GIANYAR – Kabar duka datang dari Bali jelang puncak Pemilu 2019 Rabu (17/4) hari ini. Nilai-nilai luhur demokrasi dan reformasi terinjak-injak di Kabupaten Gianyar, Bali.
Desa Pakraman Badung, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Gianyar membuat kesepakatan yang sangat bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, Prajuru Desa Pakraman Badung yang terdiri atas Kelian Dinas I Made Suyantara, Kelian Adat I Ketut Murkiasa,
Bendesa I Wayan Darmika, dan Penyarikan Anak Agung Gede Putra Suweta, S.Pd. menandatangani kesepakatan atau keputusan yang bisa membuat mereka berpeluang masuk bui.
Dalam selebaran yang ditandatangani keempat oknum ini tertulis dengan terang-benderang jumlah sanksi adat alias denda peturunan pembangunan sebesar Rp 7.500.000 rupiah bila tidak mencoblos tiga orang caleg.
Pengumuman tersebut berbunyi, ”Pada hari Kamis, 4 April 2019 bertempat di Balai Banjar Badung, Desa Melinggih telah diadakan rapat atau paruman Desa Pakraman Badung dari pukul 19.00 sampai selesai.
Telah diputuskan sebagai berikut. Mendukung, menyukseskan, dan memenangkan satu jalur Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Pilpres/Wapres dan Pemilu Legislatif 2019.
Pengambilan C6 oleh yang bersangkutan ke balai banjar. Mencoblos paslon presiden/wakil presiden nomor 1; mencoblos caleg I Nyoman Parta, SH nomor 7; mencoblos caleg I Kadek Diana, SH nomor 1; mencoblos caleg I Wayan Suartana nomor 2.
Apabila melanggar kesepakatan/ keputusan dikenakan sanksi adat/peturunan pembangunan sebesar Rp 7.500.000 rupiah. Demikianlah keputusan/kesepakatan dibuat agar dapat dipergunakan seperlunya.”
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali, I Ketut Rudia mengaku telah mengantongi bukti selebaran berisi ancaman membayar denda Rp 7.500.000 bila tidak memilih caleg tertentu.
“Kita lihat aturanya dulu ya,” ucapnya saat ditanyai apakah para oknum yang menandatangani selebaran itu berpeluang masuk bui.