33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:46 PM WIB

Susahnya Bikin Video Itu di Konsep, Masalah Uang Sudah Biasa

Dibalik gagahnya para musisi dalam setiap video klip, tentu ada orang hebat yang berada dibelakangnya. Yakni, sang sutradara yang mengatur video klip tersebut. Seperti apa?

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

DI Bali, nama besar Erick Est dan Andy Duarsa di dunia visual, terutama vdeo klip tak bisa ditepikan begitu saja.

Bahkan, di ajang nasional dan internasional pun patut diperhitungkan. Kamis malam (25/4), kedua orang yang sudah belasan tahun bergelut dengan video tersebut, duduk bareng untuk berbagi ilmu dengan generasi muda. 

Mereka dihadirkan oleh Anugerah Music Bali dalam acara yang digelar di Vaspa Cafe, Jalan Sesetan, Denpasar. Puluhan orang pun hadir untuk menyimak diskusi yang menaril tersebut.

Disinggung mengenai peran video klip bagi seorang musisi, Erick Est menyebut menjadi hal yang penting mengingat dunia visual ke depan terus berkembang. “Visual itu masa depan,” kata Erick.

Lalu apa yang menjadi persoalan tersulit dalam membuat sebuah video klip? “Problemnya tentu di konsep. Kalau masalah uang terlalu biasa,” ujarnya lantas disambut tawa peserta diskusi.

“Konsep menjadi penting, karena setiap musisi membuat lagu, pasti memiliki cerita sendiri. Nah kami memvisualkannya, dan terpenting ada etika dalam memvisualkannya,” imbuhnya. 

Andy Duarsa yang kerap menggarap video klip Bali ini menambahkan, selain persoalan konsep, tempat untuk membuat video klip bagi orang lokal juga kian mahal dan kerap dipersulit.

“Lokasi syuting beli semua. Ada tarifnya,” herannya. Yang menarik, ketika disinggung mengenai apakah membuat video klip harus mahal, Erick Est pun mengaku pertanyaan tersebut cukup sulit dijawab.

“Sebenarnya harga itu tergantung konsep. Misalkan membakar motor bebek dan Ferrari dalam video klip kan beda harganya,” ujarnya.

Selain itu, butuh juga untuk membayar tim yang membantu dalam pembuatan video klip. “Kalian nggak tahu, kalau ngedit video itu juga membuat saya sakit bangkiang (punggung). Makanya, kalau soal harga, itu tentatif lah,” bebernya.

“Tapi diluat untuk video klip, atau khususnya terkait soal kemanusiaan, saya support semampu saya,” ungkap Erick yang kerap membuat video dalam aksi Bali Tolak Reklamasi ini.

Lalu bagaimana menanggapi cemooh warga netizen terhadap video kalian? “Yang kritik itu wajar. Kalau nggak mau di kirritk, hidup di hutan saja sendirian,” pungkasnya. (*)

 

Dibalik gagahnya para musisi dalam setiap video klip, tentu ada orang hebat yang berada dibelakangnya. Yakni, sang sutradara yang mengatur video klip tersebut. Seperti apa?

 

I WAYAN WIDYANTARA, Denpasar

DI Bali, nama besar Erick Est dan Andy Duarsa di dunia visual, terutama vdeo klip tak bisa ditepikan begitu saja.

Bahkan, di ajang nasional dan internasional pun patut diperhitungkan. Kamis malam (25/4), kedua orang yang sudah belasan tahun bergelut dengan video tersebut, duduk bareng untuk berbagi ilmu dengan generasi muda. 

Mereka dihadirkan oleh Anugerah Music Bali dalam acara yang digelar di Vaspa Cafe, Jalan Sesetan, Denpasar. Puluhan orang pun hadir untuk menyimak diskusi yang menaril tersebut.

Disinggung mengenai peran video klip bagi seorang musisi, Erick Est menyebut menjadi hal yang penting mengingat dunia visual ke depan terus berkembang. “Visual itu masa depan,” kata Erick.

Lalu apa yang menjadi persoalan tersulit dalam membuat sebuah video klip? “Problemnya tentu di konsep. Kalau masalah uang terlalu biasa,” ujarnya lantas disambut tawa peserta diskusi.

“Konsep menjadi penting, karena setiap musisi membuat lagu, pasti memiliki cerita sendiri. Nah kami memvisualkannya, dan terpenting ada etika dalam memvisualkannya,” imbuhnya. 

Andy Duarsa yang kerap menggarap video klip Bali ini menambahkan, selain persoalan konsep, tempat untuk membuat video klip bagi orang lokal juga kian mahal dan kerap dipersulit.

“Lokasi syuting beli semua. Ada tarifnya,” herannya. Yang menarik, ketika disinggung mengenai apakah membuat video klip harus mahal, Erick Est pun mengaku pertanyaan tersebut cukup sulit dijawab.

“Sebenarnya harga itu tergantung konsep. Misalkan membakar motor bebek dan Ferrari dalam video klip kan beda harganya,” ujarnya.

Selain itu, butuh juga untuk membayar tim yang membantu dalam pembuatan video klip. “Kalian nggak tahu, kalau ngedit video itu juga membuat saya sakit bangkiang (punggung). Makanya, kalau soal harga, itu tentatif lah,” bebernya.

“Tapi diluat untuk video klip, atau khususnya terkait soal kemanusiaan, saya support semampu saya,” ungkap Erick yang kerap membuat video dalam aksi Bali Tolak Reklamasi ini.

Lalu bagaimana menanggapi cemooh warga netizen terhadap video kalian? “Yang kritik itu wajar. Kalau nggak mau di kirritk, hidup di hutan saja sendirian,” pungkasnya. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/