Penemuan tulang kerangka manusia di Desa Kalisada, Seririt, beberapa hari lalu masih membekas di benak warga. Agar tidak menimbulkan aura negative, warga setempat menggelar upacara pecaruan. Seperti apa?
JULIADI, Seririt
KERAP kali warga Banjar Dinas Tegal Lenge, Kalisada, Seririt terbayang dengan penemuan tulang kerangka manusia beberapa waktu lalu.
Bahkan, masih ada yang sering mengalami mimpi aneh dengan ditangani seorang perempuan di lokasi penemuan tulang kerangka manusia itu.
Kondisi ini memaksa pihak Desa Kalisada memutuskan untuk menggelar upacara Mecaru yang digelar Senin (15/7) lalu.
Upacara mecaru dipusatkan di perempatan Jalan Banjar Dinas Tegal Lenge sekitar 100 meter dari lokasi penemuan tulang kerangka manusia di kebun milik PT. Mayora yang digaraf oleh Perbekel Kalisada.
Pencaruan kali ini mengambil caru panca sata. Dengan tujuan menghilang dan membersihkan hal-hal bersifat negatif (buruk). Selain itu agar warga Desa Kalisada diberikan keselamatan.
Sekitar pukul 10.00 sampai pukul 12.00 siang upacara mecaru dilakukan. Sejumlah warga tampak hikmat melakukan upacara pencaruan yang dipuput langsung
oleh Jero Mangku Nyoman Srinata bersama sembilan pemangku dari paguyuban pemangku yang ada di desa adat setempat.
Perbekel Kalisada Nyoman Bagiarta yang kini memasuki masa cuti karena Pilkel serentak menjelaskan, pascapenemuan tulang kerangka manusia beberapa waktu lalu, pihaknya melakukan upacara mecaru panca sata.
“Prosesi upacara yang berlangsung selama dua jam lebih dengan maksud desa bersih (suci) dan tidak kotor lagi. Artinya membersihkan pewedangan dari segala tingkat yang ada di desa pakraman Tegal Lenge,” terangnya.
Dia menambahkan, setelah ada penemuan tulang kerangka manusia warga desa sebelum dan sesudah kejadian tersebut, seringkali mendapat mimpi aneh.
Selalu ada yang didatangi oleh bayangan seorang perempuan. Itu cerita dari tiga warga yang tinggal di sekitar lokasi penemuan tulang belulang.
Rangkaian upacara mecaru di antaranya adalah diketiskan (tetes) air tirta upacara di areal kebun PT Mayora.
“Mudah-mudahan kejadian itu tidak terulang lagi. Kemudian adanya mimpi aneh dari masyarakat tidak ada lagi. Masyarakat pun menjadi tenang. Tak berpikir dengan kejadian itu,” ungkap Bagiarta.
Diakui Bagiarta, lokasi penemuan tulang memang menjadi sasaran pembuangan sampah liar oleh warga yang melintas pada jalan raya tersebut.
Pihak desa beberapa kali sudah memasang papan pengumuman agar masyarakat tidak membuang sampah.
Namun, masih tetap ada yang membuang sampah. “Bukan masyarakat kami yang membuang sampah, namun masyarakat luar,” imbuh Bagiarta. (*)