29.2 C
Jakarta
25 November 2024, 20:58 PM WIB

Edarkan Obat Kuat dari Sales Misterius, Pasrah Dituntut Empat Bulan

Meski kerap dirazia, peredaran obat kuat ilegal berupa jamu sachetan masih marak beredar di tengah masyarakat.

Salah satu penjual jamu kuat itu adalah Juwarni. Akibat menjual jamu kuat ilegal, Juwarni dituntut empa bulan penjara.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

PEREMPUAN 40 tahun pemilik Warung Jamu Bu Yogi di Jalan Segara Madu, Pasar Ikan Kedonganan, Badung, itu terlihat pasrah mendengarkan jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan.

Juwarni masih tak menyangka jamu sachetan yang ia beli dengan sistem beli putus dari seorang sales tak dikenal itu mengantarkannya menjadi pesakitan di PN Denpasar.

Padahal, keuntungan dari menjual jamu itu tak seberapa. Ibu satu anak itu mengaku hanya mendapat keuntungan Rp 50 ribu selama sebulan.

Dagangannya kadang laku, kadang tidak. Namun, perbuatan Juwarni tetap salah karena dianggap menjual obat kuat tradisional berbagai jenis dan kemasan dengan total 257 kemasan tanpa izin edar.

“Meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama empat bulan dikurangi masa penahanan,” ujar JPU Assri Susantina di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Kawisada, kemarin (19/6).

JPU asal Kejati Bali itu menilai Juwarni sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tak memiliki izin edar (ilegal).

Perbuatan terdakwa sebagaimana dijerat dan diancam Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.

Perempuam berkerudung ini juga dituntut membayar denda senilai Rp 1 juta. “Jika tidak bisa membayar diganti tiga bulan kurungan,” imbuh JPU.

Tuntutan JPU membuat perempuan asal Situbondo, Jawa Timur, itu hanya bisa tercenung. Juwarni yang tanpa didampingi penasihat hukum langsung memohon keringanan hukuman.

Hakim menanyakan apa alasan terdakwa meminta keringanan. “Karena saya masih masih memiliki ibu, Pak,” kata terdakwa, lirih.

“Saya juga punya ibu. Kalau punya ibu saudara jadikan alasan, semua orang juga punya ibu,” celetuk hakim Kawisada. Hal itu membuat seluruh ruang sidang tertawa.

“Ada alasan lain?” tanya hakim lagi. “Saya ini orang kecil, hanya bekerja sebagai penjual jamu eceran di warung

untuk mendapatkan uang. Saya juga punya anak satu. Saya juga punya memiliki tanggungan orang tua,” tutur terdakwa.

Hakim kemudian manggut-manggut. Sidang ditunda pekan depan dengan agenda putusan. Dalam dakwaan JPU diuraikan, Juwari adalah pemilik Warung Jamu Bu Yogi di Jalan Segara Madu, Pasar Ikan Kedonganan, Badung.

Ia diamankan petugas pada Jumat (30/11/2018). Saat itu dirinya kedapatan menjual obat kuat tradisional berbagai jenis dan kemasan dengan total 257 kemasan yang tanpa izin edar.

“Semua obat itu saya peroleh dari sales yang tidak saya kenal atau tahu dari mana. Dia (sales) datang ke warung saya menawarkan untuk diecer,” ungkapnya.

Sejak 2016 lalu Juwari sudah sempat mendapat pembinaan baik secara tertulis dan lisan dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Bali,

supaya tidak menjual segala bentuk obat atau jamu-jamuan tanpa izin resmi pemerintah (BBPOM) dan Dinas Kesehatan.

Namun, binaan itu tak diindahkan. Dari pengakuannya, obat kuat yang dijualnya dengan eceran itu adalah sisa dari sebelum dirinya dibina.

Dia beralasan supaya tidak rugi mengingat keuntungannya sedikit, hanya Rp 50 ribu per bulan. (*)

 

Meski kerap dirazia, peredaran obat kuat ilegal berupa jamu sachetan masih marak beredar di tengah masyarakat.

Salah satu penjual jamu kuat itu adalah Juwarni. Akibat menjual jamu kuat ilegal, Juwarni dituntut empa bulan penjara.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

PEREMPUAN 40 tahun pemilik Warung Jamu Bu Yogi di Jalan Segara Madu, Pasar Ikan Kedonganan, Badung, itu terlihat pasrah mendengarkan jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutan.

Juwarni masih tak menyangka jamu sachetan yang ia beli dengan sistem beli putus dari seorang sales tak dikenal itu mengantarkannya menjadi pesakitan di PN Denpasar.

Padahal, keuntungan dari menjual jamu itu tak seberapa. Ibu satu anak itu mengaku hanya mendapat keuntungan Rp 50 ribu selama sebulan.

Dagangannya kadang laku, kadang tidak. Namun, perbuatan Juwarni tetap salah karena dianggap menjual obat kuat tradisional berbagai jenis dan kemasan dengan total 257 kemasan tanpa izin edar.

“Meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama empat bulan dikurangi masa penahanan,” ujar JPU Assri Susantina di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Kawisada, kemarin (19/6).

JPU asal Kejati Bali itu menilai Juwarni sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tak memiliki izin edar (ilegal).

Perbuatan terdakwa sebagaimana dijerat dan diancam Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.

Perempuam berkerudung ini juga dituntut membayar denda senilai Rp 1 juta. “Jika tidak bisa membayar diganti tiga bulan kurungan,” imbuh JPU.

Tuntutan JPU membuat perempuan asal Situbondo, Jawa Timur, itu hanya bisa tercenung. Juwarni yang tanpa didampingi penasihat hukum langsung memohon keringanan hukuman.

Hakim menanyakan apa alasan terdakwa meminta keringanan. “Karena saya masih masih memiliki ibu, Pak,” kata terdakwa, lirih.

“Saya juga punya ibu. Kalau punya ibu saudara jadikan alasan, semua orang juga punya ibu,” celetuk hakim Kawisada. Hal itu membuat seluruh ruang sidang tertawa.

“Ada alasan lain?” tanya hakim lagi. “Saya ini orang kecil, hanya bekerja sebagai penjual jamu eceran di warung

untuk mendapatkan uang. Saya juga punya anak satu. Saya juga punya memiliki tanggungan orang tua,” tutur terdakwa.

Hakim kemudian manggut-manggut. Sidang ditunda pekan depan dengan agenda putusan. Dalam dakwaan JPU diuraikan, Juwari adalah pemilik Warung Jamu Bu Yogi di Jalan Segara Madu, Pasar Ikan Kedonganan, Badung.

Ia diamankan petugas pada Jumat (30/11/2018). Saat itu dirinya kedapatan menjual obat kuat tradisional berbagai jenis dan kemasan dengan total 257 kemasan yang tanpa izin edar.

“Semua obat itu saya peroleh dari sales yang tidak saya kenal atau tahu dari mana. Dia (sales) datang ke warung saya menawarkan untuk diecer,” ungkapnya.

Sejak 2016 lalu Juwari sudah sempat mendapat pembinaan baik secara tertulis dan lisan dari Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Bali,

supaya tidak menjual segala bentuk obat atau jamu-jamuan tanpa izin resmi pemerintah (BBPOM) dan Dinas Kesehatan.

Namun, binaan itu tak diindahkan. Dari pengakuannya, obat kuat yang dijualnya dengan eceran itu adalah sisa dari sebelum dirinya dibina.

Dia beralasan supaya tidak rugi mengingat keuntungannya sedikit, hanya Rp 50 ribu per bulan. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/