Ada yang tercecer sebagai objek wisata sejarah selama di Provinsi Fujian, Tiongkok. Yaitu, Museum Maritim yang di dalamnya terpatri peradaban Islam era 1304 – 1377.
M.RIDWAN – CANDRA GUPTA, Quanzhou
HARI sudah beranjak sore ketika rombongan tiba di Museum Maritim Quanzhou, Provinsi Fujian.
Inilah salah satu jalur perdagangan sutera maritim Tiongkok di kota Quanzhou yang dipopulerkan tokoh penjelajah hebat dan pendakwah muslim asal Maroko Ibnu Batutah.
Badan PBB Unesco bahkan menahbiskan Quanzhou sebagai titik awal jalur sutera maritim. Quanzhou Islamic Culture Exhibit, demikian tertulis besar di gerbang museum.
Sebuah bukti museum yang memamerkan tentang jejak sejarah Ibnu Batutah. Tokoh Islam yang sukses mencipta akulturasi
Islam Tiongkok ini tiba di Quanzhou pada 1304-1346, mengampanyekan Quanzhou sebagai pelabuhan terbesar dunia.
Ternyata Ibnu Batutah, penjelajah muslim asal Maroko adalah tokoh yang memopuliskan menuntut ilmu di negeri Tiongkok hingga mematrikannya di sebuah prasasti yang bertulis, Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri Tiongkok.
Ada masjid Qingjing sebagai tempat komunitas muslim terbesar di kota Quanzhou. Bahkan, Presiden keempat RI Abdurahman Wahid alias Gus Dur disebut pernah salat di masjid yang terkenal itu.
Disebutkan, periode perkembangan Islam di Quanzhou bermula di era Dinasti Tang pada rentang abad 618 – 907.
Jejak empat utusan Rasululah Muhammad SAW, dua di antarnya berada di kota Quanzhou.
Salah seorang di antara empat sahabat nabi yang menyebar Islam hingga wafat di Tiongkok yaitu Saad Bin Abi Waqos, dimakamkan di kota Quanzhou.
Dan, empat utusan nabi itu juga terpatri dalam kepingan kaligrafi batu di Museum Maritim.
Selanjutnya, peradaban Islam di Tiongkok memasuki masa keemasan pada era Dinasti Ming (1368 – 1643) Masehi.
Di era inilah Laksamana Cheng Ho mengibarkan panji Islam dan melakukan ekspedisi hingga Nusantara Indonesia.
Sebagaimana diterjemahkan Profesor Cai Jincheng alias Prof. Gunawan, ahli bahasa Indonesia negara Tiongkok yang mendampingi rombongan media asal Bali,
menyebutkan, di dalam bangunan Quanzhou Islamic Culture Exhibit, ini terdapat ratusan keping batu dengan tulisan Arab yang dipahat.
Keping-keping batu berpahat tulisan Arab itu jelas menjadi fakta sejarah betapa Ibnu Batutah memiliki pengaruh kuat di kota pelabuhan terbesar di Negeri Tirai Bambu, ini.
Banyak lafal-lafal Al-Quran yang dipahatkan di paras ratusan jejeran batu tersebut. Misal, lafal basmalah, kalimat tauhid, dan lainnya.
Ada pula lafal, kullu nafsin da ikotul maut yang berarti, bahwa setiap yang hidup akan mati. Deretan batu nisan juga ditemukan dan dijejer layaknya makam tanpa diubah sedikit pun.
“Ini situs yang ditemukan di tahun 1991 silam kemudian dimuseumkan,” ujar Prof. Gunawan. Bukan hanya itu, Tiongkok ternyata juga menjadi gudangnya pujangga hebat.
Yakni, di sebuah kecamatan terpencil bernama Songkou, masih di Provinsi Fujian. Di kecamatan dengan penduduk hanya 32 ribu jiwa ini banyak lahir pujangga dan penyair ternama.
Ditemani Pak Camat Songkou Mr Ye Wenzhen, masuk di kampung ini (5/5) lalu kental sekali suasana pedesaan dengan gemericik air di sela bebatuan.
Lewat jalan setapak tak beraspal, rombongan disuguhi rimbunnya pohon lii, salah satu buah khas Tiongkok di sepanjang jalan.
Di Songkou inilah seorang pujangga besar bernama Zhang Yuangan, hidup dan menempa ilmu sastra tepatnya di Desa Yue Zhau.
“Pujangga ini memiliki enam putra yang semuanya menjadi pujangga hebat,” sebut Profesor Gunawan.
Tak heran, setelah melintasi sungai kecil dan air terjun, terdapat beberapa gugus bangunan kuno dan pagoda, tempat sang pujangga mendidik putra-putrinya serta murid-muridnya.
“Tempat ini selalu menjadi objek penelitian banyak cendekiawan dari tahun ke tahun,” terang Prof Gunawan, menerjemahkan bahasa Mandarin sang pemandu.
Dari garda depan bangunan sudah tampak sejumlah syair puisi yang ditulis di tembok-tembok bangunan. Ada sejumlah referensi yang tersusun dalam beberapa perpustakan milik sang pujangga, itu.
Dengan sabar dan ramah Pak Camat Ye Wenzhen tak letih menemani meski harus menyusuri lorong panjang berkelok-kelok dan menanjak.
Selain karena suhu udaranya yang sejuk, juga banyak situs menarik karya-karya sang pujangga untuk disimak.
“Di sini ada minuman khas Songkou, kita coba dulu,” ajak Mr Ye, sambil mengajak para tamu bersulang. (*/bersambung)