28.2 C
Jakarta
25 November 2024, 23:04 PM WIB

Ditanam di Atas Pegunungan, Sakral, Ditaksir Berusia Ratusan Tahun

Tradisi upacara itu masih dirawat dan dipelihara oleh warga Banjar Insakan, Pedawa, Banjar, Buleleng. Masyarakat bali age menyebutnya upacara ngutus atau panen padi gogo.

Hasil panen itu dipakai untuk keperluan dengan upacara pujawali dan piodalan. Seperti apa?

 

JULIADI, Singaraja

PAGI itu para ibu-ibu tampak sibuk di dapur rumah menyiapkan makanan dan perlengkapan upacara ngutus atau panen padi gogo.

Berbagai sarana upacara dipersiapan untuk sebelum melakukan upacara panen padi gogo. Mulai dari banten pengetusan yang terdiri dari nasi barak, pes-pesan, telur, pangi kulit kidang, gerang, undis daun tabu, dan sudang. 

Suasana desa yang asri ditumbuhi tanaman cengkeh menambah hangat suasana persiapan upacara panen padi gogo.

Sembari menyiapkan sarana upacara sembari juga para ibu rumah tangga di Banjar Insakan, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng menyediakan sarapan pagi seperti kopi dan jajan bali. 

Sarana sesaji upacara lainnya pun disiapkan. Di antaranya jajan kukus, jajan abok selem, iwel, jajan arang-arang, jajan apem bali, pisang kaliadrem, binuoah, dan kemara.

Kemudian sesaji lainnya dari aneka buah seperti buah pisang kayu, buah sentul, jambu sotong, jambu biji, salak, ceruring, jeruk, tebu balo dan  manggis. 

Prosesi itu dimulai sekitar pukul 08.00. namun, sebelum dilakukan upacara panen padi gogo harus melakukan ritual upacara matur piung disanggah pepuun dilanjutkan dengan upacara ngetus memetik padi.

Selanjutnya melakukan babayan mengikat padi dengan memilih padi perempuan dan laki (puruse dan predana) masing-masing berjumlah 7 ikatan.

Pemasangan sanggah cucuk lahan pertanian padi gogo. “Deretan prosesi itulah disebut dengan ngetus padi gogo. Dimana beliau Shang Hyang Widhi diatas sudah

melimpah dari pada rezeki kepada masyarakat disini,” ungkap Made Genong salah satu tokoh adat di Banjar Insakan, Desa Pedawa, Banjar, Buleleng ketika ditemui usai proses itu berlangsung.

Dijelaskan Made Genong, tradisi upacara ngetus padi gogo sudah berusia sekitar ratusan tahun ini sudah ada sejak dirinya kecil dan sakral.

Sempat memang tinggalkan oleh masyarakat di Banjar Insakan, Pedawa. Itu disebabkan karena alih fungsi lahan. Masyarakat enggan mau menanam padi gogo dilahan milik.

Namun, kini melihat tradisi ini harus dirawat dan tetap lestari sehingga masyarakat mulai menanam padi gogo. Tetapi padi gogo bukan untuk  dikonsumsi melainkan khusus untuk upacara. 

“Alasan tradisi upacara ngetus padi gogo yang mendasar agar tetap bertahan. Yakni padi gogo diperlukan untuk upacara puja wali dipura puncak sari dan uoacara piodalan di desa,” tegas pria berusia 51 tahun. 

Menariknya, padi gogo ini ditanam diatas lahan pegunungan ketika musim hujan tiba pada bulan Desember 2018. Kemudian baru dipanen ketika padi gogo berusia 6 bulan.

Padi gogo yang mulai ditanam sampai akhirnya dipanen tidak menggunakan pupuk pada tanaman padi lainnya. Tetapi padi diberikan tumbuh secara alamiah. 

“Di areal seluas 8,5 tidak hanya ada tanaman padi gogo tetapi juga tanaman lainnya. Seperti jagung, kacang dan tanaman lainnya. Itu pun nanti hasil panen dari tanaman lainnya dipakai juga untuk keperluan upacara,” terangnya.

Dituturkan Made Genong, dalam upacara ngetus warga juga mengelilingi lahan pertanian yang ditanami padi gogo.

Fungsi lainnya menolak bala. Agar mulai proses panen hingga proses penanaman padi gogo kembali terhindar dari segala hal wabah dan penyakit. 

Setelah padi gogo dipanen padi dijemur kering untuk dikeringkan kemudian diikat dan dimasukkan di dalam lumbung padi. Nantinya selanjutnya baru digunakan berasnya untuk upacara pura puncak manik dan piodalan.

“Usai upacara ngetus penanaman padi gogo pasca panen akan dilakukan pada bulan Desember 2019. Dari seluas 8,5 hektar ini, kemungkinan akan ada penambahan luas areal tanam,” pungkasnya. (*)

 

Tradisi upacara itu masih dirawat dan dipelihara oleh warga Banjar Insakan, Pedawa, Banjar, Buleleng. Masyarakat bali age menyebutnya upacara ngutus atau panen padi gogo.

Hasil panen itu dipakai untuk keperluan dengan upacara pujawali dan piodalan. Seperti apa?

 

JULIADI, Singaraja

PAGI itu para ibu-ibu tampak sibuk di dapur rumah menyiapkan makanan dan perlengkapan upacara ngutus atau panen padi gogo.

Berbagai sarana upacara dipersiapan untuk sebelum melakukan upacara panen padi gogo. Mulai dari banten pengetusan yang terdiri dari nasi barak, pes-pesan, telur, pangi kulit kidang, gerang, undis daun tabu, dan sudang. 

Suasana desa yang asri ditumbuhi tanaman cengkeh menambah hangat suasana persiapan upacara panen padi gogo.

Sembari menyiapkan sarana upacara sembari juga para ibu rumah tangga di Banjar Insakan, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng menyediakan sarapan pagi seperti kopi dan jajan bali. 

Sarana sesaji upacara lainnya pun disiapkan. Di antaranya jajan kukus, jajan abok selem, iwel, jajan arang-arang, jajan apem bali, pisang kaliadrem, binuoah, dan kemara.

Kemudian sesaji lainnya dari aneka buah seperti buah pisang kayu, buah sentul, jambu sotong, jambu biji, salak, ceruring, jeruk, tebu balo dan  manggis. 

Prosesi itu dimulai sekitar pukul 08.00. namun, sebelum dilakukan upacara panen padi gogo harus melakukan ritual upacara matur piung disanggah pepuun dilanjutkan dengan upacara ngetus memetik padi.

Selanjutnya melakukan babayan mengikat padi dengan memilih padi perempuan dan laki (puruse dan predana) masing-masing berjumlah 7 ikatan.

Pemasangan sanggah cucuk lahan pertanian padi gogo. “Deretan prosesi itulah disebut dengan ngetus padi gogo. Dimana beliau Shang Hyang Widhi diatas sudah

melimpah dari pada rezeki kepada masyarakat disini,” ungkap Made Genong salah satu tokoh adat di Banjar Insakan, Desa Pedawa, Banjar, Buleleng ketika ditemui usai proses itu berlangsung.

Dijelaskan Made Genong, tradisi upacara ngetus padi gogo sudah berusia sekitar ratusan tahun ini sudah ada sejak dirinya kecil dan sakral.

Sempat memang tinggalkan oleh masyarakat di Banjar Insakan, Pedawa. Itu disebabkan karena alih fungsi lahan. Masyarakat enggan mau menanam padi gogo dilahan milik.

Namun, kini melihat tradisi ini harus dirawat dan tetap lestari sehingga masyarakat mulai menanam padi gogo. Tetapi padi gogo bukan untuk  dikonsumsi melainkan khusus untuk upacara. 

“Alasan tradisi upacara ngetus padi gogo yang mendasar agar tetap bertahan. Yakni padi gogo diperlukan untuk upacara puja wali dipura puncak sari dan uoacara piodalan di desa,” tegas pria berusia 51 tahun. 

Menariknya, padi gogo ini ditanam diatas lahan pegunungan ketika musim hujan tiba pada bulan Desember 2018. Kemudian baru dipanen ketika padi gogo berusia 6 bulan.

Padi gogo yang mulai ditanam sampai akhirnya dipanen tidak menggunakan pupuk pada tanaman padi lainnya. Tetapi padi diberikan tumbuh secara alamiah. 

“Di areal seluas 8,5 tidak hanya ada tanaman padi gogo tetapi juga tanaman lainnya. Seperti jagung, kacang dan tanaman lainnya. Itu pun nanti hasil panen dari tanaman lainnya dipakai juga untuk keperluan upacara,” terangnya.

Dituturkan Made Genong, dalam upacara ngetus warga juga mengelilingi lahan pertanian yang ditanami padi gogo.

Fungsi lainnya menolak bala. Agar mulai proses panen hingga proses penanaman padi gogo kembali terhindar dari segala hal wabah dan penyakit. 

Setelah padi gogo dipanen padi dijemur kering untuk dikeringkan kemudian diikat dan dimasukkan di dalam lumbung padi. Nantinya selanjutnya baru digunakan berasnya untuk upacara pura puncak manik dan piodalan.

“Usai upacara ngetus penanaman padi gogo pasca panen akan dilakukan pada bulan Desember 2019. Dari seluas 8,5 hektar ini, kemungkinan akan ada penambahan luas areal tanam,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/