25.8 C
Jakarta
26 April 2024, 7:30 AM WIB

Bersahaja, Peduli, Tidak Pernah Marah, dan Tidak Pelit Pada Karyawan

Kremasi jenazah Hari Darmawan, 77, kemarin (14/3) di Krematorium Kertha Semadi, Mumbul, Nusa Dua memang diselimuti perasaan haru dan sedih.

Namun, di tengah suasana berkabung itu, ratusan orang yang datang dari berbagai kota di Indonesia dan beragam keyakinan itu menyimpan memori kebahagiaan bersama almarhum.

 

MAULANA SANDIJAYA, Nusa Dua

TIGA gadis berbaju merah dan berkerudung merah itu terus menangis. Tisu yang dibawa sampai habis digunakan menyeka air mata.

Ketiganya sesenggukan sambil melihat peti mati warna putih dibalut warna keemasan yang ada di depan mesin kremasi.

Saat Jawa Pos Radar Bali  mendekat, salah satu dari ketiganya mengaku dari Bogor. Mereka adalah karyawan almarhum Hari Darmawan.

“Beliau sangat baik, sudah seperti bapak sendiri,” ujar gadis bertubuh tambun yang tak mau menyebutkan namanya itu.

Menurut mereka, sebagai seorang bos mendiang menganggap karyawan sebagai keluarga. Karena itu, ketika mendapat kabar sang bos meninggal, mereka bersedih.

Setelah memberi komentar singkat kepada Jawa Pos Radar Bali, ketiganya kembali menangis dan berpelukan.

Kesaksian kebaikan Hari juga diungkapkan Ketut Antariksa. Pria asal Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung itu menjadi karyawan mendiang Hari sejak 1992.

Selama 26 tahun menjadi karyawan almarhum, Ketut mengaku tidak pernah dimarahi.

Bahkan, Ketut yang sudah beberapa kali pindah tugas tidak pernah mendapat cerita atau laporan jika almarhum memarahi karyawan.

“Kami memiliki kesan kuat terhadap almarhum karena keramahan dan kerendahan hati beliau.

Sekalipun kami tidak pernah menjumpai beliau marah, kalaupun marah lembut pun tidak emosional,” tutur Ketut.

Pria berkepala plontos itu mengungkapkan, sebagai big boss Hari juga tidak pernah pelit dengan karyawan. Hari dikenal suka membantu karyawannya.

Ketut ingat ketika pertama kali menjadi karyawan, dia sering mendapat bonus dan insentif.  “Insentif yang diberikan banyak-banyak lagi. Beliau tidak pelit sama karyawan,” selorohnya.

Dan, yang membuat Ketut paling berkesan, Hari setiap datang ke toko selalu menyalami dan menyapa karyawan.

Tidak hanya karyawan Matahari Departmen Store, tapi juga karyawan dari supplier yang menaruh barang di toko.

Almarhum menganggap karyawan adalah aset berharga yang harus dijaga. Karyawan adalah ujung tombak dalam bisnisnya.

Kedekatan dengan karyawan juga dibangun di luar jam kerja. Misal mengajak karyawan jalan kaki mengelilingi rumahnya di kawasan Mega Mendung, Bogor.

Karyawan sengaja diajak jalan keliling kawasan rumah yang luasnya hektaran itu. Sambil jalan kaki mendiang mencoba berbicara dari hati ke hati dengan karyawan.

Pendekatan non-formal seperti itu ternyata menjadikan karyawan dengan Hari memiliki ikatan batin.

Karyawan dianggap aset, sebaliknya karyawan menganggap Hari sebagai orang tua. Dia menyayangi karyawan seperti keluarga sendiri.

 

Meski sukses dan banyak uang, almarhum juga tidak banyak gaya. Almarhum menyerupai pengusaha sukses lainnya, Bob Sadino.

Beberapa kali almarhum Hari datang ke toko hanya mengenakan celana pendek dan baju santai. “Beliau itu orang sukses yang rendah hati. Tidak banyak gaya,” imbuhnya.

Tidak hanya dengan karyawan, Hari juga peduli dengan kalangan kecil seperti petani. Kepedulian itu ditunjukkan dengan membangun Taman Wisata Matahari di Bogor.

Dalam pembangunan tempat itu dilakukan pemberdayaan masyarakat sekitar. Petani-petani kecil di sekitar dilibatkan.

“Makanya, ketika beliau tiada dalam doa pun disebutkan mereka yang termarginalkan ikut mendoakan. Petani kecil ikut mendoakan,” tukasnya.

Selama hidup almarhum menerapkan tiga prinsip, yaitu kesederhanaan, kesetiaan dan keyakinan dalam Iman, serta filosofi melayani orang lain.

Tiga nilai itu yang juga ditananmkan kepada karyawan. Karena itu, saat almarhum disemayankan di rumah duka, seluruh karyawan dan mantan karyawan berkumpul.

Mereka tak segan menyebut sebagai loyalis keluarga Hari Darmawan. Mereka berusaha menghibur keluarga yang ditinggalkan agar tabah.

“Waktu kami datang ke rumah duka, suasananya lebih mirip reuni akbar. Karyawan yang sudah tidak bekerja dengan almarhum ikut berkumpul dan mendoakan,” pungkasnya.

 

 

Kremasi jenazah Hari Darmawan, 77, kemarin (14/3) di Krematorium Kertha Semadi, Mumbul, Nusa Dua memang diselimuti perasaan haru dan sedih.

Namun, di tengah suasana berkabung itu, ratusan orang yang datang dari berbagai kota di Indonesia dan beragam keyakinan itu menyimpan memori kebahagiaan bersama almarhum.

 

MAULANA SANDIJAYA, Nusa Dua

TIGA gadis berbaju merah dan berkerudung merah itu terus menangis. Tisu yang dibawa sampai habis digunakan menyeka air mata.

Ketiganya sesenggukan sambil melihat peti mati warna putih dibalut warna keemasan yang ada di depan mesin kremasi.

Saat Jawa Pos Radar Bali  mendekat, salah satu dari ketiganya mengaku dari Bogor. Mereka adalah karyawan almarhum Hari Darmawan.

“Beliau sangat baik, sudah seperti bapak sendiri,” ujar gadis bertubuh tambun yang tak mau menyebutkan namanya itu.

Menurut mereka, sebagai seorang bos mendiang menganggap karyawan sebagai keluarga. Karena itu, ketika mendapat kabar sang bos meninggal, mereka bersedih.

Setelah memberi komentar singkat kepada Jawa Pos Radar Bali, ketiganya kembali menangis dan berpelukan.

Kesaksian kebaikan Hari juga diungkapkan Ketut Antariksa. Pria asal Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung itu menjadi karyawan mendiang Hari sejak 1992.

Selama 26 tahun menjadi karyawan almarhum, Ketut mengaku tidak pernah dimarahi.

Bahkan, Ketut yang sudah beberapa kali pindah tugas tidak pernah mendapat cerita atau laporan jika almarhum memarahi karyawan.

“Kami memiliki kesan kuat terhadap almarhum karena keramahan dan kerendahan hati beliau.

Sekalipun kami tidak pernah menjumpai beliau marah, kalaupun marah lembut pun tidak emosional,” tutur Ketut.

Pria berkepala plontos itu mengungkapkan, sebagai big boss Hari juga tidak pernah pelit dengan karyawan. Hari dikenal suka membantu karyawannya.

Ketut ingat ketika pertama kali menjadi karyawan, dia sering mendapat bonus dan insentif.  “Insentif yang diberikan banyak-banyak lagi. Beliau tidak pelit sama karyawan,” selorohnya.

Dan, yang membuat Ketut paling berkesan, Hari setiap datang ke toko selalu menyalami dan menyapa karyawan.

Tidak hanya karyawan Matahari Departmen Store, tapi juga karyawan dari supplier yang menaruh barang di toko.

Almarhum menganggap karyawan adalah aset berharga yang harus dijaga. Karyawan adalah ujung tombak dalam bisnisnya.

Kedekatan dengan karyawan juga dibangun di luar jam kerja. Misal mengajak karyawan jalan kaki mengelilingi rumahnya di kawasan Mega Mendung, Bogor.

Karyawan sengaja diajak jalan keliling kawasan rumah yang luasnya hektaran itu. Sambil jalan kaki mendiang mencoba berbicara dari hati ke hati dengan karyawan.

Pendekatan non-formal seperti itu ternyata menjadikan karyawan dengan Hari memiliki ikatan batin.

Karyawan dianggap aset, sebaliknya karyawan menganggap Hari sebagai orang tua. Dia menyayangi karyawan seperti keluarga sendiri.

 

Meski sukses dan banyak uang, almarhum juga tidak banyak gaya. Almarhum menyerupai pengusaha sukses lainnya, Bob Sadino.

Beberapa kali almarhum Hari datang ke toko hanya mengenakan celana pendek dan baju santai. “Beliau itu orang sukses yang rendah hati. Tidak banyak gaya,” imbuhnya.

Tidak hanya dengan karyawan, Hari juga peduli dengan kalangan kecil seperti petani. Kepedulian itu ditunjukkan dengan membangun Taman Wisata Matahari di Bogor.

Dalam pembangunan tempat itu dilakukan pemberdayaan masyarakat sekitar. Petani-petani kecil di sekitar dilibatkan.

“Makanya, ketika beliau tiada dalam doa pun disebutkan mereka yang termarginalkan ikut mendoakan. Petani kecil ikut mendoakan,” tukasnya.

Selama hidup almarhum menerapkan tiga prinsip, yaitu kesederhanaan, kesetiaan dan keyakinan dalam Iman, serta filosofi melayani orang lain.

Tiga nilai itu yang juga ditananmkan kepada karyawan. Karena itu, saat almarhum disemayankan di rumah duka, seluruh karyawan dan mantan karyawan berkumpul.

Mereka tak segan menyebut sebagai loyalis keluarga Hari Darmawan. Mereka berusaha menghibur keluarga yang ditinggalkan agar tabah.

“Waktu kami datang ke rumah duka, suasananya lebih mirip reuni akbar. Karyawan yang sudah tidak bekerja dengan almarhum ikut berkumpul dan mendoakan,” pungkasnya.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/