27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:36 AM WIB

Koleksi Koran Radar Bali, Dipuji Dosen Universitas Huaqiao

Mulai kuatnya pengaruh bahasa Mandarin, membuat banyak mahasiswa asal Indonesia yang mendalaminya di negeri Tiongkok.

 

M.RIDWAN – CANDRA GUPTA, Xiamen, Tiongkok

KAMIS (3/5) sekitar pukul 09.00 (waktu Tiongkok sama dengan Wita) cuaca di kota Xiamen Provinsi Fujian, Tiongkok letak Universitas Huaqiao terasa dingin dan mendung.

Saat itu indikator cuaca di ponsel menunjukkan 22 derajat celsius.  Sederetan bangunan megah dengan arsitektur modern

dan halaman yang terhampar luas dengan tatanan bunga-bungaan menambah kentalnya suasana kampus berpengaruh di negeri Tiongkok.

Tidak main-main, pihak konsulat Tiongkok di Denpasar mengutus khusus pendamping rombongan delegasi media asal Bali yakni seorang ahli bahasa Indonesia Professor Cai Jincheng atau yang akrab disapa Prof. Gunawan.

Begitu turun dari bus, Pak Gun—demikian akrab disapa, langsung mengajak rombongan masuk lobi kampus.

Di lobi kampus ini terlihat deretan sejumlah bendera negara-negara yang studi di salah satu universitas terkemuka ini.

Melewati lift rombongan diajak ke lantai 4 tempat pusat informasi dan ruang pertemuan. Kepala Divisi Penerangan Universitas Huaqiao Li Hui, sempat menunjukkan denah kampus.

Lalu, mengajak ke ruang pertemuan yang sudah dirancang lengkap dengan nama-nama delegasi. Dia menyebut Tiongkok dan Indonesia memiliki hubungan erat terutama menyangkut perantauan di Indonesia.

 Dia memaparkan, mahasiswa asal Indonesia di Universitas Huaqiao dikenal paling berprestasi dibanding mahasiswa asal negara lainnya di perguruan tinggi dengan 12 fakultas dan 28 jurusan ini.

Tercatat ada 312 mahasiswa asal Indonesia yang secara khusus menekuni bahasa Mandarin di salah satu universitas terkemuka di negeri Tirai Bambu ini.

Dalam pertemuan dengan delegasi media asal Bali (3/5) lalu ada dua mahasiswi asal Bali. Yakni, AA Mega Triana Dewi dan Ida Ayu Premasavitri.

Kemudian ada dua anggota Polri yang dikuliahkan khusus bahasa Mandarin. Yaitu, Bripka Akhmad Rifai Murdin (Polda Kalsel) dan Brigadir Riya Uwesh Khorney (Polda Jambi).

Mahasiswa lainnya yakni, Jasmine, Cristin, dan Rudi asal Medan serta Meliana dari Surabaya. Karena itu menurutnya, guna mengikat lebih erat dibuatlah Sister City Tiongkok – Indonesia.

Di Universitas Huaqiao lanjutnya, tercatat mahasiswa asing terbanyak di banding perguruan tinggi lainnya di Tiongkok.

“Universitas ini didirikan pada tahun 1960, sejak saat itu perantau di Indonesia banyak kembali ke Tiongkok dan dilatih kembali bahasa Mandarin,” tuturnya saat diskusi ringan dengan delegasi media dari Bali di kampus setempat.

Sebagai petinggi kampus, Li Hui memuji kegigihan belajar mahasiswa Indonesia yang kuliah di Huaqiao.

Bahkan, katanya saking bagusnya tingkat penguasaan ilmu bahasa Mandarin, beberapa di antaranya langsung bisa lompat semester tanpa menempuh kuliah di bawahnya.

“Ada yang semester tiga langsung naik ke semester lima karena prestasi akademisnya yang bagus,” puji  Li Hui.

Tak disangka, seorang di antara mahasiswa itu ternyata menyelipkan sebuah koran di tasnya. Koran tersebut diselipkan dalam tas, menambah penasaran koran apakah gerangan?.

Ternyata yang membuat delegasi koran ini surprise, AA Mega Triana Dewi, lulusan SMAN 1 Singaraja itu ternyata secara khusus membawa koran Jawa Pos Radar Bali.

Ternyata ada berita di halaman Radar Buleleng yang memuat kerja sama SMAN 1 Singaraja dengan Universitas Huaqiao khusus untuk belajar bahasa Mandarin.

“Saya sengaja membawa koran Radar Bali karena memuat berita kerja sama SMAN 1 Singaraja dengan Universitas Huaqiao. 

Dari berita di harian Radar Bali ini lah yang meneguhkan saya belajar di Universitas Huaqiao. Namun, saya sendiri direkomendasi oleh lembaga kursus bahasa Mandarin di Singaraja,” ungkap Mega—sapaan akrabnya.

Rata-rata mereka sudah semester akhir menempuh kuliah. Dan, mahasiswa Indonesia dikenal paling solid, kompak serta kreatif.

“Pada 29 April 2018 lalu digelar festival kesenian dan budaya Indonesia di sini, syukur kami bisa laksanakan dengan sangat baik karena mendapat pujian luar biasa,” ungkap Mega.

Mega dan Dayu Premasavitri akan pulang pada liburan musim panas Juli mendatang. “Saat pulang liburan kami akan mengajar bahasa Mandarin di Bali,” kata Premasavitri. (*/bersambung)

Mulai kuatnya pengaruh bahasa Mandarin, membuat banyak mahasiswa asal Indonesia yang mendalaminya di negeri Tiongkok.

 

M.RIDWAN – CANDRA GUPTA, Xiamen, Tiongkok

KAMIS (3/5) sekitar pukul 09.00 (waktu Tiongkok sama dengan Wita) cuaca di kota Xiamen Provinsi Fujian, Tiongkok letak Universitas Huaqiao terasa dingin dan mendung.

Saat itu indikator cuaca di ponsel menunjukkan 22 derajat celsius.  Sederetan bangunan megah dengan arsitektur modern

dan halaman yang terhampar luas dengan tatanan bunga-bungaan menambah kentalnya suasana kampus berpengaruh di negeri Tiongkok.

Tidak main-main, pihak konsulat Tiongkok di Denpasar mengutus khusus pendamping rombongan delegasi media asal Bali yakni seorang ahli bahasa Indonesia Professor Cai Jincheng atau yang akrab disapa Prof. Gunawan.

Begitu turun dari bus, Pak Gun—demikian akrab disapa, langsung mengajak rombongan masuk lobi kampus.

Di lobi kampus ini terlihat deretan sejumlah bendera negara-negara yang studi di salah satu universitas terkemuka ini.

Melewati lift rombongan diajak ke lantai 4 tempat pusat informasi dan ruang pertemuan. Kepala Divisi Penerangan Universitas Huaqiao Li Hui, sempat menunjukkan denah kampus.

Lalu, mengajak ke ruang pertemuan yang sudah dirancang lengkap dengan nama-nama delegasi. Dia menyebut Tiongkok dan Indonesia memiliki hubungan erat terutama menyangkut perantauan di Indonesia.

 Dia memaparkan, mahasiswa asal Indonesia di Universitas Huaqiao dikenal paling berprestasi dibanding mahasiswa asal negara lainnya di perguruan tinggi dengan 12 fakultas dan 28 jurusan ini.

Tercatat ada 312 mahasiswa asal Indonesia yang secara khusus menekuni bahasa Mandarin di salah satu universitas terkemuka di negeri Tirai Bambu ini.

Dalam pertemuan dengan delegasi media asal Bali (3/5) lalu ada dua mahasiswi asal Bali. Yakni, AA Mega Triana Dewi dan Ida Ayu Premasavitri.

Kemudian ada dua anggota Polri yang dikuliahkan khusus bahasa Mandarin. Yaitu, Bripka Akhmad Rifai Murdin (Polda Kalsel) dan Brigadir Riya Uwesh Khorney (Polda Jambi).

Mahasiswa lainnya yakni, Jasmine, Cristin, dan Rudi asal Medan serta Meliana dari Surabaya. Karena itu menurutnya, guna mengikat lebih erat dibuatlah Sister City Tiongkok – Indonesia.

Di Universitas Huaqiao lanjutnya, tercatat mahasiswa asing terbanyak di banding perguruan tinggi lainnya di Tiongkok.

“Universitas ini didirikan pada tahun 1960, sejak saat itu perantau di Indonesia banyak kembali ke Tiongkok dan dilatih kembali bahasa Mandarin,” tuturnya saat diskusi ringan dengan delegasi media dari Bali di kampus setempat.

Sebagai petinggi kampus, Li Hui memuji kegigihan belajar mahasiswa Indonesia yang kuliah di Huaqiao.

Bahkan, katanya saking bagusnya tingkat penguasaan ilmu bahasa Mandarin, beberapa di antaranya langsung bisa lompat semester tanpa menempuh kuliah di bawahnya.

“Ada yang semester tiga langsung naik ke semester lima karena prestasi akademisnya yang bagus,” puji  Li Hui.

Tak disangka, seorang di antara mahasiswa itu ternyata menyelipkan sebuah koran di tasnya. Koran tersebut diselipkan dalam tas, menambah penasaran koran apakah gerangan?.

Ternyata yang membuat delegasi koran ini surprise, AA Mega Triana Dewi, lulusan SMAN 1 Singaraja itu ternyata secara khusus membawa koran Jawa Pos Radar Bali.

Ternyata ada berita di halaman Radar Buleleng yang memuat kerja sama SMAN 1 Singaraja dengan Universitas Huaqiao khusus untuk belajar bahasa Mandarin.

“Saya sengaja membawa koran Radar Bali karena memuat berita kerja sama SMAN 1 Singaraja dengan Universitas Huaqiao. 

Dari berita di harian Radar Bali ini lah yang meneguhkan saya belajar di Universitas Huaqiao. Namun, saya sendiri direkomendasi oleh lembaga kursus bahasa Mandarin di Singaraja,” ungkap Mega—sapaan akrabnya.

Rata-rata mereka sudah semester akhir menempuh kuliah. Dan, mahasiswa Indonesia dikenal paling solid, kompak serta kreatif.

“Pada 29 April 2018 lalu digelar festival kesenian dan budaya Indonesia di sini, syukur kami bisa laksanakan dengan sangat baik karena mendapat pujian luar biasa,” ungkap Mega.

Mega dan Dayu Premasavitri akan pulang pada liburan musim panas Juli mendatang. “Saat pulang liburan kami akan mengajar bahasa Mandarin di Bali,” kata Premasavitri. (*/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/