27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:54 AM WIB

Tradisi Turunan dari Para Tetua, Sampaikan Doa Keselamatan

Ada ritual khas sasih sada (bulan ke-12 kalender Bali) di Desa Abang, Kecamatan Abang, Karangasem, yang berlangsung kemarin. Warga serentak menggelar upacara dan berbagi hidangan masakan.

 

 

I WAYAN PUTRA, Amlapura

SUASANA Sabtu pagi (18/5) di Desa Abang tampak sibuk. Warga memotong-motong daging babi sebelum diolah. Daging tersebut dibuat berbagai macam sarana upacara.

Di antaranya bikin gubahan, sate dan berbagai macam olahan untuk sarana upacara. Juga diolah begitu rupa untuk tradisi ngejot.

Sementara para ibu juga tidak kalah sibuk. Mereka yang ada di atas bale-bale rumah sibuk metanding (merangkai perlengkapan upacara).

Sebelumnya pagi hari krama laki laki sebagian sibuk ngejuk kucit (menangkap babi) yang akan dipotong. Kesibukan ini terjadi menjelang ritual piodalan Ngepitu di Desa Abang, Karangasem.

Sementara olahan daging babi untuk jotan (diberikan kepada tetangga), yang diolah sedemikian rupa, agar enak, nikmat, gurih. Ngejot ini juga sebagai simbol kebersamaan warga setempat. 

Ngejot dilakukan kepada tetangga yang tidak melaksanakan odalan. Karena tidak semua warga melaksanakan odalan saat Ngepitu.

Ada piodalan lain yang mereka ikuti dan saat itu mereka juga membalas melakukan ngejot. Ngejot sendiri merupakan tradisi memberikan  makanan kepada tetangganya yang tidak ngodalin.

Menurut Perbekel Desa Abang, I Nyoman Sutirtayana, tradisi ini rutin digelar setiap purnama Sasih Sada (bulan 12 penanggalan Bali).

Tradisi Ngepitu ini sebagai ujud bakti kepada Tuhan dan juga kepada leluhur. Upacara ini dilakukan di pura paibon kilitan (keluarga besar) masing – masing warga.

Pada Ngepitu ini di Abang sebagian besar warga menggelar upacara di pura Paibon (pura keluarba besar) masing masing.

Uniknya, semua sarana upacara menggunakan babi guling dan jerimpen gubahan. Gubahan ini berupa daging babi yang dijadikan sate dengan bentuk sedemikian rupa.

Gubahan ini juga memiliki makna dan arti tersendiri. Setelah dipakai sate gubahan, daging babi lainnya juga diolah menjadi sate biasa dan olahan lainya.

Inilah yang nanti akan dipakai ngejot kepada warga yang tidak ngodalin. Sehingga warga lainya yang tidak membuat upacara saat itu juga ikut menikmati hidangan sate babi yang diberikan.

“Kalau ngejot itu besaranya tidak harus gede amat. Semampunya saja. Disesuaikan dengan kemampuan individu masing -masing,” ujar perbekel muda yang juga mantan wartawan tersebut.

Ada satu lagi tradisi yang tidak kalah seru. Yakni ngejot babi guling. Masing- masing pura paibon yang ngodalin memotong dua sampai tiga ekor  babi.

Ini untuk dijadikan babi guling. Karena di Desa Abang saat Ngepitu seperti ini ada puluhan ekor babi yang dipotong untuk sarana upacara. Selain jadi babi guling juga untuk jerimpen gubahan.

Piodalan sendiri digelar selama satu hari, dan keesokan harinya dilakukan ngelungsur. Ngelungsir  terkait Ngepitu dilakukan Minggu kemarin (19/5).

Dari pantauan Jawa Pos Radar Bali ini saat tradisi Ngepitu salah satunya di Paibon Dadya Kemoning, Abang Kelod. Upacara Ngepitu berjalan dengan khusyuk Sabtu lalu (18/5).

Odalan dipimpin Jro Mangku pura, Jro Mangku Sudi. “Tradisi Ngepitu di Abang memang lain dari yang lain,” ujarnya.

Di Desa lain Ngepitu dilakukan saat sasih kepitu (bulan tujuh penanggalan Bali). Namun di Abang Kelod (wilayah Abang selatan) dilakukan pada sasih sada.

“Ini sudah tradisi turun temurun yang tidak bisa kami ubah,” ujarnya. Menurut Jro Mangku Nengah Adi Suda Darma, kalau Ngepitu di Desa Abang memang dilakukan pada sasih sada.

Ini karena Ngepitu sangat erat kaitanya dengan memohon keselamatan kepada Sesuunan Ida Betara di Gunung Agung dan di Pura Puseh Kedampal.

Sebelum di Pura Puseh Kedampal mengelar aci maka di Abang tidak berani menggelar upacara Ngepitu.

Ini menurut kepercayaan warga di sana, Desa Abang terhindar dari bencana erupsi Gunung Agung karena adanya Gunung Kedampal.

Gunung tersebut berada lurus dengan Desa Abang. Bukit atau Gunung Kedampal inilah yang menyelamatkan Desa Abang dari lelehan lahar saat erupsi Gunung Agung di tahun 1963 silam, termasuk tahun- tahun sebelumnya.

Selain itu, makna Ngepitu ini juga untuk memohon keselamatan kepada Ida Sesuhunan  atau kepada leluhur (para orang tua yang sudah meninggal dunia).

Ada keyakinan di Desa Abang kalau persembahan Ngepitu di Abang merupakan persembahan yang paling pertama katur atau ditujukan kepada Gunung Agung.

Saat nganteb aci Ngepitu di pura menggunakan gamelan tradisional gambang. Sebelum gambang dibunyikan tidak boleh melakukan persembahyangan atau ngantebang banten Ngepitu.

Diakui, bahwa itu merupakan cerita dari tetua warga Desa Abang yang sampai saat ini juga masih diyakini warga setempat.  (*)

 

 

 

Ada ritual khas sasih sada (bulan ke-12 kalender Bali) di Desa Abang, Kecamatan Abang, Karangasem, yang berlangsung kemarin. Warga serentak menggelar upacara dan berbagi hidangan masakan.

 

 

I WAYAN PUTRA, Amlapura

SUASANA Sabtu pagi (18/5) di Desa Abang tampak sibuk. Warga memotong-motong daging babi sebelum diolah. Daging tersebut dibuat berbagai macam sarana upacara.

Di antaranya bikin gubahan, sate dan berbagai macam olahan untuk sarana upacara. Juga diolah begitu rupa untuk tradisi ngejot.

Sementara para ibu juga tidak kalah sibuk. Mereka yang ada di atas bale-bale rumah sibuk metanding (merangkai perlengkapan upacara).

Sebelumnya pagi hari krama laki laki sebagian sibuk ngejuk kucit (menangkap babi) yang akan dipotong. Kesibukan ini terjadi menjelang ritual piodalan Ngepitu di Desa Abang, Karangasem.

Sementara olahan daging babi untuk jotan (diberikan kepada tetangga), yang diolah sedemikian rupa, agar enak, nikmat, gurih. Ngejot ini juga sebagai simbol kebersamaan warga setempat. 

Ngejot dilakukan kepada tetangga yang tidak melaksanakan odalan. Karena tidak semua warga melaksanakan odalan saat Ngepitu.

Ada piodalan lain yang mereka ikuti dan saat itu mereka juga membalas melakukan ngejot. Ngejot sendiri merupakan tradisi memberikan  makanan kepada tetangganya yang tidak ngodalin.

Menurut Perbekel Desa Abang, I Nyoman Sutirtayana, tradisi ini rutin digelar setiap purnama Sasih Sada (bulan 12 penanggalan Bali).

Tradisi Ngepitu ini sebagai ujud bakti kepada Tuhan dan juga kepada leluhur. Upacara ini dilakukan di pura paibon kilitan (keluarga besar) masing – masing warga.

Pada Ngepitu ini di Abang sebagian besar warga menggelar upacara di pura Paibon (pura keluarba besar) masing masing.

Uniknya, semua sarana upacara menggunakan babi guling dan jerimpen gubahan. Gubahan ini berupa daging babi yang dijadikan sate dengan bentuk sedemikian rupa.

Gubahan ini juga memiliki makna dan arti tersendiri. Setelah dipakai sate gubahan, daging babi lainnya juga diolah menjadi sate biasa dan olahan lainya.

Inilah yang nanti akan dipakai ngejot kepada warga yang tidak ngodalin. Sehingga warga lainya yang tidak membuat upacara saat itu juga ikut menikmati hidangan sate babi yang diberikan.

“Kalau ngejot itu besaranya tidak harus gede amat. Semampunya saja. Disesuaikan dengan kemampuan individu masing -masing,” ujar perbekel muda yang juga mantan wartawan tersebut.

Ada satu lagi tradisi yang tidak kalah seru. Yakni ngejot babi guling. Masing- masing pura paibon yang ngodalin memotong dua sampai tiga ekor  babi.

Ini untuk dijadikan babi guling. Karena di Desa Abang saat Ngepitu seperti ini ada puluhan ekor babi yang dipotong untuk sarana upacara. Selain jadi babi guling juga untuk jerimpen gubahan.

Piodalan sendiri digelar selama satu hari, dan keesokan harinya dilakukan ngelungsur. Ngelungsir  terkait Ngepitu dilakukan Minggu kemarin (19/5).

Dari pantauan Jawa Pos Radar Bali ini saat tradisi Ngepitu salah satunya di Paibon Dadya Kemoning, Abang Kelod. Upacara Ngepitu berjalan dengan khusyuk Sabtu lalu (18/5).

Odalan dipimpin Jro Mangku pura, Jro Mangku Sudi. “Tradisi Ngepitu di Abang memang lain dari yang lain,” ujarnya.

Di Desa lain Ngepitu dilakukan saat sasih kepitu (bulan tujuh penanggalan Bali). Namun di Abang Kelod (wilayah Abang selatan) dilakukan pada sasih sada.

“Ini sudah tradisi turun temurun yang tidak bisa kami ubah,” ujarnya. Menurut Jro Mangku Nengah Adi Suda Darma, kalau Ngepitu di Desa Abang memang dilakukan pada sasih sada.

Ini karena Ngepitu sangat erat kaitanya dengan memohon keselamatan kepada Sesuunan Ida Betara di Gunung Agung dan di Pura Puseh Kedampal.

Sebelum di Pura Puseh Kedampal mengelar aci maka di Abang tidak berani menggelar upacara Ngepitu.

Ini menurut kepercayaan warga di sana, Desa Abang terhindar dari bencana erupsi Gunung Agung karena adanya Gunung Kedampal.

Gunung tersebut berada lurus dengan Desa Abang. Bukit atau Gunung Kedampal inilah yang menyelamatkan Desa Abang dari lelehan lahar saat erupsi Gunung Agung di tahun 1963 silam, termasuk tahun- tahun sebelumnya.

Selain itu, makna Ngepitu ini juga untuk memohon keselamatan kepada Ida Sesuhunan  atau kepada leluhur (para orang tua yang sudah meninggal dunia).

Ada keyakinan di Desa Abang kalau persembahan Ngepitu di Abang merupakan persembahan yang paling pertama katur atau ditujukan kepada Gunung Agung.

Saat nganteb aci Ngepitu di pura menggunakan gamelan tradisional gambang. Sebelum gambang dibunyikan tidak boleh melakukan persembahyangan atau ngantebang banten Ngepitu.

Diakui, bahwa itu merupakan cerita dari tetua warga Desa Abang yang sampai saat ini juga masih diyakini warga setempat.  (*)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/