32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 15:06 PM WIB

Ngurah Karyadi; Eks Aktivis Gagal Dorong Reformasi Politik

DENPASAR – Reformasi telah memberi angin segar bagi dinamika politik dalam negeri. Hal ini ditandai dengan masuknya mantan aktivis dalam komisi negara.

Antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas, KIP, Ombudsman, partai politik, dan parlemen. Termasuk menjadi eksekutif di pusat dan daerah.

“Soal marwah reformasi yang bisa disaksikan dan dinikmati hari ini ditandai dengan masuknya mantan aktivis dalam komisi negara tersebut,” ucap eks aktivis 98, Ngurah Karyadi.

Dalam merayakan 20 tahun orde reformasi, Ngurah Karyadi menilai masyarakat Bali belum dewasa dalam berpolitik.

“Dalam dinamika politik- partai, calon, jabatan sangat mengecewakan. Para mantan aktivis gagal mendorong reformasi politik, dan bahkan terjadi “sublimasi”.

Dalam artian banyak terjebak dan menjadi apa yang dulu ditentang atau dilawan saat masih di jalanan,” tandasnya.

 Pria yang memiliki hobi berkebun tersebut menilai “musibah” tersebut dipicu oleh oligarki dan budaya politik kepartaian yang sangat tergantung dari pendiri dan keturunan para pendiri partai.

“Buasnya sistem oligarki politik. Maka demi posisi tidak sedikit kawan menjadi “oplosan”,  dan bukan “polosan” yang menjadi marwah gerakan reformasi,” bebernya.

Fenomena tersebut ungkapnya nampak dalam gelaran Pilkada Serentak 2018. “Pilkada langsung di daerah sangat partisan. Bukan melihat figur dan visi calon, namun isi.

Bahasa lain, maju tak gentar membela yang bayar. Saling tutupi kejelekan dukungan dan menjelekkan calon lawan. Sangat kekanak-kanakan,” terangnya.

Lebih jauh, Ngurah Karyadi mengatakan menandai 20 tahun reformasi masyarakat Bali harus kembali ke marwah reformasi untuk mencapai kebebasan, kesetaraan, dan keadilan, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Disinggung soal gaya kekanak-kanakan insan politik, Ngurah Karyadi menegaskan indikasi tersebut tampak jelas pada sikap masyarakat yang menerima tanpa syarat atas apa yang disodorkan para ketua partai.

“Nyaris tanpa kritik. Seperti anak disodorkan permen. Sudah tentu selaku tim pemenangan, terdaftar atau diam-diam pasti seperti dagang obat di mana

calonnya paling mujarab “mata gosok, mata hilang?” tegasnya sembari mengingatkan masyarakat untuk waspada menyalurkan hak pilih pada Rabu (27/6) mendatang. 

DENPASAR – Reformasi telah memberi angin segar bagi dinamika politik dalam negeri. Hal ini ditandai dengan masuknya mantan aktivis dalam komisi negara.

Antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komnas, KIP, Ombudsman, partai politik, dan parlemen. Termasuk menjadi eksekutif di pusat dan daerah.

“Soal marwah reformasi yang bisa disaksikan dan dinikmati hari ini ditandai dengan masuknya mantan aktivis dalam komisi negara tersebut,” ucap eks aktivis 98, Ngurah Karyadi.

Dalam merayakan 20 tahun orde reformasi, Ngurah Karyadi menilai masyarakat Bali belum dewasa dalam berpolitik.

“Dalam dinamika politik- partai, calon, jabatan sangat mengecewakan. Para mantan aktivis gagal mendorong reformasi politik, dan bahkan terjadi “sublimasi”.

Dalam artian banyak terjebak dan menjadi apa yang dulu ditentang atau dilawan saat masih di jalanan,” tandasnya.

 Pria yang memiliki hobi berkebun tersebut menilai “musibah” tersebut dipicu oleh oligarki dan budaya politik kepartaian yang sangat tergantung dari pendiri dan keturunan para pendiri partai.

“Buasnya sistem oligarki politik. Maka demi posisi tidak sedikit kawan menjadi “oplosan”,  dan bukan “polosan” yang menjadi marwah gerakan reformasi,” bebernya.

Fenomena tersebut ungkapnya nampak dalam gelaran Pilkada Serentak 2018. “Pilkada langsung di daerah sangat partisan. Bukan melihat figur dan visi calon, namun isi.

Bahasa lain, maju tak gentar membela yang bayar. Saling tutupi kejelekan dukungan dan menjelekkan calon lawan. Sangat kekanak-kanakan,” terangnya.

Lebih jauh, Ngurah Karyadi mengatakan menandai 20 tahun reformasi masyarakat Bali harus kembali ke marwah reformasi untuk mencapai kebebasan, kesetaraan, dan keadilan, serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Disinggung soal gaya kekanak-kanakan insan politik, Ngurah Karyadi menegaskan indikasi tersebut tampak jelas pada sikap masyarakat yang menerima tanpa syarat atas apa yang disodorkan para ketua partai.

“Nyaris tanpa kritik. Seperti anak disodorkan permen. Sudah tentu selaku tim pemenangan, terdaftar atau diam-diam pasti seperti dagang obat di mana

calonnya paling mujarab “mata gosok, mata hilang?” tegasnya sembari mengingatkan masyarakat untuk waspada menyalurkan hak pilih pada Rabu (27/6) mendatang. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/