29.2 C
Jakarta
25 November 2024, 19:09 PM WIB

Tanah Perkebunan Tak Lagi Produktif, Cari Makan dengan Buka Bengkel

Tidak hanya ibu Sulayah yang merasakan dampak PLTU. Ketut Mangku Wijana salah seorang warga Celukan Bawang yang rumah

dan tanahnya dekat dengan areal operasi PLTU ikut terkena dampak. Kini Mangku Kuwi hanya mengandalkan hasil usaha bengkel miliknya. 

 

JULIADI, Singaraja

TEPAT pukul 12.00 siang Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan Ketut Mangku Wijana di bengkel miliknya.

Pria berkacamata merupakan salah satu warga yang rumah dan lahan perkebunan miliknya juga terkena dampak dari PLTU Celukan Bawang.

Jarak rumah sekitar 200 meter dari lokasi PLTU. Sementara lahan perkebunan berjarak sekitar 150 meter.

Tidak ada aktivitas apapun di bengkel yang menjual segala jenis onderdil sepeda motor. Pemilik bengkel awalnya ragu dengan kedatangan Jawa Pos Radar Bali.

Jawa Pos Radar Bali dikira pembeli peralatan bengkel. Setelah memperkenalkan diri, barulah pria yang akrab disapa Mangku Kuwi mulai terbuka dan bercerita kehidupannya selama beroperasinya PLTU Celukan Bawang. 

Dia pun mengakui jika tanah miliknya masuk areal ter dampak PLTU. Bahkan sekarang menjadi lokus utama untuk perluasan areal pembangunan PLTU tahap dua. 

“Saya memiliki tanah seluas 3,6 hektar. Dengan tanaman berupa kelapa, pisang dan tanaman lainnya. Hanya saja sejak beroperasi banyak kelapa yang rusak,

daun kelapanya kering, buah kelapa yang dihasilkan minim saat panen dua bulan sekali,” ujar pria berusia 50 tahun ini. 

Menurut Mangku Wijana, kalau dulu setiap kali panen dapat menghasilkan kelapa 6 ribu butir sampai 8 ribu butir.

Sekarang sudah tidak lagi seperti itu hanya sekali panen hasilkan buah 1.200 butir dengan ukuran buah kelapa minim. Sehingga jarang pengempul yang mau beli. 

 

“Hasil kebun yang sudah tidak produktif lagi, dengan terpaksa mengandalkan hasil bengkel. Bersyukur dulu dari hasil kelapa saya buat bengkel. Agar dapat membantu kebutuhan hidup sehari-harinya,” ungkap Mangku Wijana. 

Ada 13 kepala keluarga yang masih bertahan saat ini. 13 KK masuk areal perluasan pembangunan PLTU Celukan Bawang.

Selama PLTU beroperasi memang suara mesin tak terdengar dari rumahnya yang berada di sebelah selatan, karena menggunakan peredam suara. Sehingga dari jalan raya tak terdengar suara operasional mesin. 

Sementara untuk sebelah utara, barat dan timur tak gunakan peredam suara. Sehingga di rumah dari Ibu Sulayah mesin PLTU yang beroperasi terdengar bising. 

“PLTU biasanya mengeluarkan sisa pembakaran batubara (asap) ketika malam hari, mungkin itu saat penggunaan listrik meningkat, maka mesin beroperasi maksimal,” terang Mangku Wijana. 

Meski berada pada daerah terdampak, Mangku Wijana tak mendapat kompensasi atau santunan, sama halnya dengan Ibu Sulayah. 

Di tengah rencana perluasan pembangunan PLTU, Mangku Wijana tetap akan bertahan dan melakukan gugatan terhadap pembangunan PLTU.

“Untuk perluasan PLTU jujur saja, saya tidak pernah dilibatkan pembangunan tahap dua sehingga saya gugatan.

Tiba-tiba amdal siluman muncul untuk perluasan, sebagai warga yang tinggal di areal PLTU kami seolah-olah dibohongi,” pungkasnya. (*)

Tidak hanya ibu Sulayah yang merasakan dampak PLTU. Ketut Mangku Wijana salah seorang warga Celukan Bawang yang rumah

dan tanahnya dekat dengan areal operasi PLTU ikut terkena dampak. Kini Mangku Kuwi hanya mengandalkan hasil usaha bengkel miliknya. 

 

JULIADI, Singaraja

TEPAT pukul 12.00 siang Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan Ketut Mangku Wijana di bengkel miliknya.

Pria berkacamata merupakan salah satu warga yang rumah dan lahan perkebunan miliknya juga terkena dampak dari PLTU Celukan Bawang.

Jarak rumah sekitar 200 meter dari lokasi PLTU. Sementara lahan perkebunan berjarak sekitar 150 meter.

Tidak ada aktivitas apapun di bengkel yang menjual segala jenis onderdil sepeda motor. Pemilik bengkel awalnya ragu dengan kedatangan Jawa Pos Radar Bali.

Jawa Pos Radar Bali dikira pembeli peralatan bengkel. Setelah memperkenalkan diri, barulah pria yang akrab disapa Mangku Kuwi mulai terbuka dan bercerita kehidupannya selama beroperasinya PLTU Celukan Bawang. 

Dia pun mengakui jika tanah miliknya masuk areal ter dampak PLTU. Bahkan sekarang menjadi lokus utama untuk perluasan areal pembangunan PLTU tahap dua. 

“Saya memiliki tanah seluas 3,6 hektar. Dengan tanaman berupa kelapa, pisang dan tanaman lainnya. Hanya saja sejak beroperasi banyak kelapa yang rusak,

daun kelapanya kering, buah kelapa yang dihasilkan minim saat panen dua bulan sekali,” ujar pria berusia 50 tahun ini. 

Menurut Mangku Wijana, kalau dulu setiap kali panen dapat menghasilkan kelapa 6 ribu butir sampai 8 ribu butir.

Sekarang sudah tidak lagi seperti itu hanya sekali panen hasilkan buah 1.200 butir dengan ukuran buah kelapa minim. Sehingga jarang pengempul yang mau beli. 

 

“Hasil kebun yang sudah tidak produktif lagi, dengan terpaksa mengandalkan hasil bengkel. Bersyukur dulu dari hasil kelapa saya buat bengkel. Agar dapat membantu kebutuhan hidup sehari-harinya,” ungkap Mangku Wijana. 

Ada 13 kepala keluarga yang masih bertahan saat ini. 13 KK masuk areal perluasan pembangunan PLTU Celukan Bawang.

Selama PLTU beroperasi memang suara mesin tak terdengar dari rumahnya yang berada di sebelah selatan, karena menggunakan peredam suara. Sehingga dari jalan raya tak terdengar suara operasional mesin. 

Sementara untuk sebelah utara, barat dan timur tak gunakan peredam suara. Sehingga di rumah dari Ibu Sulayah mesin PLTU yang beroperasi terdengar bising. 

“PLTU biasanya mengeluarkan sisa pembakaran batubara (asap) ketika malam hari, mungkin itu saat penggunaan listrik meningkat, maka mesin beroperasi maksimal,” terang Mangku Wijana. 

Meski berada pada daerah terdampak, Mangku Wijana tak mendapat kompensasi atau santunan, sama halnya dengan Ibu Sulayah. 

Di tengah rencana perluasan pembangunan PLTU, Mangku Wijana tetap akan bertahan dan melakukan gugatan terhadap pembangunan PLTU.

“Untuk perluasan PLTU jujur saja, saya tidak pernah dilibatkan pembangunan tahap dua sehingga saya gugatan.

Tiba-tiba amdal siluman muncul untuk perluasan, sebagai warga yang tinggal di areal PLTU kami seolah-olah dibohongi,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/