Jika ada niat tulus ikhlas untuk berangkat haji, pasti ada jalan. Itulah yang ada dalam dibenak pikiran Muhammad Sa,dan dan Rusinah, pasangan suami istri warga Dusun Brongbong,
Desa Celukan Bawang, Gerokgak. Dari upah petik kelapa dan jualan daun pisang yang dia tabung selama bertahun-tahun, pasutri tersebut kini mampu menunaikan ibadah haji. Seperti apa kisah?
JULIADI, Gerokgak
UNTUK mengetahui rumah Muhammad Sa,dan, dan Rusinah, yang berada di Dusun Brongbong, Desa Celukan Bawang tidak begitu sulit.
Hampir sebagian besar warga dusun sudah mengetahui pasangan suami istri (pasutri) yang akan berangkat haji tersebut.
Tepat sekitar pukul 11.00, Jawa Pos Radar Bali menemukan lokasi rumah Muhammad Sa,dan dan Rusinah.
Rumah itu sangat sederhana. Di tembok rumah terpasang spanduk dengan gambar foto Muhammad Sa,dan dan Ibu Rusinah.
Foto itu lengkap dengan pakaian haji dan bertuliskan mohon doa selamat agar menjadi haji dan hajjah yang mabrur.
Saat Jawa Pos Radar Bali dating, Muhammad Sa,dan, 72, dan Rusinah, 70, tampak duduk istirahat di bale bengong miliknya. Keduanya istirahat sebentar karena baru saja pulang berjualan dari pasar.
“Begini setiap hari aktivitas yang saya lakukan,” sambut Muhammad Sa,dan kepada Jawa Pos Radar Bali sambil memperlihatkan barang dagangannya yang berada di motor berupa buah kelapa dan daun pisang.
Setiap hari hampir 100 butir kelapa dan 10 ikat daun dia bawa ke Pasar Seririt dengan jarak tempuh dari rumah sekitar 10 kilometer menggunakan motor.
Jualan buah kelapa dan daun pisang bukan hasil kebun pribadi. Sebenarnya dari hasil upah panjat kelapa dari kebun milik orang. Kadang juga diberi upah dengan daun pisang.
“Sekarang agak ramai jualan, karena menjelang hari raya Galungan dan Kuningan. Dengan harga kelapa perbutir Rp 4 ribu dan daun satu ikatnya Rp 15 ribu,” kata pria berusia 72 tahun sambil mempersilakan untuk duduk di bale bengong miliknya.
Diceritakan Muhammad Sa,dan yang bersama istrinya niat tulus ingin berangkat haji meski kondisi hidupnya tergolong pas-pasan bermula dari mimpi kala itu.
Waktu tidur tengah malam ada yang membisik dari dari telinga sebelah kanan. Disuruh baca syahadat dan labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik.
“Bukan hanya saya mimpi seperti itu. Istri saya juga sama persis mimpinya dengan saya,” tutur Sa,dan mengawali cerita.
Kemudian pas paginya tiba, dia dan istri berunding dan menyetujui untuk mendaftar berangkat ke tanah suci. “Tak pikir panjang, istri setuju saya langsung daftar,” terangnya.
Sejak tahun 2012 mulai mendaftar sebagai calon jamaah haji. Muhammad Sadan dan istrinya Rusinah mulai menyisihkan uang hasil upah petik buah kelapa dan hasil dari jualan daun di pasar Seririt.
Kalau ongkos petik buah kelapa tergantung dari harga kelapa. Bisa saja satu pohon harga petik buah kelapa Rp 10 ribu atau Rp 20 ribu harga bervariasi.
“Dari itulah saya tabung uangnya sedikit demi sedikit dengan perharinya Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu,” ujar pria yang sudah 30 tahun menggeluti sebagai buruh petik buah kelapa.
Sa,dan menambahkan, mulanya dia dan istri tidak menyangka akan mendapat jatah untuk berangkat pada tahun ini.
Namun entah apa, mungkin sudah nasib dan dipanggil oleh pihak Kemenag Buleleng untuk berangkat haji. Kalau dihitung seharusnya giliran dia berangkat pada tahun 2020.
Total biaya berangkat haji yang harus dikeluarkan sebesar Rp 75 juta. Sa,dan dan istrinya akan berangkat pada 4 Agustus mendatang dengan kloter 84 tergabung dengan jamaah haji asal NTT, Bali dan Mojokerto.
Kemudian berangkat dari Embarkasi Surabaya, Jawa Timur. “Jika sudah berada di Mekkah, satu niat saya bersama istri naik haji untuk menjadi haji mabrur, panjang umur dan diberikan kesehatan. Agar sehari-harinya dapat beraktivitas seperti,” pungkasnya. (*)