29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:32 AM WIB

Mulai dari Nol, Pinjam Uang Bank, Cegah Corona dengan Naikkan Suhu Air

Setelah berjalannya new normal di Bali, objek wisata sudah mulai dibuka. Pengusaha industri pariwisata harus bangkit kembali. Mulai lagi dari nol. Bagaimana usahanya? 

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Kintamani

KINTAMANI adalah kawasan wisata populer di Bali. Jadi destinasi wisata utama wisatawan asing maupun domestik. Apalagi ada ikon gunung sekaligus danau batur di Kintamani.

Namun, ketika pandemic Covid-19 datang, usaha wisata di Kintamani langsung terkena dampaknya. Semua anjlok.

Kondisi ini diakui Founder Toya Devasya, objek wisata air panas yang terletak di tepi Danau Batur, Kintamani, Bangli, I Ketut Mardjana.

Mantan Direktur PT Pos Indonesia ini mengaku terpaksa menutup sementara tempat usahanya sejak April lalu. Pertama kali menutup usaha yang dia jalankan 18 tahun hanya karena virus corona.

Nah, sejak new normal berjalan, dia mulai berbenah. Dengan modal nekat meminjam uang di bank, Mardjana kembali mengoperasikan Toya Devasya 16 Juni lalu.

Dia juga memanggil 30 persen dari 220 karyawannya yang dirumahkan selama 3,5 bulan. “3,5 bulan ditutup karena sudah tidak ada pendapatan.  Terus ada pengeluaran sehingga terjadi defisit,” terang Mardjana. 

Selama tempat usahanya tutup, Mardjana tetap merasa terbebani dengan pembayaran listrik yang cukup mencekik leher.

Pernah ditagih pembayaran listrik sebesar Rp 160 juta. Ia pun bernegosiasi dengan pihak PLN supaya tagihan  listrik harga minimal. Permohonannya dikabulkan.

Jadi tagihan yang besar itu dicicil dan setelah itu tagihanya setiap bukan kenal harga minimal sebesar Rp 30 juta karena tempat usahanya ditutup total.

“Ya, itu minimalnya Rp 30 juta. Masih besar. Yang besar itu kami cicil. Kalau biasanya kami bayar Rp 120 juta,” jelasnya. 

Setelah dibuka hampir satu bulan ini pengunjung yang datang rata-rata 60 orang. Sangat jomplang dibandingkan hari sebelum Covid-19, dimana wisatawan yang datang sekitar 800 sampai 1.000 orang.

Wisatawan yang banyak ke Toya Devasya 70 persen wisatawan asing, 20 persen wisawatan luar Bali dan 10 persen lokal Bali.

” Kecil banget yang datang. 10 persen dari jumlah pengunjung sebelum Covid-19. Itu pun lokal Bali yang datang. Biasanya paling banyak dari Tiongkok,” jelasnya. 

Mardjana yang didampingi anaknya Putu Astiti Saraswati yang juga sebagai CEO dan Owner menjelaskan selama ditutup, mereka melakukan pembenahan supaya ada sesuatu yang baru.

Nah, bagaimana mencegah  penularan Covid-19, terlebih wahana air yang dianggap  terjadi penyebaran corona, pihaknya berusaha menerapkan protocol Kesehatan yang ketat.

Dia menjelaskan, untuk mencegah penyebaran virus corona, suhu air dinaikkan sekitar 38 sampai 40 derajat celsius. Selain itu aliran air panas dipercepat dari biasanya.

“Airnya cepat, terus panas berjemur lagi. Sehat banget. Air di sini juga tamba (obat),” terang Mardjana. (*)

Setelah berjalannya new normal di Bali, objek wisata sudah mulai dibuka. Pengusaha industri pariwisata harus bangkit kembali. Mulai lagi dari nol. Bagaimana usahanya? 

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Kintamani

KINTAMANI adalah kawasan wisata populer di Bali. Jadi destinasi wisata utama wisatawan asing maupun domestik. Apalagi ada ikon gunung sekaligus danau batur di Kintamani.

Namun, ketika pandemic Covid-19 datang, usaha wisata di Kintamani langsung terkena dampaknya. Semua anjlok.

Kondisi ini diakui Founder Toya Devasya, objek wisata air panas yang terletak di tepi Danau Batur, Kintamani, Bangli, I Ketut Mardjana.

Mantan Direktur PT Pos Indonesia ini mengaku terpaksa menutup sementara tempat usahanya sejak April lalu. Pertama kali menutup usaha yang dia jalankan 18 tahun hanya karena virus corona.

Nah, sejak new normal berjalan, dia mulai berbenah. Dengan modal nekat meminjam uang di bank, Mardjana kembali mengoperasikan Toya Devasya 16 Juni lalu.

Dia juga memanggil 30 persen dari 220 karyawannya yang dirumahkan selama 3,5 bulan. “3,5 bulan ditutup karena sudah tidak ada pendapatan.  Terus ada pengeluaran sehingga terjadi defisit,” terang Mardjana. 

Selama tempat usahanya tutup, Mardjana tetap merasa terbebani dengan pembayaran listrik yang cukup mencekik leher.

Pernah ditagih pembayaran listrik sebesar Rp 160 juta. Ia pun bernegosiasi dengan pihak PLN supaya tagihan  listrik harga minimal. Permohonannya dikabulkan.

Jadi tagihan yang besar itu dicicil dan setelah itu tagihanya setiap bukan kenal harga minimal sebesar Rp 30 juta karena tempat usahanya ditutup total.

“Ya, itu minimalnya Rp 30 juta. Masih besar. Yang besar itu kami cicil. Kalau biasanya kami bayar Rp 120 juta,” jelasnya. 

Setelah dibuka hampir satu bulan ini pengunjung yang datang rata-rata 60 orang. Sangat jomplang dibandingkan hari sebelum Covid-19, dimana wisatawan yang datang sekitar 800 sampai 1.000 orang.

Wisatawan yang banyak ke Toya Devasya 70 persen wisatawan asing, 20 persen wisawatan luar Bali dan 10 persen lokal Bali.

” Kecil banget yang datang. 10 persen dari jumlah pengunjung sebelum Covid-19. Itu pun lokal Bali yang datang. Biasanya paling banyak dari Tiongkok,” jelasnya. 

Mardjana yang didampingi anaknya Putu Astiti Saraswati yang juga sebagai CEO dan Owner menjelaskan selama ditutup, mereka melakukan pembenahan supaya ada sesuatu yang baru.

Nah, bagaimana mencegah  penularan Covid-19, terlebih wahana air yang dianggap  terjadi penyebaran corona, pihaknya berusaha menerapkan protocol Kesehatan yang ketat.

Dia menjelaskan, untuk mencegah penyebaran virus corona, suhu air dinaikkan sekitar 38 sampai 40 derajat celsius. Selain itu aliran air panas dipercepat dari biasanya.

“Airnya cepat, terus panas berjemur lagi. Sehat banget. Air di sini juga tamba (obat),” terang Mardjana. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/