiden seperti Donald Trump –yang awalnya menganggap flu lebih berbahaya dari virus Corona.

WHO –organisasi kesehatan sedunia– sudah mengumumkan wabah virus Corona sebagai pandemik.

Kemarin.

Artinya: sudah menjadi ancaman untuk seluruh dunia. Sudah lebih 100 negara yang tertular virus itu. Bukan lagi endemik –yang hanya mengancam satu atau beberapa negara saja.

Tapi Uni Emirat Arab (UAE) sempat juga mengumumkan akan ikut membanjiri pasar minyak dunia.

Kemarin.

Artinya: perang minyak mentah bukan lagi drama satu babak. UAE adalah negara terbesar ketiga di bidang produksi minyak. Mulai April nanti produksinya akan dinaikkan 1 juta barel/hari –menjadi 5 juta barel/hari.

Dunia akan mendapat tambahan pasokan minyak 4 juta barel/hari. Itu karena Arab Saudi –produsen terbesar dunia– menaikkan produksi minyaknya dari 9,7 juta barel/hari ke 12,3 juta barel/hari.

Rusia juga sudah mengumumkan menaikkan setengah juta barel/hari. Tinggal Iraq –sebagai produsen terbesar kedua dunia– yang belum menentukan sikap.

Mungkin hari ini.

Kombinasi pandemik, banjir minyak, dan perang dagang adalah wajah dunia baru tahun 2020.

Presiden Trump sendiri akhirnya ambil langkah drastis: melarang pesawat Eropa masuk Amerika. Kecuali dari Inggris.

Warga negara Amerika sendiri (termasuk pemegang green card dan keluarga mereka) boleh pulang dari Eropa. Tapi akan diatur secara ketat: hanya boleh mendarat di bandara tertentu. Di situlah mereka akan ditangani secara khusus. Termasuk dikarantina.

Singapura –yang hidupnya tergantung dari jasa penerbangan– tetap membolehkan siapa pun masuk ke negara itu. Tapi ada syaratnya: begitu mendarat dilakukan pemeriksaan air liur. Bagi mereka yang suhu badannya tinggi.

Begitu hasil pemeriksaan itu menimbulkan kecurigaan ke arah virus Corona, mereka akan dibawa ke rumah sakit tertentu. Semua biaya di rumah sakit itu –yang di Singapura mahalnya bukan main itu– harus ditanggung orang itu sendiri.

Italia bahkan sudah menjadi ibarat Tiongkok –dua bulan lalu. Awalnya hanya Italia bagian utara yang di-lock down. Tapi sejak Rabu kemarin diperluas ke seluruh Italia.

Tidak ada kesaksian orang Indonesia di Italia yang lebih dramatik dari apa yang ditulis Romo Lukas Nurak –yang sudah beredar luas di media sosial.

Romo Nurak dulunya menjadi pastor di Pulau Nunukan, Kaltara. Sejak beberapa waktu lalu beliau sudah bertugas di Roma, Italia.

Semula saya ragu apakah betul itu tulisan Romo Nurak. Maka saya minta tolong seorang teman Katolik di Jogja. Teman saya itu pun menghubungi Romo Benny Susetyo Pr. ”Menurut Romo Benny itu betul, itu tulisan Romo Nurak,” balas teman saya itu.

Tidak sampai 10 menit kemudian Romo Benny sendiri yang kirim WA ke saya. Sambil mengirim teks doa Paus Fransiskus untuk wabah sekarang ini.

Begitu mengharukan tulisan Romo Nurak dari Italia itu.

”Mohon…. doa untuk kami. Italia sedih, Italia berkabung…. Semua kota sepi, seperti kota mati tak berpenghuni…,” tulis beliau

”Corona virus telah memporakporandakan perasaan kami, melumpuhkan semua kegiatan iman kami, perekonomian umat, perziarahan batin umat Tuhan dan semuanya serta segalanya……..”

”Orang mati tidak bisa dilayani untuk terakhir kalinya, perminyakan orang sakit tak bisa diamalkan, misa dan perayaan sakramen sakramentalia suci lainnya ditiadakan ……”

”Sejak diumumkan oleh pihak yang berwenang untuk tidak melayani kegiatan publik, maka mulai saat itu, misa untuk umat ditiadakan….. Perayaan keagaman dihentikan…. Perayaan sakramen sakramentalia untuk umat pun ditiadakan. Air suci tidak disediakan lagi di pintu-pintu suci-Mu….. Entah sampai kapan akan normal kembali ….. Semua diam … Semua bisu ……Hanya DOA dan HARAPAN, mohon PERTOLONGAN dari  TUHAN.”

Apa yang diceritakan Pastor Nurak itu seirama dengan video-video yang beredar dari Italia.

Salah satunya seperti yang disiarkan stasiun TV Aljazeera. Sangat mengharukan.

Luca Franzese seorang seniman ternama di Kota Napoli begitu bingungnya. Adiknya, perempuan, meninggal dunia. Mayatnyi dites. Positif Corona.

Luca pun harus dikarantina. Sekeluarga. Dianggap sudah berhubungan dengan penderita virus Corona.

”Di depan saya ini mayat adik saya. Harus saya apakan?” keluhnya seperti frustrasi.

Luca merasa pemerintah sudah tidak bisa memberikan jalan keluar: harus diapakan mayat itu. Akhirnya pemerintah menyarankan dibawa saja di rumah kematian.

”Tapi rumah kematian tidak mau menerima mayat adik saya. Katanya, tidak ada fasilitas untuk kasus seperti adik saya ini,” ujar Luca.

Di Italia yang menderita virus Corona memang sudah sekitar 10.000 orang –hampir 1000 orang meninggal dunia.

Padahal, di Tiongkok sudah sangat reda. Upacara-upacara penutupan rumah sakit darurat –karena tidak ada lagi pasien baru– terus terjadi setiap hari.

Kabar baik yang sangat baik itu juga datang dari provinsi terparah: Hubei –pusat lahirnya virus Corona. Rabu kemarin penderita baru di provinsi ini ”tinggal” 8 orang. Jangan-jangan hari ini sudah bisa 0. Atau besok. Atau lusa.

Dari 67.000 penderita di Hubei, yang sudah sembuh 52.000 orang.

Di Provinsi Zhejiang –yang beribukota di Hangzhou, pusatnya Alibaba itu– dari 1.215 penderita yang sudah sembuh 1.209. Berarti tinggal enam orang yang belum sembuh.

Di Provinsi Jiangxi –tempat saya belajar bahasa Mandarin dulu– dari 935 penderita, yang sudah sembuh 934. Tinggal satu orang yang masih dirawat.

Demikian juga di Provinsi Fujian –mayoritas Tionghoa Indonesia punya leluhur di provinsi ini– dari 296 penderita virus Corona yang sudah sembuh 295. Kurang satu orang lagi.

Itulah situasi terbaru di Tiongkok. Tapi sukses seperti itu harus lewat penderitaan luar biasa ratusan juta orang. Mereka harus di-lock down –seperti yang sekarang dilakukan di Italia.

Lebih dua bulan orang Tiongkok harus dipenjara di rumah masing-masing.

Italia pun mengikuti cara Tiongkok itu.

Hancurnya ekonomi belum penting dibicarakan. Penyelamatan nyawa manusia  yang harus diutamakan. Untuk apa ekonomi baik kalau semua manusianya meninggal dunia. (dahlan iskan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/