Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Gianyar I Wayan Nasta, pensiun sebagai PNS per 31 Desember 2019 lalu.
Nasta merupakan spesialis penjinak Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat. Meski pensiun, Nasta siap apabila diminta membantu Satpol PP.
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
BAJU kaos berkerah dengan celana panjang dan sepatu taktikal dikenakan Wayan Nasta di Kantor Bupati Gianyar pada akhir pekan lalu.
Tepatnya pada Jumat lalu (17/1) dia makan siang di kantin Kantor Bupati. Beberapa rekannya pun banyak bertanya.
“Pak Nasta kapan pensiun?,” begitulah rata-rata pertanyaan kepada Nasta si penjinak ODGJ. Kepada Jawa Pos Radar Bali, Nasta mengaku sudah pensiun sebagai PNS.
“Karena saya bisa mengatasi ODGJ yang ringan sampai berat, pimpinan masih menginginkan saya bertugas lagi,” ujar Nasta yang mengabdi sejak 1983 itu.
Lantaran keahliannya diperlukan, Nasta sempat diminta mengajukan permohonan untuk menjadi tenaga kontrak.
“Tapi, saya tidak mau jadi tenaga kontrak. Karena tidak ada pensiunan jadi tenaga kontrak, saya takut salah,” ujar pria kelahiran Kelurahan Abianbase, Kecamatan Gianyar itu.
Meski direstui oleh bupati Gianyar sekalipun, Nasta tidak berani mengambil pilihan menjadi tenaga kontrak.
“Ke depan kalau ada apa-apa, saya takut jadi temuan, kalau disuruh kembalikan uang gimana?” jelasnya.
Maka Nasta yang loyal terhadap almamaternya, mengaku siap membantu Satpol PP. “Saya sudah lapor ke pimpinan. Kalau saya diperlukan, saya siap 24 jam. Kalau gawat saya siap membantu,” tegasnya.
Terutama dalam tugas menangani ODGJ sangat berat dan membahayakan keselamatan. “Tinggal telpon saya. Saya siap datang ke lokasi seperti saya masih tugas,” ujarnya.
Mengenai regenerasi, Nasta mengaku sedikit kesulitan. “Kalau menangani orang gangguan jiwa itu tidak saja perlu badan kuat.
Perlu ketenangan juga. Saya rasa orang Perisai Diri yang paham itu,” ujar pelatih Perisai Diri itu sambil memejamkan mata dan memegang keningnya.
Nasta pun berharap para Satpol PP muda mau belajar bela diri supaya bisa siap menangani situasi apapun di tengah masyarakat.
“Dulu sudah sempat latihan. Sekarang perlu digalakkan lagi latihannya. Nanti saya kasih tahu pak Kasat (Kasatpol PP, red),” terangnya.
Saat masih sebagai PNS dulu, Nasta mengaku sudah pernah mengajari anak buahnya. “Dulu waktu tangani orang gangguan jiwa bawa senjata tajam,
saya suruh anggota yang badannya besar. Maju kamu, baru lihat pedang, langsung lari anggota,” ujarnya.
Diakui, beberapa kali anggota Satpol PP bingung dengan situasi gawat semacam itu.
“Makanya setiap turun kita berdoa. Ingat ke yang di atas. Kalau ke rumah orang ganguan jiwa, izin sama yang ada di rumahnya itu,” ujarnya.
Dengan kebiasaan menggabungkan bela diri dengan kerohanian, Nasta mengaku bisa menjinakkan ODGJ.
“Saya juga tidak mengerti. Kalau sama saya, gimana ngamuknya orang gangguan jiwa itu, sama saya kok mau dia,” ujarnya.
Sampai-sampai, pada suatu kasus beberapa tahun lalu, ada anggota polisi yang heran. “Polisi sampai heran, apa sabuknya pak Nasta ini,” ujarnya sambil tertawa.
Kepada ODGJ yang dihadapi, Nasta pun terbiasa menyapa, berbaur dan merendah dihadapan ODGJ yang mengamuk.
“Ada ODGJ ngamuk bawa parang, saya sapa. Halo De. Kenken kabar? Saya ajak bicara seperti teman,” ujarnya menerapkan salah satu cara menjinakkan ODGJ.
Yang menarik, di antara ODGJ yang mengamuk itu menuding jika tetangganya banyak yang gila.
“Karena kita ajak ngobrol, malah ada ODGJ yang nuding kalau tetangganya gila (gangguan jiwa). Adi cang orange buduh.
Nak yo buduh (Kok saya dibilang gila, padahal dia gila, red). Saya manggut-manggut saja, biar mau dia ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa, red),” ujarnya berkelakar.
Diakui, menangani ODGJ yang mengamuk semacam itu, harus lentur. “Jangan keras dilawan keras. Kita kalah saja. Kadang kami rayu pakai makanan. Tapi, tetap waspada,” pungkasnya. (*)