33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:28 PM WIB

Terpidana Bali Nine Ajarkan Bahasa Inggris, Berharap Ada Bilik Asmara

Dengan kondisi over kapasitas, dibutuhkan usaha esktrakeras agar psikologi warga binaan lapas tidak mudah memanas. Beragam kegiatan dirancang, dari kursus bahasa Inggris hingga melukis.

Bahkan, Kalapas Tonny Nainggolan berharap negara segera menyediakan bilik asmara untuk melepas hasrat syahwat.

 

MAULANA SANDIJAYA, Kerobokan  

HAMPIR setengah jam berbincang dengan Tonny di teras aula lapas, sayup-sayup terdengar lantunan tri sandya dari pengeras suara.

Arah jarum jam menunjukkan tepat pukul 12.00. Sejumlah warga binaan masih sibuk dengan beragam aktivitas.

Ada yang menyiangi tanaman di taman, ada pula yang membawa alat pertukangan. Ada juga sekelompok warga binaan membawa alat tulis.

Mereka baru saja menyelesaikan kursus bahasa Inggris.  

Di tengah-tengah warga binaan itu tampak seorang pria bule berpostur tinggi besar. Bule itu berbicara dengan seorang perempuan berkulit sawo matang.

Perempuan itu mengangguk pada Tonny lantas pamitan. “Bule itu adalah Matthew James Norman. Dia salah satu terpidana kasus Bali Nine,” tutur Tonny.

Diceritakan Tonny, kursus bahasa Inggris untuk warga binaan diprakarsai Matthew, terpidana penjara seumur hidup kasus Bali Nine.

Kebetulan Matthew memiliki kenalan di luar yang bersedia memfasilitasi. “Matthew dan rekannya ingin memberikan sumbangsih di sini,” tukas pria kelahiran 15 Agustus 1966 itu.

Hingga saat ini program itu sudah mencetak 20 orang, termasuk pegawai Lapas Kelas IIA Kerobokan. Kursus bahasa Inggris di dalam lapas banyak diminati.

Warga binaan antusias karena setelah keluar lapas ingin memiliki bekal kecakapan saat kembali ke tengah masyarakat. Saking banyaknya peminat pesertanya harus dibatasi. Ini karena ruang belajar yang terbatas.

Dalam sekali gelombang kursus berjalan selama tiga bulan. Warga diajari bahasa Inggris sampai tahap conversation (percakapan).

Adapun jadwal kelas berlangsung sepekan dua kali, yakni Selasa dan Kamis. “Sekarang ini gelombang kedua, pesertanya 30 orang.

Gabungan warga binaan dan pegawai lapas,” imbuh pria yang pernah bertugas di sejumlah lapas besar di tanah air itu.     

Matthew adalah warga Australia kelahiran 17 September 1986. Dia dipidana penjara seumur hidup bersama komplotan Bali Nine.

Selain Matthew, kelompok Bali Nine yang masih mendekam di Lapas Kelas IIA Kerobokan adalah Si Yi Chen.

Matthew ditangkap 17 April 2005 di Hotel Melasti, Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Dia divonis seumur hidup oleh majelis hakim PN Denpasar pada 16 Februari 2006.

Pada 6 September 2006 hukuman diperberat menjadi hukuman mati ketika mengajukan banding.

Matthew lolos dari hukuman mati setelah 6 Maret 2008, setelah hukumannya diperingan menjadi hukuman seumur hidup dalam putusan kasasi.

“Teng, teng, teng….!” Tiba-tiba terdengar suara lonceng. “Itu pertanda warga binaan harus kembali masuk ke dalam blok,” terang Tonny.

Sambil kembali mengisap rokok putihnya, Tonny menjelaskan bahwa selain kursus bahasa Inggris, masih banyak kegiatan lain yang diselenggarakan.

Salah satunya bercocok tanam dan melukis. Hasil lukisan lapas biasanya dipamerkan saat Agustusan.

Di lain sisi, sejak 2017 lalu warga binaan sukses melakukan pembibitan pohon mahoni sekitar 17 ribu pohon. Pohon yang sudah tumbuh itu paling banyak ditanam di Karangasem.

Dalam waktu dekat ini juga pihaknya sudah menyiapkan 5 ribu pohon yang akan ditanam di sejumlah desa di Kabupaten Gianyar, 1.000 pohon untuk Kota Denpasar, dan 300 pohon untuk Kuta Utara.

Bibit pohon sendiri didatangkan dari Sumatera. Semua yang mengurus bibit hingga siap tanam adalah warga binaan.

Meski demikian, Tonny menilai kegiatan itu belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan batin warga binaan.

Tonny mengusulkan dibangun bilik asmara atau tempat khusus bercinta. Tentu khusus warga binaan yang sudah memiliki pasangan sah.

Menurut Tonny, sampai saat ini belum ada bilik asmara yang disediakan secara legal di lapas Indonesia.

Dengan tidak tersalurkannya kebutuhan biologis warga binaan, banyak hal yang ditimbulkan.

Salah satunya rumah tangga bisa berantakan karena istri tidak pernah mendapat haknya. “Harapan saya negara memberikan fasilitas itu (bilik asmara). Jangan sampai keluarganya,

misalnya istrinya ikut terhukum  akibat pemidanaan, sehingga kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi,” tegas Kalapas kelahiran Tapanuli Utara, itu.

Ditambahkan, penyaluran syahwat itu akan sangat berpengaruh pada emosional dan psikologis warga binaan.

“Yang namanya laki-laki, kalau itu tidak tersalurkan bisa mudah marah. Bahkan, bisa-bisa terjadi penyimpangan,” urainya.

Dengan adanya bilik asmara, maka warga binaan bisa melepas rindu dengan keluarga. Saking pentingnya bilik asmara itu, Tonny berani menjami  jika bilik asmara tersedia maka potensi permasalahan di dalam lapas bisa diminimalkan.

“Bisa kami pastikan, kalau itu (bilik asmara) ada, maka 50 persen masalah yang biasa ditimbulkan warga binaan bisa teratasi.

Itu (bilik asmara) juga bisa menjadi alat pemukul, manakala warga binaan berulah, maka haknya dicabut,” bebernya.

Tonny mengusulkan pengelolaan bilik asmara diserahkan pada pihak ketiga, seperti yayasan atau LSM yang ditunjuk pemerintah.

Sedangkan lapas hanya menyediakan warga binaan dan pengawasannya saja. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang sifatnya transaksional.

Tonny menambahkan, Lapas Kelas IIA Kerobokan sejatinya sangat rawan gangguan keamanan. Maklum, di dalam lapas ada 52 titik rawan. 12 blok hanya dijaga 16 orang petugas dalam satu regu.

Padahal, idealnya ada 60 penjaga dalam satu regu. Titik rawan itu ada di pos menara, pintu penghubung antarblok, dan penghubung antarwisma.

Selain rawan terhadap gangguan keamanan, juga rawan menjadi lalulintas narkoba. “Saya bersyukur karena sampai saat ini kondisi lapas tenang.

Saya bukanlah orang yang pintar, saya hanya beruntung saja. Kuncinya saya berusaha melakukan pendekatan humanis, memanusiakan mereka,” pungkasnya.

 

 

Dengan kondisi over kapasitas, dibutuhkan usaha esktrakeras agar psikologi warga binaan lapas tidak mudah memanas. Beragam kegiatan dirancang, dari kursus bahasa Inggris hingga melukis.

Bahkan, Kalapas Tonny Nainggolan berharap negara segera menyediakan bilik asmara untuk melepas hasrat syahwat.

 

MAULANA SANDIJAYA, Kerobokan  

HAMPIR setengah jam berbincang dengan Tonny di teras aula lapas, sayup-sayup terdengar lantunan tri sandya dari pengeras suara.

Arah jarum jam menunjukkan tepat pukul 12.00. Sejumlah warga binaan masih sibuk dengan beragam aktivitas.

Ada yang menyiangi tanaman di taman, ada pula yang membawa alat pertukangan. Ada juga sekelompok warga binaan membawa alat tulis.

Mereka baru saja menyelesaikan kursus bahasa Inggris.  

Di tengah-tengah warga binaan itu tampak seorang pria bule berpostur tinggi besar. Bule itu berbicara dengan seorang perempuan berkulit sawo matang.

Perempuan itu mengangguk pada Tonny lantas pamitan. “Bule itu adalah Matthew James Norman. Dia salah satu terpidana kasus Bali Nine,” tutur Tonny.

Diceritakan Tonny, kursus bahasa Inggris untuk warga binaan diprakarsai Matthew, terpidana penjara seumur hidup kasus Bali Nine.

Kebetulan Matthew memiliki kenalan di luar yang bersedia memfasilitasi. “Matthew dan rekannya ingin memberikan sumbangsih di sini,” tukas pria kelahiran 15 Agustus 1966 itu.

Hingga saat ini program itu sudah mencetak 20 orang, termasuk pegawai Lapas Kelas IIA Kerobokan. Kursus bahasa Inggris di dalam lapas banyak diminati.

Warga binaan antusias karena setelah keluar lapas ingin memiliki bekal kecakapan saat kembali ke tengah masyarakat. Saking banyaknya peminat pesertanya harus dibatasi. Ini karena ruang belajar yang terbatas.

Dalam sekali gelombang kursus berjalan selama tiga bulan. Warga diajari bahasa Inggris sampai tahap conversation (percakapan).

Adapun jadwal kelas berlangsung sepekan dua kali, yakni Selasa dan Kamis. “Sekarang ini gelombang kedua, pesertanya 30 orang.

Gabungan warga binaan dan pegawai lapas,” imbuh pria yang pernah bertugas di sejumlah lapas besar di tanah air itu.     

Matthew adalah warga Australia kelahiran 17 September 1986. Dia dipidana penjara seumur hidup bersama komplotan Bali Nine.

Selain Matthew, kelompok Bali Nine yang masih mendekam di Lapas Kelas IIA Kerobokan adalah Si Yi Chen.

Matthew ditangkap 17 April 2005 di Hotel Melasti, Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Dia divonis seumur hidup oleh majelis hakim PN Denpasar pada 16 Februari 2006.

Pada 6 September 2006 hukuman diperberat menjadi hukuman mati ketika mengajukan banding.

Matthew lolos dari hukuman mati setelah 6 Maret 2008, setelah hukumannya diperingan menjadi hukuman seumur hidup dalam putusan kasasi.

“Teng, teng, teng….!” Tiba-tiba terdengar suara lonceng. “Itu pertanda warga binaan harus kembali masuk ke dalam blok,” terang Tonny.

Sambil kembali mengisap rokok putihnya, Tonny menjelaskan bahwa selain kursus bahasa Inggris, masih banyak kegiatan lain yang diselenggarakan.

Salah satunya bercocok tanam dan melukis. Hasil lukisan lapas biasanya dipamerkan saat Agustusan.

Di lain sisi, sejak 2017 lalu warga binaan sukses melakukan pembibitan pohon mahoni sekitar 17 ribu pohon. Pohon yang sudah tumbuh itu paling banyak ditanam di Karangasem.

Dalam waktu dekat ini juga pihaknya sudah menyiapkan 5 ribu pohon yang akan ditanam di sejumlah desa di Kabupaten Gianyar, 1.000 pohon untuk Kota Denpasar, dan 300 pohon untuk Kuta Utara.

Bibit pohon sendiri didatangkan dari Sumatera. Semua yang mengurus bibit hingga siap tanam adalah warga binaan.

Meski demikian, Tonny menilai kegiatan itu belum sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan batin warga binaan.

Tonny mengusulkan dibangun bilik asmara atau tempat khusus bercinta. Tentu khusus warga binaan yang sudah memiliki pasangan sah.

Menurut Tonny, sampai saat ini belum ada bilik asmara yang disediakan secara legal di lapas Indonesia.

Dengan tidak tersalurkannya kebutuhan biologis warga binaan, banyak hal yang ditimbulkan.

Salah satunya rumah tangga bisa berantakan karena istri tidak pernah mendapat haknya. “Harapan saya negara memberikan fasilitas itu (bilik asmara). Jangan sampai keluarganya,

misalnya istrinya ikut terhukum  akibat pemidanaan, sehingga kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi,” tegas Kalapas kelahiran Tapanuli Utara, itu.

Ditambahkan, penyaluran syahwat itu akan sangat berpengaruh pada emosional dan psikologis warga binaan.

“Yang namanya laki-laki, kalau itu tidak tersalurkan bisa mudah marah. Bahkan, bisa-bisa terjadi penyimpangan,” urainya.

Dengan adanya bilik asmara, maka warga binaan bisa melepas rindu dengan keluarga. Saking pentingnya bilik asmara itu, Tonny berani menjami  jika bilik asmara tersedia maka potensi permasalahan di dalam lapas bisa diminimalkan.

“Bisa kami pastikan, kalau itu (bilik asmara) ada, maka 50 persen masalah yang biasa ditimbulkan warga binaan bisa teratasi.

Itu (bilik asmara) juga bisa menjadi alat pemukul, manakala warga binaan berulah, maka haknya dicabut,” bebernya.

Tonny mengusulkan pengelolaan bilik asmara diserahkan pada pihak ketiga, seperti yayasan atau LSM yang ditunjuk pemerintah.

Sedangkan lapas hanya menyediakan warga binaan dan pengawasannya saja. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang sifatnya transaksional.

Tonny menambahkan, Lapas Kelas IIA Kerobokan sejatinya sangat rawan gangguan keamanan. Maklum, di dalam lapas ada 52 titik rawan. 12 blok hanya dijaga 16 orang petugas dalam satu regu.

Padahal, idealnya ada 60 penjaga dalam satu regu. Titik rawan itu ada di pos menara, pintu penghubung antarblok, dan penghubung antarwisma.

Selain rawan terhadap gangguan keamanan, juga rawan menjadi lalulintas narkoba. “Saya bersyukur karena sampai saat ini kondisi lapas tenang.

Saya bukanlah orang yang pintar, saya hanya beruntung saja. Kuncinya saya berusaha melakukan pendekatan humanis, memanusiakan mereka,” pungkasnya.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/