34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 14:46 PM WIB

Larang Sponsor Berbau Politik, Badung Gelontor Dana Rp 12,8 Miliar

MANGUPURA – Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Badung IB Anom Bhasma menerangkan ogoh-ogoh yang dibuat menggambarkan sosok bhutakala,

tidak bermuatan politis, tidak mengandung unsur pornografi, berbau SARA, dan tidak menggunakan bahan styrofoam.

“Yang jelas ogoh-ogoh tidak boleh bermuatan politis. Termasuk baju dan juga sponsor tidak boleh bermuatan politis, ” terang Anom Bhasma kepada Jawa Pos Radar Bali.

Lebih lanjut, menurutnya pelarangan ogoh-ogoh bermuatan politis ini agar tidak mencemari perayaan Nyepi. Karena ini murni untuk kreativitas dan juga tidak melenceng dari tatwa (filsafat) agama.

“Ya, ogoh-ogoh harus menyerupai bhutakala. Karena memiliki makna untuk nyomya (netralisasi)  bhutakala dan generasi muda dapat memahami makna Nyepi itu sendiri seperti apa,” ungkapnya.

Disbud Badung juga telah memberi surat edaran dan juga menyosialisasikan terkait larangan pembuatan ogoh-ogoh yang bermuatan politis.

“Surat edaran dan juga sosialisasi kami sudah lakukan di masing-masing sekaa teruna,” jelasnya. Kata dia, sebanyak 534 sekaa teruna terunia (STT) yang ada di Badung dipastikan mematuhi aturan tersebut.

Karena ogoh-ogoh yang dibuat dilombakan. Bahkan, Pemkab Badung  menganggarkan  Rp 12, 8 miliar lebih untuk bantuan ogoh-ogoh.

Setiap STT akan mendapat dana Rp 24 juta, dipotong pajak 15 persen. “Kalau ada yang melanggar tentu didiskualifikasi dan tidak dinilai, ” ungkap birokrat asal Desa Taman, Abiansemal, ini.

Selain tidak bermuatan politis, ogoh-ogoh juga harus ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan plastik dan styrofoam. 

“Kami mengajarkan tentang lingkungan. Melalui ogoh-ogoh banyak hal bisa dilakukan. Mulai menumbuhkan kreativitas, mempererat hubungan, dan persatuan,” jelasnya.

Sementara Gede “Timbool” Agustinus Darmawan salah satu pelaku seni asal Badung menilai pelarangan membuat ogoh-ogoh yang bertema politik sah-sah saja.

Sebab, di era sekarang menjelang pemilihan presiden (pilpres) dan juga pemilihan legislatif (pileg) tentu kegiatan ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

“Misalnya, ada yang membuat ogoh-ogoh seperti pohon atau binatang tertentu, nanti dikaitkan dengan lambang partai politik. Kan repot nanti. Padahal kalau membuat ogoh-ogoh itu murni kreativitas dalam berkesenian,” ungkapnya.

Selain itu, penggunaan sound sistem dalam mengarak ogoh-ogoh juga penting untuk dilarang karena sudah di luar konteks budaya.

“Jadi manfaatkan sound system pada tempatnya. Jangan pada saat mengarak ogoh-ogoh menggunakan sound system, apalagi berisi musik disko tentu kurang tepat,” pungkasnya. 

 

 

MANGUPURA – Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Badung IB Anom Bhasma menerangkan ogoh-ogoh yang dibuat menggambarkan sosok bhutakala,

tidak bermuatan politis, tidak mengandung unsur pornografi, berbau SARA, dan tidak menggunakan bahan styrofoam.

“Yang jelas ogoh-ogoh tidak boleh bermuatan politis. Termasuk baju dan juga sponsor tidak boleh bermuatan politis, ” terang Anom Bhasma kepada Jawa Pos Radar Bali.

Lebih lanjut, menurutnya pelarangan ogoh-ogoh bermuatan politis ini agar tidak mencemari perayaan Nyepi. Karena ini murni untuk kreativitas dan juga tidak melenceng dari tatwa (filsafat) agama.

“Ya, ogoh-ogoh harus menyerupai bhutakala. Karena memiliki makna untuk nyomya (netralisasi)  bhutakala dan generasi muda dapat memahami makna Nyepi itu sendiri seperti apa,” ungkapnya.

Disbud Badung juga telah memberi surat edaran dan juga menyosialisasikan terkait larangan pembuatan ogoh-ogoh yang bermuatan politis.

“Surat edaran dan juga sosialisasi kami sudah lakukan di masing-masing sekaa teruna,” jelasnya. Kata dia, sebanyak 534 sekaa teruna terunia (STT) yang ada di Badung dipastikan mematuhi aturan tersebut.

Karena ogoh-ogoh yang dibuat dilombakan. Bahkan, Pemkab Badung  menganggarkan  Rp 12, 8 miliar lebih untuk bantuan ogoh-ogoh.

Setiap STT akan mendapat dana Rp 24 juta, dipotong pajak 15 persen. “Kalau ada yang melanggar tentu didiskualifikasi dan tidak dinilai, ” ungkap birokrat asal Desa Taman, Abiansemal, ini.

Selain tidak bermuatan politis, ogoh-ogoh juga harus ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan plastik dan styrofoam. 

“Kami mengajarkan tentang lingkungan. Melalui ogoh-ogoh banyak hal bisa dilakukan. Mulai menumbuhkan kreativitas, mempererat hubungan, dan persatuan,” jelasnya.

Sementara Gede “Timbool” Agustinus Darmawan salah satu pelaku seni asal Badung menilai pelarangan membuat ogoh-ogoh yang bertema politik sah-sah saja.

Sebab, di era sekarang menjelang pemilihan presiden (pilpres) dan juga pemilihan legislatif (pileg) tentu kegiatan ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

“Misalnya, ada yang membuat ogoh-ogoh seperti pohon atau binatang tertentu, nanti dikaitkan dengan lambang partai politik. Kan repot nanti. Padahal kalau membuat ogoh-ogoh itu murni kreativitas dalam berkesenian,” ungkapnya.

Selain itu, penggunaan sound sistem dalam mengarak ogoh-ogoh juga penting untuk dilarang karena sudah di luar konteks budaya.

“Jadi manfaatkan sound system pada tempatnya. Jangan pada saat mengarak ogoh-ogoh menggunakan sound system, apalagi berisi musik disko tentu kurang tepat,” pungkasnya. 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/