Sidang kasus pencurian jam tangan yang dilakukan seorang pilot bernama Putra Setiaji alias Aji, 30, kembali berlanjut di PN Denpasar.
Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi-saksi itu berjalan menggelitik dan haru.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
SEPERTI biasa, Aji tampil necis saat masuk ke ruang sidang. Mengenakan setelan kemeja putih celana hitam dan sepatu pantovel mengkilap.
Ia tampak percaya diri dengan didampingi empat orang pengacara. Sidang yang dipimpin langsung Ketua PN Denpasar Bambang Ekaputra itu berjalan menarik karena terdakwa Aji
terlihat jelas diarahkan pengacaranya I Made Adi Seraya dkk, bahwa pencurian arloji di Bandara Ngurah Rai akhir Januari 2019 lalu itu dilakukan karena tidak sengaja alias tidak sadar.
Pengacara terdakwa mengarahkan jika pencurian terjadi karena terdakwa menderita penyakit kleptomania. Jenis peyakit yang mendorong penderitanya untuk selalu mencuri.
Yang dicuri bukan uang atau barang berharga. Dengan mencuri penderita kleptomania merasa adrenalinnya terpacu dan puas jika berhasil mencuri.
Karena sering diarahkan pengacara, terdakwa dalam menjawab pertanyaan sering ragu-ragu. Bahkan sering tidak nyambung.
Misalnya saat ditanya bagaimana cara terdakwa mengambil arloji, terdakwa malah mengaku menyesal. “Saya menyesal sekali,” ujar terdakwa.
Jawaban itu buru-buru diluruskan pengacara terdakwa dengan menanyakan apakah saat mengambil dalam posisi sadar, barulah terdakwa mengaku tidak sadar.
“Saya tidak sadar. Setelah ambil kunci mobil di kantong celana, baru saya sadar. Lho, kok ada jam di sini,” terang terdakwa.
Namun, lucunya saat terdakwa ditanya setelah sadar apakah ada niat mengembalikan, pria berkacamata itu membuat jawaban tak masuk akal.
“Saya mau mengembalikan tapi saya malu. Maunya saya kembalikan besok saja (setelah kejadian),” dalihnya.
Pengacara terdakwa kembali mengarahkan apakah ada niatan membayar, terdakwa pun mengaku ingin membayar.
“Setelah sadar saya ingin membayar. Saat yang punya toko datang saya juga tetap mau membayarnya. Tapi, mereka tetap ingin menyelesaikan ke jalur hukum,” imbuhnya.
Terkait riwayat sakit cleptomania, terdakwa mengakuinya. Pria kelahiran Jakarta, 25 Agustus 1988, itu pernah diterapi pada 2007 dan 2008.
“Saya seperti refleks yang tidak terkontrol (saat mencuri). Saya sempat terapi, tapi off lagi,” ungkap pilot Wings Air itu. “Saya menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi,” ucap terdakwa dengan mata berkaca-kaca.
Suasan menjadi haru dengan kehadiran ayah dan ibu terdakwa yang didudukkan sebagai saksi a de charge atau meringankan.
Orang tua kandung terdakwa tampak sudah renta. Langkah jalannya perlahan dan bicaranya pelan.
Di muka hakim ayah terdakwa bercerita, bahwa pada 2007 terdakwa Aji pernah mengambil barang di toko buku di daerah Kemang Kebayoran Baru, Jakarta.
Aji juga pernah mengambil kamera antiair seharga Rp 1,5 juta di kawasan Pondok Indah, Jakarta. “Namun waktu itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” tutur ayah terdakwa.
Di rumah Aji juga sama sering mengambil barang tanpa izin. Mengetahui anaknya sering mencuri benda bukan uang, orangtuanya memilih jalur medis untuk melakukan pengobatan.
“Setiap ambil barang dia mengaku tidak sadar,” imbuh ibu terdakwa. Menurut ayah terdakwa, akibat perbuatan mencurinya terdakwa dipastikan mendapat sanksi dari perusahaan tempat bekerja.
“Dia sudah dua tahun jadi pilot. Pasti kena sanksi,” tegasnya. Saat hakim memberikan kesempatan pada ayah terdakwa menyampaikan sesuatu pada terdakwa, ayah terdakwa mulai berkaca-kaca.
“Saya mohon dia diberikan keringanan hukuman. Istrinya baru saja melahirkan anak pertama. Kami mohon maaf, tolong diberikan keringanan,” ucapnya terbata-bata.
Apalagi, sejak terjerat kasus ini terdakwa harus tinggal di Bali bersama anak dan istrinya. Ini karena terdakwa dikenai tahanan rumah. Selama ini terdawa tinggal menetap di Jakarta.
Atas permohonan keringanan hukuman yang disampaikan orang tua terdakwa, hakim Bambang tidak berjanji mengabulkan.
Tapi, dari cara bicara Bambang mengisyaratkan bakal memberikan hukuman ringan pada terdakwa. Itu ditunjukkan dengan pertanyaan Bambang pada terdakwa apakah menyesal. Jelas saja dijawab menyesal.
“Ini harus menjadi pelajaran agar lebih hati-hati. Untungnya (mencuri arloji) tidak di tempat terbuka. Kalau itu terjadi bisa membahayakan keselamatan terdakwa,” kata hakim Bambang.
Hakim Bambang juga memberi petuah pada keluarga agar segera melakukan pencegahan agar hal serupa tidak terulang.
Terdakwa sebagai seorang pilot dengan penghasilan selangit, mestinya tidak sulit membeli arloji seharga Rp 5 juta.
“Karena tidak semua masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Kalau sudah seperti ini, malah bikin malu. Perbuatan mencuri itu melanggar hukum,” tandas Bambang.
Sidang pun dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) I Made Gde Bamaxs Wirawibowo.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pasal 362 KUHP. Ancaman maksimal hukuman dalam pasal tersebut yakni lima tahun penjara.
Aji yang lulusan akademi penerbangan itu mencuri arloji pada Selasa (29/1/2019) pukul 21.15 di Toko Shop IDP di lantai dua terminal keberangkatan domestik Bandara Ngurah Rai, Tuban, Kuta, Badung.
“Berawal saat terdakwa datang melihat jam tangan yang ada di meja pajang toko. Kemudian terdakwa bertanya pada saksi I Wayan Candra (karyawan toko) letak stand kacamata,” beber JPU.
Selanjutnya saksi mengantar terdakwa ke stand kacamata dengan posisi saksi berjalan di depan terdakwa.
Saat berjalan itulah terdakwa menyambar satu buah jam tangan merek Seiko warna hitam dari meja toko. Kemudian jam tersebut dimasukkan ke dalam saku celana.
Setelah itu terdakwa pergi tanpa membayar jam tersebut. “Maksud terdakwa mengambil jam tersebut untuk dimiliki dan digunakan sendiri. Harga jam tangan sebesar Rp 4.950.000,” tukas JPU Kejari Badung, itu. (*)