27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:27 AM WIB

Agar Bali Tak Jadi Seperti India, Pejabat dan Tokoh Harus Jadi Contoh

Tenaga medis di Bali dihantui ledakan kasus Covid-19 seperti di India. Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan.

Virus varian baru dari Afrika Selatan dan Inggris dinyatakan telah masuk ke Bali. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat agar Bali tak bernasib seperti India?

 

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar 

KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali, dr. I Gede Putra Suteja mengatakan, tidak hanya Covid-19, virus lain juga setiap saat pasti bermutasi.

Pemicunya bisa karena kondisi lingkungan dan tubuh manusia itu sendiri. Bisa juga disebabkan faktor lain, varian baru masuk ke satu wilayah karena ada yang membawa dari luar.

Hal itu ditegaskannya saat ditanya terkait benar tidaknya virus Covid-19 itu bermutasi. Apakah virus yang bermutasi itu lebih ganas?

Suteja mengungkapkan, varian baru bermacam-macam jenisnya. Ada yang mutasinya tidak seganas virus aslinya, artinya lebih lemah. Tapi, ada juga yang lebih ganas.

Ada juga yang lebih cepat menyebar, tapi tidak ganas. “Sekarang tugas pemerintah untuk meneliti karakter varian baru itu apakah lebih ganas atau tidak,” ujarnya.

Seberapa besar efek vaksin terhadap virus mutasi baru ini? Menurutnya, di Amerika 0,5 persen dari orang yang divaksin terpapar Covid-19.

Sementara di Jakarta 0,8 persen yang divaksin juga positif. “Artinya vaksin tidak menjamin orang bebas Covid-19. Bedanya, kalau sudah divaksin gejalanya lebih ringan daripada tidak divaksin,” kata Suteja.

Bagaimana Anda melihat kedisiplinan protokol kesehatan (prokes) saat ini? “Saya melihat semakin ke sini banyak yang semakin campah (meremehkan) dan agak kendor.

Lihat tempat belanja yang selalu penuh dengan kerumunan. Belum lagi acara adat dan agama yang sudah mulai berangsur seperti normal, penuh massa,” sambungnya.

Menurut Suteja, kenapa prokes bisa kendor itu karena banyak penyebabnya. “Salah satunya ada pejabat dan tokoh yang tidak bisa dijadikan contoh masyarakat.

Mereka sering memakai masker dengan tidak benar dan membuat acara yang mengundang kerumunan masyarakat,” ujarnya.

Dia berharap para pejabat dan tokoh harus bisa menjadi contoh menerapkan prokes yang benar. Ada dua prokes yang bisa meminimalkan seseorang terpapar Covid-19.

Yakni memakai masker dengan benar dan menghindari kerumumann, itu paling penting. “Sayangnya sekarang banyak orang yang bermasker tapi tidak benar.

Masker ditempatkan di dagu. Bermasker itu hanya masalah kebiasaan. Kalau sudah terbiasa bermasker akan baik-baik saja (tidak risih). Jangan setelah ada varian baru masuk terus kebakaran jenggot,” ungkapnya.

Bagaimana dengan libur Lebaran, apakah akan ada dampak terhadap lonjakan kasus?Suteja mengungkapkan, dalam menghadapi Lebaran wajib hindari kerumunan.

Silaturahmi kalau bisa dengan anggota terdekat saja. Syukur bisa secara daring. Sebab, kata dia, bukan masalah mudiknya. Pasalnya, mudik itu masalah sekunder.

Yang menjadi masalah kerumunan massa dan tidak memakai masker dengan benar. Suteja menegaskan, virus ini masih ada dan pasti bermutasi.

Apa harapan Anda pada pemerintah? “Tolong vaksinasi dilanjutkan terus. Saya berterimakasih pada pemerintah yang sudah mengutamakan vaksin terhadap tenaga kesehatan.

Saat ini angka positif dan kematian menurun tajam. Selanjutnya, pemerintah harus mengantisipasi arus balik Lebaran atau pelaku perjalanan dalam negeri.

Mulai sekarang persiapkan oksigen dan tempat isolasi untuk mengantisipasi lonjakan kasus. Kita belajar dari India,”pungkasnya. (*)

 

Tenaga medis di Bali dihantui ledakan kasus Covid-19 seperti di India. Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan.

Virus varian baru dari Afrika Selatan dan Inggris dinyatakan telah masuk ke Bali. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat agar Bali tak bernasib seperti India?

 

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar 

KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali, dr. I Gede Putra Suteja mengatakan, tidak hanya Covid-19, virus lain juga setiap saat pasti bermutasi.

Pemicunya bisa karena kondisi lingkungan dan tubuh manusia itu sendiri. Bisa juga disebabkan faktor lain, varian baru masuk ke satu wilayah karena ada yang membawa dari luar.

Hal itu ditegaskannya saat ditanya terkait benar tidaknya virus Covid-19 itu bermutasi. Apakah virus yang bermutasi itu lebih ganas?

Suteja mengungkapkan, varian baru bermacam-macam jenisnya. Ada yang mutasinya tidak seganas virus aslinya, artinya lebih lemah. Tapi, ada juga yang lebih ganas.

Ada juga yang lebih cepat menyebar, tapi tidak ganas. “Sekarang tugas pemerintah untuk meneliti karakter varian baru itu apakah lebih ganas atau tidak,” ujarnya.

Seberapa besar efek vaksin terhadap virus mutasi baru ini? Menurutnya, di Amerika 0,5 persen dari orang yang divaksin terpapar Covid-19.

Sementara di Jakarta 0,8 persen yang divaksin juga positif. “Artinya vaksin tidak menjamin orang bebas Covid-19. Bedanya, kalau sudah divaksin gejalanya lebih ringan daripada tidak divaksin,” kata Suteja.

Bagaimana Anda melihat kedisiplinan protokol kesehatan (prokes) saat ini? “Saya melihat semakin ke sini banyak yang semakin campah (meremehkan) dan agak kendor.

Lihat tempat belanja yang selalu penuh dengan kerumunan. Belum lagi acara adat dan agama yang sudah mulai berangsur seperti normal, penuh massa,” sambungnya.

Menurut Suteja, kenapa prokes bisa kendor itu karena banyak penyebabnya. “Salah satunya ada pejabat dan tokoh yang tidak bisa dijadikan contoh masyarakat.

Mereka sering memakai masker dengan tidak benar dan membuat acara yang mengundang kerumunan masyarakat,” ujarnya.

Dia berharap para pejabat dan tokoh harus bisa menjadi contoh menerapkan prokes yang benar. Ada dua prokes yang bisa meminimalkan seseorang terpapar Covid-19.

Yakni memakai masker dengan benar dan menghindari kerumumann, itu paling penting. “Sayangnya sekarang banyak orang yang bermasker tapi tidak benar.

Masker ditempatkan di dagu. Bermasker itu hanya masalah kebiasaan. Kalau sudah terbiasa bermasker akan baik-baik saja (tidak risih). Jangan setelah ada varian baru masuk terus kebakaran jenggot,” ungkapnya.

Bagaimana dengan libur Lebaran, apakah akan ada dampak terhadap lonjakan kasus?Suteja mengungkapkan, dalam menghadapi Lebaran wajib hindari kerumunan.

Silaturahmi kalau bisa dengan anggota terdekat saja. Syukur bisa secara daring. Sebab, kata dia, bukan masalah mudiknya. Pasalnya, mudik itu masalah sekunder.

Yang menjadi masalah kerumunan massa dan tidak memakai masker dengan benar. Suteja menegaskan, virus ini masih ada dan pasti bermutasi.

Apa harapan Anda pada pemerintah? “Tolong vaksinasi dilanjutkan terus. Saya berterimakasih pada pemerintah yang sudah mengutamakan vaksin terhadap tenaga kesehatan.

Saat ini angka positif dan kematian menurun tajam. Selanjutnya, pemerintah harus mengantisipasi arus balik Lebaran atau pelaku perjalanan dalam negeri.

Mulai sekarang persiapkan oksigen dan tempat isolasi untuk mengantisipasi lonjakan kasus. Kita belajar dari India,”pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/