33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 14:00 PM WIB

Ayah Meninggal, Ibu Kawin Lagi, Cari Sayur di Sungai untuk Biaya Hidup

Di usianya yang masih belia, Kadek Suardana, 15 dan Komang Juniarta, 13 warga Dusun Payungan, Desa Selat sudah harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sehari-hari, keduanya berkeliling mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di pinggir sungai di desanya untuk dijual ke pasar. Untuk apa?

 

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

TAK seperti anak baru gede (ABG) lain, Kadek Suardana, 15, dan Komang Juniarta, 13, harus berjuang melawan rasa lelah.

Lelah untuk mencari uang, dan lelah menghilangkan ego tidak bisa bermain dengan teman-temannya.

Semua itu mereka lakukan untuk meringankan beban sang bibi, Wayan Sadiari yang sejak balita mengasuh mereka setelah sang ibu pergi dari rumah beberapa hari setelah sang ayah meninggal dunia.

Kisah hidup keduanya pun terdengar hingga ke telinga Wakil Bupati Klungkung I Made Sukasta.

Pemkab Klungkung, bersama PMI Kabupaten Klungkung dan awak media akhirnya menemui Kadek Suardana, 15 dan Komang Juniarta, 13, di kediamannya di Dusun Payungan, Desa Selat, Selasa (24/9).

Setiba di kediaman Suardana dan Juniarta, mereka berdua langsung menyambut dengan salam dan mencium tangan.

Sembari berdiri di halaman rumah, bibi dari kedua anak itu, Sadiari bercerita, dialah yang telah merawat Suardana dan Juniarta sejak kecil.

Itu dilakukannya lantaran Wayan Tini yang merupakan ibu dari kedua bocah itu meninggalkan rumah tanpa membawa anak beberapa hari setelah ayah dari anak-anak itu, Wayan Astawa meninggal dunia karena sakit.

Pada saat itu Suardana masih berusia sekitar 2 tahun dan Juniarta berusia 6 bulan. “Adik (Astawa) saya jatuh dari pohon nangka dan dirawat.

Hampir satu tahun dalam kondisi sehat, tiba-tiba sakit dan kondisinya terus memburuk. Sampai akhirnya meninggal dunia,” ungkapnya.

Melihat kondisi keuangan keluarga yang tergolong keluarga kurang mampu, dan usaha sang bibi untuk membesarkan mereka berdua, Suardana dan Juniarta sejak kecil membantu sang bibi mencari uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Setiap pagi, menurut Suardana, dia dan adiknya mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di sekitar sungai di dekat desanya.

Sayur-mayur tersebut kemudian akan diberikan kepada sang bibi untuk dijual di pasar. “Biasanya dapat sayur pakis, kangkung, daun ubi. Kalau lagi musim nangka, saya juga cari buah nangka,” katanya.

Jika sayur-mayur di sekitar sungai telah habis dipetiknya, dia dan adiknya terpaksa mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di sungai desa tetangga.

“Kalau sudah habis juga, biasanya saya mencari buah kelapa tua yang sudah jatuh dari pohonnya. Kadang bisa dapat lima buah per hari,” bebernya.

Setelah mencari sayur-mayur, barulah dia akan bersiap untuk pergi ke sekolah. Tidak kalah memprihatinkan,

dia yang tinggal di wilayah pedesaan dan belum terjamah program Angkutan Siswa Gratis akhirnya harus berjalan kaki ke SMPN 4 Semarapura yang jaraknya sekitar 3 kilometer.

Untuk sampai di sekolah, dia yang duduk di bangku kelas IX dan adiknya di kelas VII membutuhkan waktu sekitar 35 menit.

“Di rumah tidak ada motor. Saya juga tidak punya sepeda gayung. Jadi saya dan adik jalan kalau ke sekolah. Kadang diberikan tumpangan sama teman,” ungkap remaja yang bercita-cita menjadi polisi itu.

Wakil Bupati Klungkung, I Made Sukasta yang mendengar kisah kedua anak itu pun akhirnya tersentuh dengan mata yang berkaca-kaca.

Dia pun mengungkapkan kepada kedua anak itu jika masa kecilnya dulu sama dengan mereka. Wakil Bupati asal Desa Akah itu mengungkapkan ayahnya telah meninggal dunia saat dia masih kecil.

Sama dengan Suardana dan Juniarta, dia juga ditinggal sang ibu menikah lagi sehingga dia harus hidup dalam kesulitan.

Namun, Sukasta kecil tidak mau menyerah dengan takdir hidupnya. Dia terus berjuang dan giat belajar hingga terus meraih juara I di kelasnya.

Untuk itu, dia juga meminta kepada keduanya untuk giat belajar dan terus berjuang. Dia pun mengingatkan kedua anak itu untuk menjauhi hal-hal buruk seperti minum-minuman keras dan narkoba.

“Pintar-pintar jaga diri,” ujarnya. Perbekel Selat Gusti Ngurah Putu Adnyana mengungkapkan Suardana dan Juniarta termasuk keluarga kurang mampu.

Keluarga ini sudah mendapat perhatian dari pemerintah dengan pemberian bedah rumah dan bantuan pangan non tunai (BPNT).

Selain itu, mereka berdua juga direncanakan akan mendapat beasiswa yang merupakan program pemerintah desa. “Kami juga sudah usulkan dapurnya untuk mendapatkan rehab,” tandasnya. (*)

Di usianya yang masih belia, Kadek Suardana, 15 dan Komang Juniarta, 13 warga Dusun Payungan, Desa Selat sudah harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sehari-hari, keduanya berkeliling mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di pinggir sungai di desanya untuk dijual ke pasar. Untuk apa?

 

 

DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura

TAK seperti anak baru gede (ABG) lain, Kadek Suardana, 15, dan Komang Juniarta, 13, harus berjuang melawan rasa lelah.

Lelah untuk mencari uang, dan lelah menghilangkan ego tidak bisa bermain dengan teman-temannya.

Semua itu mereka lakukan untuk meringankan beban sang bibi, Wayan Sadiari yang sejak balita mengasuh mereka setelah sang ibu pergi dari rumah beberapa hari setelah sang ayah meninggal dunia.

Kisah hidup keduanya pun terdengar hingga ke telinga Wakil Bupati Klungkung I Made Sukasta.

Pemkab Klungkung, bersama PMI Kabupaten Klungkung dan awak media akhirnya menemui Kadek Suardana, 15 dan Komang Juniarta, 13, di kediamannya di Dusun Payungan, Desa Selat, Selasa (24/9).

Setiba di kediaman Suardana dan Juniarta, mereka berdua langsung menyambut dengan salam dan mencium tangan.

Sembari berdiri di halaman rumah, bibi dari kedua anak itu, Sadiari bercerita, dialah yang telah merawat Suardana dan Juniarta sejak kecil.

Itu dilakukannya lantaran Wayan Tini yang merupakan ibu dari kedua bocah itu meninggalkan rumah tanpa membawa anak beberapa hari setelah ayah dari anak-anak itu, Wayan Astawa meninggal dunia karena sakit.

Pada saat itu Suardana masih berusia sekitar 2 tahun dan Juniarta berusia 6 bulan. “Adik (Astawa) saya jatuh dari pohon nangka dan dirawat.

Hampir satu tahun dalam kondisi sehat, tiba-tiba sakit dan kondisinya terus memburuk. Sampai akhirnya meninggal dunia,” ungkapnya.

Melihat kondisi keuangan keluarga yang tergolong keluarga kurang mampu, dan usaha sang bibi untuk membesarkan mereka berdua, Suardana dan Juniarta sejak kecil membantu sang bibi mencari uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Setiap pagi, menurut Suardana, dia dan adiknya mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di sekitar sungai di dekat desanya.

Sayur-mayur tersebut kemudian akan diberikan kepada sang bibi untuk dijual di pasar. “Biasanya dapat sayur pakis, kangkung, daun ubi. Kalau lagi musim nangka, saya juga cari buah nangka,” katanya.

Jika sayur-mayur di sekitar sungai telah habis dipetiknya, dia dan adiknya terpaksa mencari sayur-mayur yang tumbuh liar di sungai desa tetangga.

“Kalau sudah habis juga, biasanya saya mencari buah kelapa tua yang sudah jatuh dari pohonnya. Kadang bisa dapat lima buah per hari,” bebernya.

Setelah mencari sayur-mayur, barulah dia akan bersiap untuk pergi ke sekolah. Tidak kalah memprihatinkan,

dia yang tinggal di wilayah pedesaan dan belum terjamah program Angkutan Siswa Gratis akhirnya harus berjalan kaki ke SMPN 4 Semarapura yang jaraknya sekitar 3 kilometer.

Untuk sampai di sekolah, dia yang duduk di bangku kelas IX dan adiknya di kelas VII membutuhkan waktu sekitar 35 menit.

“Di rumah tidak ada motor. Saya juga tidak punya sepeda gayung. Jadi saya dan adik jalan kalau ke sekolah. Kadang diberikan tumpangan sama teman,” ungkap remaja yang bercita-cita menjadi polisi itu.

Wakil Bupati Klungkung, I Made Sukasta yang mendengar kisah kedua anak itu pun akhirnya tersentuh dengan mata yang berkaca-kaca.

Dia pun mengungkapkan kepada kedua anak itu jika masa kecilnya dulu sama dengan mereka. Wakil Bupati asal Desa Akah itu mengungkapkan ayahnya telah meninggal dunia saat dia masih kecil.

Sama dengan Suardana dan Juniarta, dia juga ditinggal sang ibu menikah lagi sehingga dia harus hidup dalam kesulitan.

Namun, Sukasta kecil tidak mau menyerah dengan takdir hidupnya. Dia terus berjuang dan giat belajar hingga terus meraih juara I di kelasnya.

Untuk itu, dia juga meminta kepada keduanya untuk giat belajar dan terus berjuang. Dia pun mengingatkan kedua anak itu untuk menjauhi hal-hal buruk seperti minum-minuman keras dan narkoba.

“Pintar-pintar jaga diri,” ujarnya. Perbekel Selat Gusti Ngurah Putu Adnyana mengungkapkan Suardana dan Juniarta termasuk keluarga kurang mampu.

Keluarga ini sudah mendapat perhatian dari pemerintah dengan pemberian bedah rumah dan bantuan pangan non tunai (BPNT).

Selain itu, mereka berdua juga direncanakan akan mendapat beasiswa yang merupakan program pemerintah desa. “Kami juga sudah usulkan dapurnya untuk mendapatkan rehab,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/