31.4 C
Jakarta
26 April 2024, 11:15 AM WIB

Jebolan Ekonomi, Jadi Duta Petani Muda 2018, Kepincut Pertanian Modern

Mendengar cita-cita menjadi seorang petani, mungkin jarang terdengar di telinga generasi milenial zaman sekarang. Tapi, tidak bagi perempuan berparas cantik bernama Ratna Sari Dewi.

 

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

GADIS berumur 26 tahun asal Renon, Denpasar ini mengikuti ajang pemilihan Duta Petani Muda 2018.

Nana, begitu panggilan akrabnya menjadi satu-satunya petani muda Bali yang lolos ke 30 besar dan kini sedang menuju 10 besar.

Kepada Jawa Pos Radar Bali Kamis kemarin (18/10), Nana banyak bercerita tentang kisahnya mengikuti kompetisi tersebut.

Dari yang awalnya memfollow Instagram (IG) Official Duta Petani Muda lantas mengikuti prosesnya.

“Jadi, disini saya memang sudah bergerak di bidang pertanian hampir 3 tahun. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa pekerjaan ini

menjadi pekerjaan yang menyenangkan dan hampir tidak bisa saya lupakan,” ujar gadis yang memiliki akun IG @i_a_m_woman tersebut.

Lanjut cerita anak kedua dari tiga bersaudara pasangan I Wayan Sudana  dan Gusti Ayu Purnawati tersebut, berawal dari Nana nekat mengontrak tanah di daerah Kintamani, tepatnya di Desa Abang Suter.

Dengan meminjam uang di koperasi, akhirnya Nana memutuskan untuk mencoba mengelola perkebunan seluas 80  are yang dikontrak dengan harga Rp 100 juta selama 25 tahun.

”Di kebun ini saya belajar dengan petani asli Kintamani tentang bagaimana cara bercocok tanam. Seiring berjalannya waktu, mulailah saya bergabung dengan komunitas-komunitas pertanian yang ada di Instagram,” ungkapnya.

Tujuannya untuk mendapat informasi tentang perkembangan pertanian masa kini. “Dari sanalah saya mengenal akun duta petani muda dan mulai mengikuti aktivitasnya dan mendaftarkan diri untuk ikut kompetisi duta petani muda 2018,” katanya.

Menariknya, Nana bukanlah tamatan kampus pertanian. Melainkan tamatan S1 di Fakultas Ekonomi Udayana dan sekarang sedang menempuh pendidikan Magister Manajemen untuk mendapatkan tittle MM (S2) di Universitas Udayana juga.

Sebelum mengikuti ajang Duta Petani Muda 2018 ini, ia pun kerap pergi ke kebun untuk ikut merawat kebun dan belajar langsung mengelola dan merawat sayuran di kebun.

Seminggu bisa empat kali ke kebun. Baginya, peran anak muda dalam dunia pertanian sangatlah penting, terutama yang berlatarbelakang dari keluarga pertanian.

Di Bali, Nana melihat sangat langka anak muda yang mau bertani. “Terkadang ada juga yang latar belakang pertanian lebih memilih menjadi PNS atau kerja di kantoran.

Ada yang lulusan pertanian tapi larinya ke bank. Ya, memang sih itu tergantung dari masing-masing individunya, ingin memilih pekerjaan apa yang tepat,

namun kita harus sadari, kita negara agraris, di mana pertanian itu merupakan salah satu matapencaharian masyarakat terbesar dan petani itu bisa disebut pahlawan pangan,” ujarnya.

Karena menurutnya, hanya petanilah yang bisa membantu alam ciptakan sayur yang dimana sayur dikonsumsi seluruh masyarakat di dunia ini.

“Itu sebab saya sangat berharap generasi muda bisa mencintai pekerjaan mulia ini, karena sudah banyak juga cara-cara bertani modern tidak harus pergi ke sawah atau ke kebun seperti petani zaman dulu, seperti Hidroponik” ujarnya.

Dari mengikuti ajang Duta petani muda ini, Nana berharap bisa menginspirasi generasi muda agar bisa mencintai dan ikut melihat betapa indahnya bekerja dengan alam.

Selain itu, banyak faktor juga yang membuat petani jadi merasa rugi untuk bertani. Seperti permasalahan infrastruktur di daerah pertanian masih kurang memadai.

Ini membuat petani terkadang merasa rugi karena terlalu tinggi biaya yang dikeluarkan, sedangkan harga sayuran sering merosot.

Contohnya akses jalan masih sangat memprihatinkan, berdebu dan berbatu. Selain itu, ketersediaan air yang sangat terbatas.

Jangankan untuk ke menyiram kebun mereka yang sudah ditanam sayur, untuk mandi dan konsumsi air sehari-hari  pilihannya ada dua, kalau tidak beli ya turun ke mata air yang limitnya sangat kecil untuk dapat air

“Kalau beli sangat mahal. Ini yang perlu diperbaiki agar lebih mudah lagi untuk masyarakat bertani, sehingga petani tidak punah dan juga bisa dilakukan sosialisasi untuk menjadi petani masa kini yang lebih modern,” ujarnya.

Untuk itu, Nana dan juga para petani lainnya berharap bisa membangun sinergi yang kuat dengan pemerintah.

“Agar pemerintah memperhatikan juga daerah-daerah pedalaman yang dimana masyarakatnya merupakan mayoritas petani. Kalau kita bisa ciptakan pangan dengan baik, jadi kan impor bisa dikurangi,” tuturnya. (*)

 

Mendengar cita-cita menjadi seorang petani, mungkin jarang terdengar di telinga generasi milenial zaman sekarang. Tapi, tidak bagi perempuan berparas cantik bernama Ratna Sari Dewi.

 

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

GADIS berumur 26 tahun asal Renon, Denpasar ini mengikuti ajang pemilihan Duta Petani Muda 2018.

Nana, begitu panggilan akrabnya menjadi satu-satunya petani muda Bali yang lolos ke 30 besar dan kini sedang menuju 10 besar.

Kepada Jawa Pos Radar Bali Kamis kemarin (18/10), Nana banyak bercerita tentang kisahnya mengikuti kompetisi tersebut.

Dari yang awalnya memfollow Instagram (IG) Official Duta Petani Muda lantas mengikuti prosesnya.

“Jadi, disini saya memang sudah bergerak di bidang pertanian hampir 3 tahun. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa pekerjaan ini

menjadi pekerjaan yang menyenangkan dan hampir tidak bisa saya lupakan,” ujar gadis yang memiliki akun IG @i_a_m_woman tersebut.

Lanjut cerita anak kedua dari tiga bersaudara pasangan I Wayan Sudana  dan Gusti Ayu Purnawati tersebut, berawal dari Nana nekat mengontrak tanah di daerah Kintamani, tepatnya di Desa Abang Suter.

Dengan meminjam uang di koperasi, akhirnya Nana memutuskan untuk mencoba mengelola perkebunan seluas 80  are yang dikontrak dengan harga Rp 100 juta selama 25 tahun.

”Di kebun ini saya belajar dengan petani asli Kintamani tentang bagaimana cara bercocok tanam. Seiring berjalannya waktu, mulailah saya bergabung dengan komunitas-komunitas pertanian yang ada di Instagram,” ungkapnya.

Tujuannya untuk mendapat informasi tentang perkembangan pertanian masa kini. “Dari sanalah saya mengenal akun duta petani muda dan mulai mengikuti aktivitasnya dan mendaftarkan diri untuk ikut kompetisi duta petani muda 2018,” katanya.

Menariknya, Nana bukanlah tamatan kampus pertanian. Melainkan tamatan S1 di Fakultas Ekonomi Udayana dan sekarang sedang menempuh pendidikan Magister Manajemen untuk mendapatkan tittle MM (S2) di Universitas Udayana juga.

Sebelum mengikuti ajang Duta Petani Muda 2018 ini, ia pun kerap pergi ke kebun untuk ikut merawat kebun dan belajar langsung mengelola dan merawat sayuran di kebun.

Seminggu bisa empat kali ke kebun. Baginya, peran anak muda dalam dunia pertanian sangatlah penting, terutama yang berlatarbelakang dari keluarga pertanian.

Di Bali, Nana melihat sangat langka anak muda yang mau bertani. “Terkadang ada juga yang latar belakang pertanian lebih memilih menjadi PNS atau kerja di kantoran.

Ada yang lulusan pertanian tapi larinya ke bank. Ya, memang sih itu tergantung dari masing-masing individunya, ingin memilih pekerjaan apa yang tepat,

namun kita harus sadari, kita negara agraris, di mana pertanian itu merupakan salah satu matapencaharian masyarakat terbesar dan petani itu bisa disebut pahlawan pangan,” ujarnya.

Karena menurutnya, hanya petanilah yang bisa membantu alam ciptakan sayur yang dimana sayur dikonsumsi seluruh masyarakat di dunia ini.

“Itu sebab saya sangat berharap generasi muda bisa mencintai pekerjaan mulia ini, karena sudah banyak juga cara-cara bertani modern tidak harus pergi ke sawah atau ke kebun seperti petani zaman dulu, seperti Hidroponik” ujarnya.

Dari mengikuti ajang Duta petani muda ini, Nana berharap bisa menginspirasi generasi muda agar bisa mencintai dan ikut melihat betapa indahnya bekerja dengan alam.

Selain itu, banyak faktor juga yang membuat petani jadi merasa rugi untuk bertani. Seperti permasalahan infrastruktur di daerah pertanian masih kurang memadai.

Ini membuat petani terkadang merasa rugi karena terlalu tinggi biaya yang dikeluarkan, sedangkan harga sayuran sering merosot.

Contohnya akses jalan masih sangat memprihatinkan, berdebu dan berbatu. Selain itu, ketersediaan air yang sangat terbatas.

Jangankan untuk ke menyiram kebun mereka yang sudah ditanam sayur, untuk mandi dan konsumsi air sehari-hari  pilihannya ada dua, kalau tidak beli ya turun ke mata air yang limitnya sangat kecil untuk dapat air

“Kalau beli sangat mahal. Ini yang perlu diperbaiki agar lebih mudah lagi untuk masyarakat bertani, sehingga petani tidak punah dan juga bisa dilakukan sosialisasi untuk menjadi petani masa kini yang lebih modern,” ujarnya.

Untuk itu, Nana dan juga para petani lainnya berharap bisa membangun sinergi yang kuat dengan pemerintah.

“Agar pemerintah memperhatikan juga daerah-daerah pedalaman yang dimana masyarakatnya merupakan mayoritas petani. Kalau kita bisa ciptakan pangan dengan baik, jadi kan impor bisa dikurangi,” tuturnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/