29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:46 AM WIB

Watangan Dibakar Hidup-hidup, Ritual Puasa Lima Hari Sebelum Pentas

Pementasan drama calonarang sudah dilakukan ribuan kali di Bali. Sudah lazim karena dianggap dari budaya.

Namun, drama calonarang kali yang dipentaskan di Pasraman Cakra Ca Buana kali ini sangat berbeda. Pasalnya, salah seorang pemeran bakal dibakar hidup-hidup dengan bensin dan minyak.

 

 

JULIADI, Tabanan

PASRAMAN Cakra Ca Buana yang berada di Banjar Temuku Aya, Selemadeg Timur, Tabanan berdiri sejak sepuluh tahun lalu.

Meski terletak di pedesaan pasraman ini sudah banyak pementasan seni yang dilakukan. Butuh waktu 1 jam untuk menuju lokasi pasraman Cakra Ca Buana dari pusat Kota Tabanan.  

Jawa Pos Radar Bali berkesempatan untuk menemui salah satu guru (nabe) di pasraman Cakra Ca Buana yakni I Bagus Putu Budi Adnya.

Ditemui di rumahnya Senin (23/4) kemarin, I Bagus Putu Budi Adnya mengatakan, ini adalah kali pertama di Bali pementasan drama calonarang dengan menggunakan sarana seorang manusia (watangan) dengan cara dibakar.

Pementasan calon arang dilakukan serangkaian upacara Ngodalin Sesuunan Ratu Bagus Pasraman Cakra Ca Buana.

Menurut nabe Budi, ide memilih watangan untuk dibakar karena bercermin dari kehidupan yang saat ini dirasa kehidupan manusia di bumi panas.

Namun, panas ini pada akhirnya akan membawa berkah. Kemudian ide muncul juga dari ajian geni sastra. Yakni ilmu api yang mencakup diri manusia berkaitan tentang amarah.

Menurutnya, pementasan watangan dengan cara membakar seorang manusia tidak ada pawisik atau firasat apapun.

Ini murni karena senangnya belajar di kawisesan. Sehingga memasukkan ke sesi pertunjukkan calonarang. 

Pertunjukkan digelar pada saat Anggara Wage Gumbreg, Selasa (24/4) malam ini. Dimana watangan pada Calonarang ini akan dibakar.

Budi mengakui resiko memang ada. Namun berbagai persiapan dengan matang sudah dilakukannya. Mulai dari pemain pentas calonarang yang bertugas sebagai menjadi bangke-bangkean sudah belajar sastra sejak  3 bulan lalu.

Pementasan calonarang ini sudah melalui empat kali melakukan latihan, dua kali sempat terbakar dan dua kali berhasil.

“Mudah-mudahan lancar, namun jika terjadi hal negatif dan diluar kehendak, kami akan bertanggung jawab,” tegasnya. 

Dituturkannya kembali, pementasan calonarang mengambil judul Nyai Ratna Sumedang. Watangan membakar bukan pertunjukkan ajum-ajuman (bercanda).

Melainkan hanya sebuah seni pertunjukkan yang didalamnya ada unsur magis, mistik dan unsur spritual.

Unsur mistis secara logika tidak dapat diterima dengan akal sehat manusia. Namun dapat dipercaya karena langsung dipertunjukkan.

Watangan yang dibakar nanti tidak akan diperciki tirta pangentas seperti mayat pada umumnya. Melainkan memakai tirta panglukatan Panca Geni.

Di mana efek yang dimunculkan adalah pembersihan jiwa, mental dan diri. Membakar seorang manusia dengan api adalah ilmu bagaimana mendinginkan api itu sendiri.

Yang akan menjadi watangan adalah I Ketut Suwitna, warga Banjar Tangguntiti Gede, Desa Tangguntiti, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan.

Meski baru pertama kali menjadi watangan, dia harus meminta ijin kepada keluarganya “Karena sifatnya kesukarelaan, jadi antara keluarga sudah ada kesepakatan,” ujar Budi.

Akan ada ritual khusus yang dilakukan watangan sebelum pertunjukan berlangsung dan itu menjadi konsumsi pribadi yang tidak bisa Budi sebutkan.

Yang jelas ada ritual untuk memohon keselamatan dan kelancaran selama acara pementasan berlangsung. Paling sederhana adalah puasa selama 5 hari sebelum pementasan. 

Saat pementasan Watangan akan dibakar dengan waktu selama tiga menit dengan menggunakan minyak bensin setengah liter dan minyak tanah 5 liter.

Dengan tungku pembakaran di sebuah kompor mayat. Sedangkan untuk dana dalam pementasan ini mencapai Rp 30 juta.

Kegiatan ini sendiri sudah mendapat izin dari pihak Desa Tangguntiti dan pihak kepolisian Polsek Selemadeg Timur.

“Kami berharap sebagai penggiat seni kecil di desa, ada perhatian dari pemerintah Tabanan maupun Provinsi Bali. Sebab saat ini kami melakukan seni murni untuk melestarikan seni dan ajeg Bali,” tandasnya.

Sementara Kapolsek Selemadeg Timur, AKP I Putu Oka Suyasa menerangkan, pihaknya sudah mengeluarkan rekomendasi atas izin yang telah dibuat oleh panitia terkait pementasan Calonarang Watangan mebakar.

Sehingga selama acara berlangsung anggota akan berjaga. “Seluruh anggota Selemadeg Timur kami turunkan untuk acara besok (hari ini),” jelas AKP Suyasa.   

 

 

Pementasan drama calonarang sudah dilakukan ribuan kali di Bali. Sudah lazim karena dianggap dari budaya.

Namun, drama calonarang kali yang dipentaskan di Pasraman Cakra Ca Buana kali ini sangat berbeda. Pasalnya, salah seorang pemeran bakal dibakar hidup-hidup dengan bensin dan minyak.

 

 

JULIADI, Tabanan

PASRAMAN Cakra Ca Buana yang berada di Banjar Temuku Aya, Selemadeg Timur, Tabanan berdiri sejak sepuluh tahun lalu.

Meski terletak di pedesaan pasraman ini sudah banyak pementasan seni yang dilakukan. Butuh waktu 1 jam untuk menuju lokasi pasraman Cakra Ca Buana dari pusat Kota Tabanan.  

Jawa Pos Radar Bali berkesempatan untuk menemui salah satu guru (nabe) di pasraman Cakra Ca Buana yakni I Bagus Putu Budi Adnya.

Ditemui di rumahnya Senin (23/4) kemarin, I Bagus Putu Budi Adnya mengatakan, ini adalah kali pertama di Bali pementasan drama calonarang dengan menggunakan sarana seorang manusia (watangan) dengan cara dibakar.

Pementasan calon arang dilakukan serangkaian upacara Ngodalin Sesuunan Ratu Bagus Pasraman Cakra Ca Buana.

Menurut nabe Budi, ide memilih watangan untuk dibakar karena bercermin dari kehidupan yang saat ini dirasa kehidupan manusia di bumi panas.

Namun, panas ini pada akhirnya akan membawa berkah. Kemudian ide muncul juga dari ajian geni sastra. Yakni ilmu api yang mencakup diri manusia berkaitan tentang amarah.

Menurutnya, pementasan watangan dengan cara membakar seorang manusia tidak ada pawisik atau firasat apapun.

Ini murni karena senangnya belajar di kawisesan. Sehingga memasukkan ke sesi pertunjukkan calonarang. 

Pertunjukkan digelar pada saat Anggara Wage Gumbreg, Selasa (24/4) malam ini. Dimana watangan pada Calonarang ini akan dibakar.

Budi mengakui resiko memang ada. Namun berbagai persiapan dengan matang sudah dilakukannya. Mulai dari pemain pentas calonarang yang bertugas sebagai menjadi bangke-bangkean sudah belajar sastra sejak  3 bulan lalu.

Pementasan calonarang ini sudah melalui empat kali melakukan latihan, dua kali sempat terbakar dan dua kali berhasil.

“Mudah-mudahan lancar, namun jika terjadi hal negatif dan diluar kehendak, kami akan bertanggung jawab,” tegasnya. 

Dituturkannya kembali, pementasan calonarang mengambil judul Nyai Ratna Sumedang. Watangan membakar bukan pertunjukkan ajum-ajuman (bercanda).

Melainkan hanya sebuah seni pertunjukkan yang didalamnya ada unsur magis, mistik dan unsur spritual.

Unsur mistis secara logika tidak dapat diterima dengan akal sehat manusia. Namun dapat dipercaya karena langsung dipertunjukkan.

Watangan yang dibakar nanti tidak akan diperciki tirta pangentas seperti mayat pada umumnya. Melainkan memakai tirta panglukatan Panca Geni.

Di mana efek yang dimunculkan adalah pembersihan jiwa, mental dan diri. Membakar seorang manusia dengan api adalah ilmu bagaimana mendinginkan api itu sendiri.

Yang akan menjadi watangan adalah I Ketut Suwitna, warga Banjar Tangguntiti Gede, Desa Tangguntiti, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan.

Meski baru pertama kali menjadi watangan, dia harus meminta ijin kepada keluarganya “Karena sifatnya kesukarelaan, jadi antara keluarga sudah ada kesepakatan,” ujar Budi.

Akan ada ritual khusus yang dilakukan watangan sebelum pertunjukan berlangsung dan itu menjadi konsumsi pribadi yang tidak bisa Budi sebutkan.

Yang jelas ada ritual untuk memohon keselamatan dan kelancaran selama acara pementasan berlangsung. Paling sederhana adalah puasa selama 5 hari sebelum pementasan. 

Saat pementasan Watangan akan dibakar dengan waktu selama tiga menit dengan menggunakan minyak bensin setengah liter dan minyak tanah 5 liter.

Dengan tungku pembakaran di sebuah kompor mayat. Sedangkan untuk dana dalam pementasan ini mencapai Rp 30 juta.

Kegiatan ini sendiri sudah mendapat izin dari pihak Desa Tangguntiti dan pihak kepolisian Polsek Selemadeg Timur.

“Kami berharap sebagai penggiat seni kecil di desa, ada perhatian dari pemerintah Tabanan maupun Provinsi Bali. Sebab saat ini kami melakukan seni murni untuk melestarikan seni dan ajeg Bali,” tandasnya.

Sementara Kapolsek Selemadeg Timur, AKP I Putu Oka Suyasa menerangkan, pihaknya sudah mengeluarkan rekomendasi atas izin yang telah dibuat oleh panitia terkait pementasan Calonarang Watangan mebakar.

Sehingga selama acara berlangsung anggota akan berjaga. “Seluruh anggota Selemadeg Timur kami turunkan untuk acara besok (hari ini),” jelas AKP Suyasa.   

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/