Pertemuan antara Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) dengan Polda Bali yang difasilitasi DPRD Bali belum lama ini menghasilkan keputusan yang melegakan bagi para bendesa adat hingga pecalang.
Mereka tidak lagi khawatir ditangkap karena dianggap melakukan pungutan liar (pungli). Bagaimana ke depan agar kasus tersebut tidak terulang lagi?
Berikut petikan wawancara wartawan Jawa Pos Radar Bali Maulana Sandijaya dengan Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya:
Bagaimana Anda melihat kondisi kekinian setelah pertemuan MUDP dengan Polda Bali?
Pertemuan itu sudah menyepakati bahwa Polda Bali tidak akan masuk ranah desa pekraman atau adat lagi. Menurut saya, itu sesuatu yang sangat baik.
Apalagi jika kesepakatan itu sudah dituangkan hitam di atas putih, lalu diteruskan melalui surat edaran. Untuk lebih lanjut, coba tanya MUDP apa sudah di edarkan surat edarannya? Karena hasil kemarin polda sudah menyerahkan ke MUDP.
Jika ke depan ada kasus serupa terulang?
Kami minta supaya dicarikan solusi terbaiknya. Tapi, polisi tidak masuk ranah desa adat. Itu sudah kesepakatan rapat bersama dengan Polda Bali.
Setiap desa memiliki ciri khas dan karakter masing-masing yang tidak bisa disamakan. Tinggal sekarang pembinaan ada pada MUDP.
Bagaimana tentang wacana perarem atau awig-awig diselaraskan dengan hukum positif?
Ya, kita serahkan hasil paruman kepada desa adat, karena masing-masing desa adat memiliki kebutuhan lokal masing-masing.
Hal itu masih akan dibahas lebih lanjut. Supaya tidak berpolemik, intinya dari dewan menginginkan supaya ada win-win solusi. (*/han)