Sejumlah pemuda di Buleleng saling adu keahlian dalam meracik kopi. Mereka ditantang menghasilkan kopi dengan
cita rasa yang otentik dan berkualitas. Sehingga menjadi ciri khas bagi tiap barista – sebutan bagi ahli peracik kopi. Seperti apa?
EKA PRASETYA, Singaraja
KOMPETISI barista itu dilangsungkan di Gedung MR. I Gusti Ketut Pudja kawasan Eks Pelabuhan Buleleng kemarin (20/3).
Lomba itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan Buleleng. Tercatat ada 15 orang yang ambil bagian dalam kompetisi tersebut.
Mereka ditantang meracik kopi dengan bahan dasar kopi arabika dari Desa Wanagiri. Kopi ini memiliki karakteristik rasa asam dan manis yang khas.
Dalam proses peracikan kopi mereka diminta membuat signature coffee yang berbahan dasar dari espresso atau langsung dari serbuk kopi.
Selain soal rasa, mereka juga harus menguasai alat yang disediakan. Para barista harus menguasai alat grinder atau penggiling kopi.
Setelah itu mereka juga harus mampu menggunakan mesin espresso yang disediakan. Salah seorang yang ikut ambil bagian dalam kompetisi itu adalah Gede Dandy Darma Kusuma, 19.
Pemuda asal Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu ini lahir dari keluarga petani kopi. Keluarganya mengelola kebun kopi, serta kini mengelola sebuah kedai kopi di kawasan Jalan Diponogoro, Singaraja.
Ia mengaku tertantang mengikuti kompetisi itu, untuk mengetahui teknik meracik kopi yang lebih khas.
“Kakak saya yang pertama jadi barista. Saya akhirnya mengikuti jejak kakak saya. Kebetulan keluarga di kampung ada kebun kopi. Jadi dari menanam, merawat, memetik,
sampai dengan roasting itu sudah lewat proses pilihan. Jadi biji kopi yang dihasilkan itu benar-benar sudah pilihan,” katanya.
Sebelum kompetisi itu dilangsungkan, ia sudah melakukan latihan secara otodidak. Mulai dari pengaturan grinder, pengaturan mesin espresso, hingga proses pembuatan espresso.
Baru kemudian ia bereksperimen membuat signature coffee. “Kopi buatan saya namanya Kama Nginum Kopi. Jadi terjemahan sederhananya,
semua orang itu akan suka dengan kopi buatan saya. Jadi saya coba menawarkan aroma dan rasa. Lomba ini sangat penting bagi saya, untuk mempelajari ilmu dan teknik dari barista lain yang sudah lebih senior,” ungkapnya.
Hal berbeda diungkapkan oleh Sisca de Panggabean. Transpuan ini mengaku mengikuti lomba tersebut hanya untuk meramaikan saja.
“Kalau lihat teknik peserta yang lain, mereka jauh lebih unggul. Jadi saya yang sederhana saja, membuat signature coffee dari hasil grinder saja,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Lomba Barista, Dewa Ketut Suardipa mengatakan, lomba itu menjadi bagian untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bawah. Belakangan ini bisnis coffee shop hingga angkringan terus tumbuh.
“Kami ingin mengajak mereka menjadi ahli kopi. Jadi selain menjual mereka juga mempromosikan kopi lokal. Sehingga nanti hasil dari petani kita akan meningkat juga,” kata Suardipa. (*)