DENPASAR – Nokia pernah jadi perusahaan ponsel yang menguasai dunia. Masa-masa keemasan itu akhirnya ditumbangkan oleh hadirnya Smartphone Android.
Kegemaran masyarakat pada Nokia tipe 3315 dan turunannya pun lenyap seketika bagai Dinosaurus. Sayangnya, hukum alamiah ini tidak berlaku dalam dunia politik.
Politisi Nokia 3315 yang sudah “karatan” masih menyetor wajah di Pemilu 2019 mendatang. Regenerasi kader parpol, tandas Ida Ayu Suryawati hanya terjadi saat ajal atau KPK menjemput sang politikus.
Fakta ini membuat calon legislatif (caleg) DPR RI muda dari Partai Garuda merasa kalah telak sebelum bertarung, 17 April 2019 mendatang.
Dia menilai masyarakat Bali lebih doyan “caleg karatan” yang sudah 10-15 tahun lebih duduk sebagai wakil rakyat ketimbang wajah baru seperti dirinya.
“Ibaratnya saya ini smartphone Android. Secanggih dan sepintar apapun saya, saya tetap tidak akan terpilih. Ini tentu tidak saya alami seorang sendiri.
Para caleg pendatang baru lain juga mengeluhkan hal sama. Jadi saya berpikir, daripada menghabiskan anggaran negara triliunan rupiah, lebih baik nggak usah ada pemilu. Toh yang terpilih juga itu-itu saja,” ujar Ida Ayu Suryawati, Jumat (21/12).
Ida Ayu Suryawati yang nyaleg bermodalkan keuntungan berjualan keripik pisang menambahkan sangat mustahil dirinya mengungguli
perolehan suara Made Urip (PDI Perjuangan) yang sudah 15 tahun mengisi kursi DPR RI atau Anak Agung Rai Wirajaya yang juga politisi PDI Perjuangan.
Apalagi menandingi Gde Sumarjaya Linggih alias Demer yang kini menjabat Ketua DPD 1 Golkar Bali pasca I Ketut Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penipuan,
penggelapan, dan pencucian uang senilai Rp 150 miliar oleh Direktorat Reserse Krimimal Khusus Polda Bali, Jumat (30/11) lalu.
“Semua petahana DPR RI maju lagi kecuali Bapak Nyoman Dhamantra PDIP. Saya salut pada Bapak Dhamantra karena tidak mencari kendaraan lewat parpol lain.
Seharusnya politisi lain yang sudah belasan tahun di Senayan legowo dan berbesar hati memberikan tongkat estafet ke kami-kami yang muda dan caleg pendatang baru,” tegasnya.
Dayu Suryawati menilai kehadiran wakil rakyat baru asal Bali akan memberikan nuansa anyar yang lebih fresh dan menjanjikan.
Tak mau muluk-muluk, dirinya berkata tidak lebih dari dua orang yang mampu menunjukkan “taring” duduk sebagai wakil rakyat dari total 9 anggota DPR RI dan 4 senator (DPD RI) dari Bali.
“Ini penilaian saya murni dari lubuk hati terdalam. Tak hanya di tingkat pusat, di tingkat DPRD tingkat II dan DPRD tingkat 1 hal serupa juga terjadi.
Wajah yang sama dan itu-itu saja yang terpilih. Ironisnya, masyarakat kita doyan sama yang “karatan” padahal caleg baru jauh lebih berkualitas dan menjanjikan.
Mungkin ini musibah karena masyarakat mengidolakan wakil rakyat yang suka bagi-bagi bansos,” keluhnya.
Terkait bansos, politisi cantik asli Karangasem itu menegaskan itu adalah uang rakyat, bukan keluar dari kantong si anggota dewan.
“Nokia selalu jadi pilihan utama saat memilih ponsel di era 90 hingga 2000-an. Bila HP itu dipakai sekarang tentu sudah jauh ketinggalan zaman.
Demikian juga politisi. Please, jangan pilih yang “karatan” kalau memang tidak ada prestasinya,” bujuknya.
Menariknya, Dayu Suryawati menyebut sangat banyak politisi “tua” yang memasang foto lama agar terkesan millennial. Foto 15-20 tahun silam dipakai sebagai bahan kampanye.
“Ini jelas menunjukkan bahwa mereka tak lagi percaya diri. Kenapa kita harus percaya sama mereka? Politik seharusnya mencerdaskan,
bukan mengekang kebebasan berdemokrasi. Masyarakat harus berani menentukan pilihan sesuai hati nurani dan latar belakang si caleg,” tegasnya.
Agar wakil rakyat selalu fresh, Dayu Suryawati menilai idealnya masa jabatan mereka dibatasi 2 periode pada setiap tingkatan.
“Jokowi saja hanya boleh menjabat Presiden RI selama dua periode. Wakil rakyat juga harus dibatasi dong,” terangnya. (rba)