33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:49 PM WIB

Dikenal Sebagai Penggagas e-Voting yang Banyak Ditiru Daerah Lain

Nasi sudah jadi bubur, demikian ungkapan yang pas buat mantan Bupati Jembrana Gede Winasa. Selain masa tuanya bakal habis di balik jeruji besi, rumah tangganya juga berantakan.  

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

SEJAK memimpin “Gumi Makepung”—sebutan Jembrana, sedikitnya ada 59 piagam penghargaan yang diterima Winasa selaku Bupati kala itu.

Bahkan, pada tahun 2004, Winasa pernah memborong empat piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Yakni, piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program pembebasan biaya pendidikan bagi siswa Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) di Jembrana.

Kemudian piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program jaminan kesehatan dan biaya pendidikan gratis bagi seluruh warga Jembrana.

Ada pula penghargaan sebagai pemrakarsa program pembebasan PBB bagi lahan sawah di Jembrana dan piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program pengolahan air laut menjadi air mineral pertama di Indonesia.

Piagam MURI terakhir yang diraih Jembrana saat dipimpin Winasa, yakni Piagam MURI kategori kabupaten pertama di Indonesia yang menggunakan e-voting.

Melalui buah karya dan ide pikiran cemerlang Winasa, tidak sedikit daerah lain di Indonesia yang sekarang menerapkan dan mengadopsi inovasi Winasa.

Sayang, segudang penghargaan yang diraih Winasa saat menjadi pemimpin di Bali Barat hanya tinggal kenangan yang menyisakan kepahitan.

Sebab, faktanya, dokter gigi ini harus dipenjara karena korupsi. Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora, menilai ide dan terobosan Winasa semasa menjabat cukup bagus.

Hanya saja, dengan fakta Winasa saat ini di penjara karena korupsi, ia melihat ada ambisi pribadi dan keluarga saat Winasa menjabat.

”Saat menjabat Pak Winasa bagus dan menghasilkan banyak terobosan, tapi maaf dia punya ambisi pribadi dan keluarga untuk berkuasa,” ujar Putwir—sapaan akrab Putu Wirata Dwikora.

Ambisi kekuasan, itu lanjut Sekretaris Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali ini, lebih karena politik langsung memerlukan biaya yang sangat mahal.

“Apalagi si calon dianggap berkepentingan terhadap kekuasaan, maka tim sukses dan rakyat akan jual suaranya. Calon harus cari uang banyak dan salah satu yang dilakukan adalah dengan korupsi,”papar Putwir.

Selain itu, kata Putwir, kasus yang dialami Winasa rawan terjadi bagi siapapun kepala daerah yang saat ini sedang berkuasa.

”Selama figure kepala daerah punya ambisi politik kekuasaan, maka kasus ini bisa menimpa siapa saja.

Jadi pemimpin itu adalah amanah dan pilihan rakyat, dan pemimpin harus memiliki integritas yang kuat agar bisa terhindar dari tindakan korupsi,” tegasnya.

Sehingga, imbuh Putwir, sebagai pemimpin yang dipilih rakyat dan diawasi oleh konstitusi wajib melaksanakan pemerintahan berdasarkan bimbingan aspirasi rakyat serta konstitusi.

Menurutnya, prestasi yang sifatnya popularitas biarlah lahir secara alamiah bukan karena ambisi politik pribadi.

“Sekali lagi, jabatan itu titipan dan tanggung jawab. Bukan rezeki apalagi rezeki keluarga rezeki kelompok atau rezeki partai. Pemimpin harus “nothing to lose” dalam kekuasaan. Kekuasaan bukan hak milik tetapi amanah,” imbuhnya.

Terakhir sebagai pesan BCW, apa yang dialami penggagas e-voting ini adalah cerminan bagi kepala daerah lain khususnya di Bali.

Cermin dan gambaran nyata bagi kepala daerah maupun para pemimpin agar tidak main-main dengan korupsi.

”Kasus Pak Winasa adalah contoh nyata. Sekali lagi hindari niat atau tindakan korupsi, karena korupsi menyengsarakan,” pungkasnya. 

Nasi sudah jadi bubur, demikian ungkapan yang pas buat mantan Bupati Jembrana Gede Winasa. Selain masa tuanya bakal habis di balik jeruji besi, rumah tangganya juga berantakan.  

DIDIK DWI PRAPTONO, Denpasar

SEJAK memimpin “Gumi Makepung”—sebutan Jembrana, sedikitnya ada 59 piagam penghargaan yang diterima Winasa selaku Bupati kala itu.

Bahkan, pada tahun 2004, Winasa pernah memborong empat piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).

Yakni, piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program pembebasan biaya pendidikan bagi siswa Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU) di Jembrana.

Kemudian piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program jaminan kesehatan dan biaya pendidikan gratis bagi seluruh warga Jembrana.

Ada pula penghargaan sebagai pemrakarsa program pembebasan PBB bagi lahan sawah di Jembrana dan piagam penghargaan sebagai pemrakarsa program pengolahan air laut menjadi air mineral pertama di Indonesia.

Piagam MURI terakhir yang diraih Jembrana saat dipimpin Winasa, yakni Piagam MURI kategori kabupaten pertama di Indonesia yang menggunakan e-voting.

Melalui buah karya dan ide pikiran cemerlang Winasa, tidak sedikit daerah lain di Indonesia yang sekarang menerapkan dan mengadopsi inovasi Winasa.

Sayang, segudang penghargaan yang diraih Winasa saat menjadi pemimpin di Bali Barat hanya tinggal kenangan yang menyisakan kepahitan.

Sebab, faktanya, dokter gigi ini harus dipenjara karena korupsi. Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora, menilai ide dan terobosan Winasa semasa menjabat cukup bagus.

Hanya saja, dengan fakta Winasa saat ini di penjara karena korupsi, ia melihat ada ambisi pribadi dan keluarga saat Winasa menjabat.

”Saat menjabat Pak Winasa bagus dan menghasilkan banyak terobosan, tapi maaf dia punya ambisi pribadi dan keluarga untuk berkuasa,” ujar Putwir—sapaan akrab Putu Wirata Dwikora.

Ambisi kekuasan, itu lanjut Sekretaris Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali ini, lebih karena politik langsung memerlukan biaya yang sangat mahal.

“Apalagi si calon dianggap berkepentingan terhadap kekuasaan, maka tim sukses dan rakyat akan jual suaranya. Calon harus cari uang banyak dan salah satu yang dilakukan adalah dengan korupsi,”papar Putwir.

Selain itu, kata Putwir, kasus yang dialami Winasa rawan terjadi bagi siapapun kepala daerah yang saat ini sedang berkuasa.

”Selama figure kepala daerah punya ambisi politik kekuasaan, maka kasus ini bisa menimpa siapa saja.

Jadi pemimpin itu adalah amanah dan pilihan rakyat, dan pemimpin harus memiliki integritas yang kuat agar bisa terhindar dari tindakan korupsi,” tegasnya.

Sehingga, imbuh Putwir, sebagai pemimpin yang dipilih rakyat dan diawasi oleh konstitusi wajib melaksanakan pemerintahan berdasarkan bimbingan aspirasi rakyat serta konstitusi.

Menurutnya, prestasi yang sifatnya popularitas biarlah lahir secara alamiah bukan karena ambisi politik pribadi.

“Sekali lagi, jabatan itu titipan dan tanggung jawab. Bukan rezeki apalagi rezeki keluarga rezeki kelompok atau rezeki partai. Pemimpin harus “nothing to lose” dalam kekuasaan. Kekuasaan bukan hak milik tetapi amanah,” imbuhnya.

Terakhir sebagai pesan BCW, apa yang dialami penggagas e-voting ini adalah cerminan bagi kepala daerah lain khususnya di Bali.

Cermin dan gambaran nyata bagi kepala daerah maupun para pemimpin agar tidak main-main dengan korupsi.

”Kasus Pak Winasa adalah contoh nyata. Sekali lagi hindari niat atau tindakan korupsi, karena korupsi menyengsarakan,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/