26.1 C
Jakarta
26 April 2024, 6:15 AM WIB

Persembahkan Banten Khusus, Tampilkan Ragam Tarian Sakral saat Ritual

Salah satu upacara sakral dan selalu memiliki nilai religius yang kuat bagi masyarakat Bali Aga Desa Pedawa adalah upacara Saba Malunin. Upacara ini ditampilkan setiap 1.825 hari sekali.

 

JULIADI, Banjar

SEJUMLAH krama Desa Adat Pedawa sekitar pukul 09.00 sudah berkumpul di Pura Desa Pedawa. Mulai dari kalangan para petua desa, tokoh adat, tokoh masyarakat ibu-ibu, hingga muda-mudi desa.

Mereka datang ke Pura Desa untuk menghelat upacara nan sakral Saba Malunin khas Desa Pedawa yang dilaksanakan setiap 1.825 hari  atau 5 tahun sekali.

Saat Jawa Pos Radar Bali mengintip pelaksanaan upacara Saba Malunin, Senin (14/10) lalu di Pura Desa, sekelompok anak muda desa beranggota 5 orang sambil memegang tongkat dengan gemulai menari tarian sakral khas desa tersebut.

Tarian Gede disebut tarian baris. Tarian ini hanya dapat ditampilkan saat krama di Desa Pedama melaksanakan upacara Saba Malunin.

Kelian Adat Desa Pedawa Wayan Sudiastika yang didampingi I Wayan Sukrata tetua Desa Pedawa menyatakan, pelaksanaan upacara Saba Malunin saat ini jatuh pada hari Purna Kapat.

Upacara ini berlangsung selama tiga hari. Mulai dari Minggu (13/10) hingga Selasa (15/10) hari ini. Sebelum dilakukan upacara, krama desa harus mengawali dengan sakep pungan tahun (rembuk adat).

Dalam sangkep pungan tahun ada dua hal yang dibicarakan. Yakni persoalan awig-awig dan lelintih desa yang akan dilaksanakan berikutnya.

Lanjutnya dari upacara Saba Malunin yang menarik banten yang di bawa krama desa ke pura. Banten balun atau (banten lungguh) suci.

Jika melihat dari sisi bentuk banten ini memiliki ciri khas tersendiri. Di tempat dalam sebuah wadah klakat bamboo, tidak begitu besar dibungkus daun pisang lalu dikat dengan daun gula aren muda.

Kemudian isi dari banten balun tersebut nasi, sayur, gerang bankuk, lawar merah putih, daging babi, cabai, dan bawang mentah.

Ditambah lagi buah pisang setandan. Sebagai pelengkap dari banten balu juga diisi dengan gantal dan sirih yang dirangkai sesuai adat Pedawa.  

“Lebih menarik dan uniknya lagi banten ini dibawa pura desa harus menggunakan tongkat terbuat dari kayu. Sebagai ciri banten tersebut sudah tua dan suci,” ucap Sudiastika.

Ditambahkan I Wayan Sukrata, banten balun yang dibawa ke pura desa saat upacara saba maluni sisi makna menunjukkan bahwa desa ini teteg.

Dalam artian desa ini dalam keadaaan mapan baik spiritual maupun jasmani dan rohani. Maka dari itu setiap upacara saba malunin jika persembahan-persembahan banten

balun dilakukan sembarangan akan berakibat hal tidak baik bagi desa. Akibatnya bisa kematian bisa juga kemakmuran.

“Disini masyarakat Pedawa sangat yakin bila mana persembahan suami istri dengan membawa banten balun ke pura desa sebagai persembahan wakil dirinya kepada  Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Karena banten balu dalam artian kata “ba” badan, wakil dari suami istri. “Lu” artinya lungguh orang yang duduk dalam tata lungguh. Siapa yang duduk dilungguh orang yang sudah menikah,” tuturnya.

Sukrata juga menjelaskan perihal tarian-tarian yang hanya dipentaskan dalam upacara saba malunin. Ada 11 tarian yang harus dilaksanakan dalam upacara saba maluni.

Yakni tari baris, tari mepetokan, tari nabuin, tari meblawangan, tari abuang-abuangan, tari rejang akilukan, tarian kebak-kebayan, tari gayung, tari puser gantung, dan tari langkarang.

“Tari sakral ini dipentaskan dalam waktu saba. Tidak boleh ditampilkan selain waktu itu. Karena waktu saba membawa tatanan dan nilai spiritual dan religius,” imbuhnya. (*)

 

 

Salah satu upacara sakral dan selalu memiliki nilai religius yang kuat bagi masyarakat Bali Aga Desa Pedawa adalah upacara Saba Malunin. Upacara ini ditampilkan setiap 1.825 hari sekali.

 

JULIADI, Banjar

SEJUMLAH krama Desa Adat Pedawa sekitar pukul 09.00 sudah berkumpul di Pura Desa Pedawa. Mulai dari kalangan para petua desa, tokoh adat, tokoh masyarakat ibu-ibu, hingga muda-mudi desa.

Mereka datang ke Pura Desa untuk menghelat upacara nan sakral Saba Malunin khas Desa Pedawa yang dilaksanakan setiap 1.825 hari  atau 5 tahun sekali.

Saat Jawa Pos Radar Bali mengintip pelaksanaan upacara Saba Malunin, Senin (14/10) lalu di Pura Desa, sekelompok anak muda desa beranggota 5 orang sambil memegang tongkat dengan gemulai menari tarian sakral khas desa tersebut.

Tarian Gede disebut tarian baris. Tarian ini hanya dapat ditampilkan saat krama di Desa Pedama melaksanakan upacara Saba Malunin.

Kelian Adat Desa Pedawa Wayan Sudiastika yang didampingi I Wayan Sukrata tetua Desa Pedawa menyatakan, pelaksanaan upacara Saba Malunin saat ini jatuh pada hari Purna Kapat.

Upacara ini berlangsung selama tiga hari. Mulai dari Minggu (13/10) hingga Selasa (15/10) hari ini. Sebelum dilakukan upacara, krama desa harus mengawali dengan sakep pungan tahun (rembuk adat).

Dalam sangkep pungan tahun ada dua hal yang dibicarakan. Yakni persoalan awig-awig dan lelintih desa yang akan dilaksanakan berikutnya.

Lanjutnya dari upacara Saba Malunin yang menarik banten yang di bawa krama desa ke pura. Banten balun atau (banten lungguh) suci.

Jika melihat dari sisi bentuk banten ini memiliki ciri khas tersendiri. Di tempat dalam sebuah wadah klakat bamboo, tidak begitu besar dibungkus daun pisang lalu dikat dengan daun gula aren muda.

Kemudian isi dari banten balun tersebut nasi, sayur, gerang bankuk, lawar merah putih, daging babi, cabai, dan bawang mentah.

Ditambah lagi buah pisang setandan. Sebagai pelengkap dari banten balu juga diisi dengan gantal dan sirih yang dirangkai sesuai adat Pedawa.  

“Lebih menarik dan uniknya lagi banten ini dibawa pura desa harus menggunakan tongkat terbuat dari kayu. Sebagai ciri banten tersebut sudah tua dan suci,” ucap Sudiastika.

Ditambahkan I Wayan Sukrata, banten balun yang dibawa ke pura desa saat upacara saba maluni sisi makna menunjukkan bahwa desa ini teteg.

Dalam artian desa ini dalam keadaaan mapan baik spiritual maupun jasmani dan rohani. Maka dari itu setiap upacara saba malunin jika persembahan-persembahan banten

balun dilakukan sembarangan akan berakibat hal tidak baik bagi desa. Akibatnya bisa kematian bisa juga kemakmuran.

“Disini masyarakat Pedawa sangat yakin bila mana persembahan suami istri dengan membawa banten balun ke pura desa sebagai persembahan wakil dirinya kepada  Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Karena banten balu dalam artian kata “ba” badan, wakil dari suami istri. “Lu” artinya lungguh orang yang duduk dalam tata lungguh. Siapa yang duduk dilungguh orang yang sudah menikah,” tuturnya.

Sukrata juga menjelaskan perihal tarian-tarian yang hanya dipentaskan dalam upacara saba malunin. Ada 11 tarian yang harus dilaksanakan dalam upacara saba maluni.

Yakni tari baris, tari mepetokan, tari nabuin, tari meblawangan, tari abuang-abuangan, tari rejang akilukan, tarian kebak-kebayan, tari gayung, tari puser gantung, dan tari langkarang.

“Tari sakral ini dipentaskan dalam waktu saba. Tidak boleh ditampilkan selain waktu itu. Karena waktu saba membawa tatanan dan nilai spiritual dan religius,” imbuhnya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/