26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:29 AM WIB

Gelar Profesor Didapat dari Dosen ITB, Abdikan Diri untuk Kaum Difabel

Proses belajar memang tak memandang srata sosial maupun usia. Itulah yang ada pada diri warga Desa Bengkala bernama I Ketut Kanta.

Karena ketekunannya belajar bahasa isyarat, Kanta mendapat julukan profesor kolok. Sebutan profesor kolok lantaran dia menguasai semua bahasa isyarat penyandang disabilitas.

 

 

JULIADI, Kubutambahan

HAMPIR semua warga Desa Bengkala, Kubutambahan, Buleleng tahu nama I Ketut Kanta sehingga sangat mudah untuk mencari lokasi kediamannya yang berada di Banjar Dinas Kelondan, Desa Bengkala, Kubutambahan Buleleng.

Pria berusia berusia 63 tahun itu setiap harinya disibukkan kegiatan mendidik, mengajar dan memberikan pelatihan pada anak-anak kolok alias penyandang disabilitas (tuli dan bisu) agar mereka tak dipandang sebelah mata oleh orang-orang normal.

I Ketut Kanta yang ditemui di KEM Kolok Bengkala mengaku sebutan profesor kolok dia dapat dari salah seorang dosen Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dosen itu mengaku kagum dengan Ketut Kanta karena semua bahasa isyarat kaum difabel dia kuasai. Bahkan, setiap dosen yang melakukan penelitan bahasa isyarat selalu dirinya dijadikan penerjemah.

Begitu pula dengan tamu asing yang berlibur ke Bali atau Indonesia selalu dijadikan penerjemah dari bahasa isyarat lokal dengan bahasa isyarat intenasional.  

Lambat laun warga setempat ikut memanggil dirinya profesor kolok. Jadi, gelar itu dia dapat bukan karena dirinya bergelar profesor dalam arti sesungguhnya.

Apalagi dia tidak pernah mengikuti pendidikan dan penelitian khusus tentang difabel. Gelar profesor itu dia dapat karena dia menguasai bahasa isyarat lokal warga Desa Bengkala, bahasa isyarat bisindo, sibi, dan bahasa isyarat Intenasional.

Mulai dari bahasa isyarat Amerika, Inggris, Belanda, Jerman, Belanda, Jepang dan bahasa isyarat negara lainnya.

“Sehingga saya dijuluki profesor kolok oleh para dosen luar negeri dan para dosen di Indonesia yang bergerak khusus meneliti pada pendidikan inklusi mengajar anak-anak dengan kondisi tuli dan bisu,” ungkap sarjana ekonomi Universitas Udayana ini.  

Fasih dan menguasai seluruh bahasa isyarat bermula dari pergaulan dengan warga 12 KK kolok di Bengkala. Hampir setiap harinya dirinya bergaul dengan mereka.

Lantas pada tahun 2006 mulai mengikuti pembelajaran bahasa isyarat di Universitas Fatmawati, dan mengikuti belajar bahasa kurang lebih setahun di Belanda.

Selanjutnya tahun 2007 dia tertarik mengajari warga Desa Bengkala belajar baca, tulis dan hitung. Karena mereka lah yang membuat dirinya belajar bahasa isyarat ke luar negeri.

Selain  itu agar mereka memiliki pendidikan dan pengetahuan yang sama dengan orang normal.  

Akhirnya saat itu dia mendirikan sekolah informal khusus bagi anak-anak Bengkala dengan kondisi tuli dan bisu.

“Jujur saya hampir tiga bulan lebih antar jemput anak-anak kolok agar mereka bisa mendapat pendidikan, mereka belajar di rumah,” cerita Ketut Kanta.

Singkatnya terbentuk sekolah inklusi di SDN 2 Bengkala sampai saat ini. Dengan siswa berasal dari dari anak-anak kolok Desa Bengkala dan anak-anak tuli dan bisu dari luar Desa Bengkala.

Dia sendiri bertindak sebagai pengajar. Saat ini sudah ada tiga guru sebagai pengajar pada sekolah inklusi yang dia dirikan. Saat ini anak-anak kolok yang bersekolah sudah mencapai 46 siswa.

Menariknya, sekolah inklusi Bengkala dijadikan sekolah percontohan di Bali dan Indonesia bagi anak-anak dengan kondisi tuli dan bisu.

“Saya kerap kali dijadikan pemateri dan workshop nasioanl di kampus-kampus dan perguruan tinggi soal bahasa isyarat dan tentang pendidikan sekolah inklusi,” ujarnya.

Dia menambahkan, sekolah inklusi terbentuk sampai akhirnya berdatangan dukungan berupa bantuan bagi warga kolok agar mereka usai bersekolah mampu bekerja seperti layak orang normal pada umumnya.

Mulai dari bantuan peternakan, pertanian sampai dengan pelatihan UMKM. Dan juga anak-anak kolok juga mengenal dunia teknologi. Mulai bisa menggunakan komputer dan bermain handphone.

“Tak sampai disitu, warga kolok mendapat bantuan fisik dengan pendirian KEM Kolok Bengkala dari salah satu perusahaan BUMN. KEM inilah hingga sekarang dijadikan sebagai tempat

 ruang menyalurkan bakat dan kreasi dengan memberikan warga kolok pelatihan pembuatan dupa, tenun dan kegiatan pelatihan lainnya,” pungkasnya. (*)

 

Proses belajar memang tak memandang srata sosial maupun usia. Itulah yang ada pada diri warga Desa Bengkala bernama I Ketut Kanta.

Karena ketekunannya belajar bahasa isyarat, Kanta mendapat julukan profesor kolok. Sebutan profesor kolok lantaran dia menguasai semua bahasa isyarat penyandang disabilitas.

 

 

JULIADI, Kubutambahan

HAMPIR semua warga Desa Bengkala, Kubutambahan, Buleleng tahu nama I Ketut Kanta sehingga sangat mudah untuk mencari lokasi kediamannya yang berada di Banjar Dinas Kelondan, Desa Bengkala, Kubutambahan Buleleng.

Pria berusia berusia 63 tahun itu setiap harinya disibukkan kegiatan mendidik, mengajar dan memberikan pelatihan pada anak-anak kolok alias penyandang disabilitas (tuli dan bisu) agar mereka tak dipandang sebelah mata oleh orang-orang normal.

I Ketut Kanta yang ditemui di KEM Kolok Bengkala mengaku sebutan profesor kolok dia dapat dari salah seorang dosen Institut Teknologi Bandung (ITB).

Dosen itu mengaku kagum dengan Ketut Kanta karena semua bahasa isyarat kaum difabel dia kuasai. Bahkan, setiap dosen yang melakukan penelitan bahasa isyarat selalu dirinya dijadikan penerjemah.

Begitu pula dengan tamu asing yang berlibur ke Bali atau Indonesia selalu dijadikan penerjemah dari bahasa isyarat lokal dengan bahasa isyarat intenasional.  

Lambat laun warga setempat ikut memanggil dirinya profesor kolok. Jadi, gelar itu dia dapat bukan karena dirinya bergelar profesor dalam arti sesungguhnya.

Apalagi dia tidak pernah mengikuti pendidikan dan penelitian khusus tentang difabel. Gelar profesor itu dia dapat karena dia menguasai bahasa isyarat lokal warga Desa Bengkala, bahasa isyarat bisindo, sibi, dan bahasa isyarat Intenasional.

Mulai dari bahasa isyarat Amerika, Inggris, Belanda, Jerman, Belanda, Jepang dan bahasa isyarat negara lainnya.

“Sehingga saya dijuluki profesor kolok oleh para dosen luar negeri dan para dosen di Indonesia yang bergerak khusus meneliti pada pendidikan inklusi mengajar anak-anak dengan kondisi tuli dan bisu,” ungkap sarjana ekonomi Universitas Udayana ini.  

Fasih dan menguasai seluruh bahasa isyarat bermula dari pergaulan dengan warga 12 KK kolok di Bengkala. Hampir setiap harinya dirinya bergaul dengan mereka.

Lantas pada tahun 2006 mulai mengikuti pembelajaran bahasa isyarat di Universitas Fatmawati, dan mengikuti belajar bahasa kurang lebih setahun di Belanda.

Selanjutnya tahun 2007 dia tertarik mengajari warga Desa Bengkala belajar baca, tulis dan hitung. Karena mereka lah yang membuat dirinya belajar bahasa isyarat ke luar negeri.

Selain  itu agar mereka memiliki pendidikan dan pengetahuan yang sama dengan orang normal.  

Akhirnya saat itu dia mendirikan sekolah informal khusus bagi anak-anak Bengkala dengan kondisi tuli dan bisu.

“Jujur saya hampir tiga bulan lebih antar jemput anak-anak kolok agar mereka bisa mendapat pendidikan, mereka belajar di rumah,” cerita Ketut Kanta.

Singkatnya terbentuk sekolah inklusi di SDN 2 Bengkala sampai saat ini. Dengan siswa berasal dari dari anak-anak kolok Desa Bengkala dan anak-anak tuli dan bisu dari luar Desa Bengkala.

Dia sendiri bertindak sebagai pengajar. Saat ini sudah ada tiga guru sebagai pengajar pada sekolah inklusi yang dia dirikan. Saat ini anak-anak kolok yang bersekolah sudah mencapai 46 siswa.

Menariknya, sekolah inklusi Bengkala dijadikan sekolah percontohan di Bali dan Indonesia bagi anak-anak dengan kondisi tuli dan bisu.

“Saya kerap kali dijadikan pemateri dan workshop nasioanl di kampus-kampus dan perguruan tinggi soal bahasa isyarat dan tentang pendidikan sekolah inklusi,” ujarnya.

Dia menambahkan, sekolah inklusi terbentuk sampai akhirnya berdatangan dukungan berupa bantuan bagi warga kolok agar mereka usai bersekolah mampu bekerja seperti layak orang normal pada umumnya.

Mulai dari bantuan peternakan, pertanian sampai dengan pelatihan UMKM. Dan juga anak-anak kolok juga mengenal dunia teknologi. Mulai bisa menggunakan komputer dan bermain handphone.

“Tak sampai disitu, warga kolok mendapat bantuan fisik dengan pendirian KEM Kolok Bengkala dari salah satu perusahaan BUMN. KEM inilah hingga sekarang dijadikan sebagai tempat

 ruang menyalurkan bakat dan kreasi dengan memberikan warga kolok pelatihan pembuatan dupa, tenun dan kegiatan pelatihan lainnya,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/