Oleh : Dahlan Iskan
Pemerintah baru ini sangat berani: memperkenalkan ‘Mini APBN’.
Tentu ‘istilah APBN Mini’ jadi isu miring. Yang dimanfaatkan oposisi. Habis-habiskan.
Tapi perdana menteri yang olahragawan ini cuek.
‘APBN Mini’ adalah rencana anggaran negara yang hanya berlaku 4 bulan. Berarti dalam setahun ini akan ada pembahasan RAPBN tiga kali. Tiap 4 bulan.
Imran Khan, kapten tim kriket juara dunia, sangat percaya diri. Mentalnya mental juara. Memang baru di zaman Khanlah Pakistan juara dunia. Untuk pertama kali. Dan tidak pernah lagi.
Saat terpilih jadi perdana menteri Khan memang mewarisi ekonomi yang parah. Dari perdana menteri sebelumnya: Nawaz Sharif. Yang disebut belakangan itu juga mewarisi ekonomi yang lebih parah dari pendahulunya lagi. Begitu terus di Pakistan. Berpuluh tahun. Berhasil menjadi negara Islam yang sangat demokratis. Tapi gagal ekonominya. Berantakan.
Khan mencoba cari terobosan. Ia relatif tidak terlibat dua dinasti politik yang saling menjatuhkan: kelompok Bhutto dan kelompok Sharif.
Waktu kampanye Khan menunjukkan sangat anti dua-duanya. Termasuk anti proyek Tiongkok. Yang identik dengan pemerintahan Sharif.
Ia membawa motto ‘Pakistan Baru’.
Tapi begitu terpilih Khan sangat rasional. Tidak mau ditekan partai. Termasuk tidak mau mewujudkan anti proyek Tiongkoknya.
Pakistan diramalkan hanya akan bisa hidup enam bulan. Hutang jatuh temponya sangat besar. Cadangan devisanya hanya cukup untuk impor satu bulan.
Untuk bisa hidup perlu suntikan dana USD 12 miliar. Cito.
Apa boleh buat.
Khan segera mengontak IMF. Meski ia tahu rakyatnya sudah antipati. Lembaga itu dianggap penyengsara rakyat. Yang hanya akan minta tarif-tarif naik. Subsidi dicabut. Perusahaan negara diswastakan.
Tapi Pakistan perlu dana mendadak. Perlu juga sinyal yang baik.
Dengan mengontak IMF Khan tidak terasa anti Barat. Sikap anti Barat hanya akan menambah musuh.
Tapi ia juga tahu: prosedur minta tolong IMF sangat berbelit. Bisa-bisa Pakistan keburu pingsan.
Ia pun mengontak raja Arab Saudi. Sahabat lama Pakistan. Termasuk pelindung utama lawannya: Nawaz Sharif.
Tapi Khan rasional. Hanya Arab yang punya uang banyak. Dan kalau kalau bisa mengambil hatinya bisa memberikan apa saja.
Berhasil. Sang Raja menjanjikan bantuan USD 6 miliar.
Lega.
Tapi belum cukup.
Dan baru janji.
Khan segera melupakan ucapannya saat kampanye. Ia pun bergegas ke Beijing. Tiongkok lah yang punya uang banyak. Yang prosedurnya tidak sulit. Tidak seperti negara Arab. Yang dalam hal uang tidak punya agama. Pun perhitungannya mirip Yahudi.
Beijing menyambut Khan dengan hangat. Ucapan penyambutannya pun menyenangkan Khan: Tiongkok bisa jadi teman di segala cuaca.
Beres.
Gabungan Saudi-Beijing telah cukup.
Tidak usah buru-buru menyerah ke IMF – – meski tidak juga pernyataan tidak butuh lagi.
Gabungan Arab-Tiongkok juga kombinasi cerdas. Seperti apa cerdasnya? Ikuti disway besok. Semoga tidak ada yang mendadak penting.
Beijing sendiri senangnya bukan main. Yang semula sudah khawatir. Pemerintah baru dikira langsung berang: membatalkan proyek-proyek One Belt One Road. Yang komitmen ya dibuat di masa Nawaz Sharif. Yang proyeknya mencapai USD 60 miliar. Hanya untuk satu negara Pakistan.
Nilainya sama dengan proyek serupa. Yang diciptakan belakangan oleh Amerika. Untuk program serupa di seluruh dunia.
Tak ayal kalau proyek itu menimbulkan heboh juga. Di dalam negeri sendiri. Dan di seluruh dunia.
Yang bahkan beberapa pekerja Tiongkok sampai mati dibunuh. Yang konsulat Tiongkok sampai diserbu.
Khan tidak mau ditekan seperti itu. Ia lakukan penyelidikan total. Minggu lalu terungkap: penyerbuan ke konsulat itu dirancang di Afganistan.
Didalangi oleh team intelijen India. Pelakunya gerakan separatil Baluchistan. Yang ingin merdeka dari Pakistan.
India menolak tuduhan itu. Tapi sudah biasa. Atau masih biasa. Kedua negara itu bermusuhan. Sejak pemisahan India-Pakistan. Menjadi negara Hindu dan Islam. Di tahun 1965.
India memang negara yang paling menolak One Belt One Road. Istilah ‘Jebakan Tiongkok’ pertama kali diciptakan oleh India. Dikampanyekan ke seluruh dunia. Didukung Amerika.
Khan cuek. Ia tidak mau terjebak perang dingin geopolitik itu. Ia menciptakan geopolitik sendiri: mengkombinasikan China-Arab.
Khan lagi cari jalan sendiri. Untuk menyelamatkan Pakistan. Termasuk mengambil jalan sangat beresiko: mengajukan ‘APBN Mini’ ke DPR.
Apa pun langkah itu kreatif. Kreatif kepepet. Kepepet kreatif. Untuk bisa selamat dari kebangkrutan. Sambil memberikan harapan.
Manufacturing hope.
Dalam posisi kepepet masih bisa merancang kemajuan. Tidak terjebak hanya sebagai pemadam kebakaran. (Dahlan Iskan)