DENPASAR – Bali ditunjuk menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-World Bank yang dilaksanakan di Nusa Dua mulai 8-14 Oktober 2018.
Pertemuan akbar internasional yang melibatkan 34 ribu orang dari 189 negara ini oleh banyak pihak, termasuk Gubernur Bali Wayan Koster
diyakini membawa dampak positif bagi Bali secara langsung maupun tak langsung dalam waktu jangka pendek dan jangka panjang.
Ada banyak manfaat yang didapat Bali sebagai tuan rumah pertemuan tahunan IMF-World Bank ini. Di antaranya dukungan pembangunan infrastruktur,
meningkatnya jumlah tenaga kerja, peningkatan perekonomian Bali hingga menguatkan citra positif pariwisata Bali dan umumnya Indonesia.
Praktisi hukum yang juga pemerhati kebijakan publik Togar Situmorang, SH., MH., MAP., menilai positif Bali ditunjuk menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF-World Bank.
Ia berharap bertemunya para pengambil kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dari seluruh dunia tersebut akan dapat membawa dampak positif dan berguna manfaat bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian Bali pada umumnya.
Di lain sisi, adanya aksi demonstrasi dari puluhan aktivis yang tergabung dalam aliansi Gerakan Rakyat Menentang International Monetary Fund – World Bank (IMF – WB)
telah terjadi untuk kedua kalinya di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Niti Mandala Renon Denpasar.
Ketua GNPK-RI Bali ini berpendapat bahwa sesungguhnya aksi demo atau semacamnya bukanlah cerminan masyarakat Bali.
Menurut Togar, sikap masyarakat Bali sejak lama sangat akrab dengan perkembangan pariwisata dan kehadiran acara-acara internasional yang dihelat di Bali.
Togar menganggap bahwa para pendemo tersebut tidak pernah merasakan kebanggaan, prestise, serta tidak bisa menikmati kepercayaan negara lain dan tidak bisa memikirkan 10 langkah ke depan terkait adanya IMF-World Bank.
Togar yang juga caleg DPRD Bali Dapil Denpasar dari Partai Golkar nomor urut 7 ini menyatakan, dengan adanya kepercayaan yang telah diberikan
dari anggota IMF – World Bank maupun kepercayaan dunia saat ini, maka seluruh mata memandang tinggi Indonesia, terutama Bali.
“Selain tidak mencerminkan sifat masyarakat Bali, demo ini dapat dinilai negatif oleh wisatawan dalam siklus pariwisata di Bali,” kata Togar.
Padahal, menurutnya, banyak para peserta dari annual meeting ini sangat bangga terhadap budaya dan tradisi Bali yang dapat dibuktikan bahwa mereka mengunjungi tempat-tempat pariwisata dan pagelaran-pagelaran sendratari.
Togar Situmorang mengimbau masyarakat Bali untuk turut serta secara aktif menjaga ketertiban dan kondusivitas wilayahnya masing-masing dengan tidak ikut terpancing emosi terkait adanya demo-demo IMF-World Bank.
Seperti diketahui, aksi demo tersebut dilatarbelakangi karena keberadaan IMF-World Bank yang dianggap oleh pendemo tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan di Indonesia.
Mereka menilai pertemuan itu hanya membawa keuntungan bagi korporasi dan membesarkan ketimpangan yang akan menyengsarakan masyarakat, terutama buruh dan petani. (rba)