31.4 C
Jakarta
4 September 2024, 11:12 AM WIB

Menyelamatkan Petani dengan Pasar Gotong Royong Krama Bali

GUBERNUR Bali meluncurkan Program Pasar Gotong Royong Krama Bali (PGRKB) dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 1536 Tahun 2020.

Program PGRKB merupakan tindak lanjut arahan Presiden Jokowi pada Rapat Koordinasi Gubernur se-Indonesia pada 15 Juli 2020.

Upaya ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pemasaran yang dihadapi oleh petani, nelayan, pengerajin dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama masa pandemi.

Selain sebagai upaya pemulihan roda perekonomian, program ini juga diperuntukkan untuk meningkatkan gairah petani untuk tetap berproduksi di tengah krisis pandemi.

Meluasnya wabah virus corona berdampak pada perekonomian global tidak terkecuali perekonomian Bali.

Pada triwulan I 2020 pertumbuhan ekonomi di Bali tercatat mengalami kontraksi yang cukup dalam hingga -7,67 persen dibandingkan dengan triwulan IV 2019.

Performa ekonomi masih diperkirakan babak belur bahkan hingga akhir tahun 2020. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat bahwa pada bulan Mei 2020

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hanya mencapai 36 kunjungan turun hampir 100 persen (-99,99 persen) dibandingkan dengan bulan Mei 2019.

Jumlah ini tidak dapat dipungkiri sebagai imbas dari catatan kasus pasien positif korona yang terus meningkat dan belum tentu kapan akan berakhir.

Tidak hanya berhenti di sektor pariwisata, ekonomi pandemi juga memberi efek domino pada sektor penyangga lainnya seperti pertanian.

Terganggunya rantai distribusi akibat penerapan kebijakan penjarakan sosial menyebabkan biaya produksi seperti harga pupuk meningkat.

Di sisi lain jumlah permintaan output produk pertanian justru menurun drastis karena pasar yang semula ditarget yaitu industri pariwisata seperti hotel dan restoran sedang mengalami kelesuan.

Akibatnya petani perlahan namun pasti turut terdampak oleh ekonomi pandemi. Indeks Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Provinsi Bali bulan Juni 2020 tercatat 93,56 turun sedalam -0,24 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 93,78.

Artinya biaya yang dikeluarkan petani untuk melakukan proses produksi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diterima.

Dengan kata lain, petani mengalami kerugian di tengah pandemi. Fenomena lain yang tercatat pada Berita Resmi Statistik adalah penurunan harga beberapa komoditas pertanian yang menahan inflasi di Kota Denpasar pada bulan Juni 2020.

Komoditas yang tercatat memberikan persentase rata-rata penurunan harga terbesar pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau antara lain, brokoli sebesar -27,59 persen;

sawi putih sebesar -23,62 persen; daun singkong sebesar -22,55 persen; kol putih sebesar -22,16 persen; dan anggur sebesar -20,85 persen.

Kondisi ini diduga akibat kelebihan penawaran output produk pertanian berhadapan dengan rendahnya jumlah permintaan dan daya beli masyarakat.

Sebagai langkah mitigasi ekonomi pandemi maka Pemerintah Provinsi Bali bersama bupati dan walikota se-Bali menyepakati masa adaptasi kebiasaan baru dimulai sejak 9 Juli 2020.

Industri pariwisata perlahan mulai dibuka dengan sasaran wisatawan domestik pada tahap awal.

Skema ini tentunya tetap memprioritaskan protokol kesehatan mengingat grafik kasus positif corona di Bali hingga saat ini belum melandai.

Upaya selanjutnya adalah menumbuhkan kembali geliat penyokong industri pariwisata yaitu melalui program PGRKB.

Pasar ini memfasilitasi petani atau nelayan yang menghasilkan produk pangan yang segar, sehat, dan berkualitas dari hasil usahanya serta bukan merupakan produk pangan dari luar daerah untuk dijual.

Tempat, sarana dan prasarana diperlukan akan difasilitasi oleh penyelenggara tanpa dipungut biaya.

Penyelenggara dalam konteks ini adalah pemerintah daerah, instansi vertikal, BUMN/BUMD dan atau pihak swasta di Bali.

Dengan demikian program ini diharapkan mampu meringankan beban pemasaran yang ditanggung oleh petani.

Manfaat lain yang diharapkan adalah memberikan petani jumlah margin perdangan yang lebih baik dengan pemasaran langsung ke konsumen akhir.

Artinya pasar gotong royong berpeluang untuk meningkatkan pendapatan petani. Selain menciptakan sarana prasarana yang kondusif Progam PGRKB juga mendorong konsumen untuk mengonsumsi produk lokal.

Dalam SE Gubernur Bali bahkan mewajibkan pegawai Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang berstatus PNS agar berbelanja minimal 10 persen dari gaji mereka yang diatur secara proporsional setiap PGRKB beroperasi.

Rekomendasi tersebut juga diharapkan dapat diterapkan oleh pegawai di instansi lainnya untuk membantu petani lokal bertahan di tengah gempuran ekonomi pandemi.

Pasar Gotong Royong Pangan Krama Bali dijadwalkan akan mulai dilaksanakan pada 7 Agustus dan secara rutin digelar setiap Jumat, mulai pukul 07.00 Wita – selesai.

Momentum pelaksanaan ini akan bertepatan dengan rencana pemerintah untuk memberikan insentif gaji ke-13 bagi ASN, TNI dan Polri kecuali pejabat eselon I dan eselon II.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara menyediakan anggaran sebesar Rp 28,5 triliun yang terdiri dari Rp 6,73 triliun untuk gaji ASN pusat, Rp 7,86 triliun untuk pensiun ke-13 dan Rp 13,89 triliun untuk ASN daerah melalui APBD.

Pemerintah tidak hanya menyediakan infrastruktur penunjang tetapi juga memberi stimulus tambahan pendapatan yang siap dibelanjakan kepada para ASN, TNI dan Polri.

Tujuannya yaitu memacu roda perekonomian agar tetap berjalan melalui peningkatan komponen konsumsi rumah tangga.

Pada akhirnya kebijakan pemulihan ekonomi akibat pandemi mau tidak mau harus direalisasikan dengan berpedoman pada protokol kesehatan.

Pergerakan roda perekonomian dimulai dari skala lokal dengan pemberdayaan dan optimalisasi potensi lokal.

Progam Pasar Gotong Royong Krama Bali menjadi angin segar bagi petani untuk terus berproduksi tanpa perlu khawatir lagi kendala pemasaran yang macet akibat pandemi.

Semoga dengan demikian perekonomian Bali perlahan mulai bangkit dimulai dari sektor-sektor penyangga seperti pertanian,

industri kecil mikro dan menengah kemudian perlahan kembali memperkuat basis industri pariwisata. (*)

I Gede Heprin Prayasta

(Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

GUBERNUR Bali meluncurkan Program Pasar Gotong Royong Krama Bali (PGRKB) dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 1536 Tahun 2020.

Program PGRKB merupakan tindak lanjut arahan Presiden Jokowi pada Rapat Koordinasi Gubernur se-Indonesia pada 15 Juli 2020.

Upaya ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan pemasaran yang dihadapi oleh petani, nelayan, pengerajin dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama masa pandemi.

Selain sebagai upaya pemulihan roda perekonomian, program ini juga diperuntukkan untuk meningkatkan gairah petani untuk tetap berproduksi di tengah krisis pandemi.

Meluasnya wabah virus corona berdampak pada perekonomian global tidak terkecuali perekonomian Bali.

Pada triwulan I 2020 pertumbuhan ekonomi di Bali tercatat mengalami kontraksi yang cukup dalam hingga -7,67 persen dibandingkan dengan triwulan IV 2019.

Performa ekonomi masih diperkirakan babak belur bahkan hingga akhir tahun 2020. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat bahwa pada bulan Mei 2020

jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hanya mencapai 36 kunjungan turun hampir 100 persen (-99,99 persen) dibandingkan dengan bulan Mei 2019.

Jumlah ini tidak dapat dipungkiri sebagai imbas dari catatan kasus pasien positif korona yang terus meningkat dan belum tentu kapan akan berakhir.

Tidak hanya berhenti di sektor pariwisata, ekonomi pandemi juga memberi efek domino pada sektor penyangga lainnya seperti pertanian.

Terganggunya rantai distribusi akibat penerapan kebijakan penjarakan sosial menyebabkan biaya produksi seperti harga pupuk meningkat.

Di sisi lain jumlah permintaan output produk pertanian justru menurun drastis karena pasar yang semula ditarget yaitu industri pariwisata seperti hotel dan restoran sedang mengalami kelesuan.

Akibatnya petani perlahan namun pasti turut terdampak oleh ekonomi pandemi. Indeks Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Provinsi Bali bulan Juni 2020 tercatat 93,56 turun sedalam -0,24 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 93,78.

Artinya biaya yang dikeluarkan petani untuk melakukan proses produksi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diterima.

Dengan kata lain, petani mengalami kerugian di tengah pandemi. Fenomena lain yang tercatat pada Berita Resmi Statistik adalah penurunan harga beberapa komoditas pertanian yang menahan inflasi di Kota Denpasar pada bulan Juni 2020.

Komoditas yang tercatat memberikan persentase rata-rata penurunan harga terbesar pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau antara lain, brokoli sebesar -27,59 persen;

sawi putih sebesar -23,62 persen; daun singkong sebesar -22,55 persen; kol putih sebesar -22,16 persen; dan anggur sebesar -20,85 persen.

Kondisi ini diduga akibat kelebihan penawaran output produk pertanian berhadapan dengan rendahnya jumlah permintaan dan daya beli masyarakat.

Sebagai langkah mitigasi ekonomi pandemi maka Pemerintah Provinsi Bali bersama bupati dan walikota se-Bali menyepakati masa adaptasi kebiasaan baru dimulai sejak 9 Juli 2020.

Industri pariwisata perlahan mulai dibuka dengan sasaran wisatawan domestik pada tahap awal.

Skema ini tentunya tetap memprioritaskan protokol kesehatan mengingat grafik kasus positif corona di Bali hingga saat ini belum melandai.

Upaya selanjutnya adalah menumbuhkan kembali geliat penyokong industri pariwisata yaitu melalui program PGRKB.

Pasar ini memfasilitasi petani atau nelayan yang menghasilkan produk pangan yang segar, sehat, dan berkualitas dari hasil usahanya serta bukan merupakan produk pangan dari luar daerah untuk dijual.

Tempat, sarana dan prasarana diperlukan akan difasilitasi oleh penyelenggara tanpa dipungut biaya.

Penyelenggara dalam konteks ini adalah pemerintah daerah, instansi vertikal, BUMN/BUMD dan atau pihak swasta di Bali.

Dengan demikian program ini diharapkan mampu meringankan beban pemasaran yang ditanggung oleh petani.

Manfaat lain yang diharapkan adalah memberikan petani jumlah margin perdangan yang lebih baik dengan pemasaran langsung ke konsumen akhir.

Artinya pasar gotong royong berpeluang untuk meningkatkan pendapatan petani. Selain menciptakan sarana prasarana yang kondusif Progam PGRKB juga mendorong konsumen untuk mengonsumsi produk lokal.

Dalam SE Gubernur Bali bahkan mewajibkan pegawai Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang berstatus PNS agar berbelanja minimal 10 persen dari gaji mereka yang diatur secara proporsional setiap PGRKB beroperasi.

Rekomendasi tersebut juga diharapkan dapat diterapkan oleh pegawai di instansi lainnya untuk membantu petani lokal bertahan di tengah gempuran ekonomi pandemi.

Pasar Gotong Royong Pangan Krama Bali dijadwalkan akan mulai dilaksanakan pada 7 Agustus dan secara rutin digelar setiap Jumat, mulai pukul 07.00 Wita – selesai.

Momentum pelaksanaan ini akan bertepatan dengan rencana pemerintah untuk memberikan insentif gaji ke-13 bagi ASN, TNI dan Polri kecuali pejabat eselon I dan eselon II.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara menyediakan anggaran sebesar Rp 28,5 triliun yang terdiri dari Rp 6,73 triliun untuk gaji ASN pusat, Rp 7,86 triliun untuk pensiun ke-13 dan Rp 13,89 triliun untuk ASN daerah melalui APBD.

Pemerintah tidak hanya menyediakan infrastruktur penunjang tetapi juga memberi stimulus tambahan pendapatan yang siap dibelanjakan kepada para ASN, TNI dan Polri.

Tujuannya yaitu memacu roda perekonomian agar tetap berjalan melalui peningkatan komponen konsumsi rumah tangga.

Pada akhirnya kebijakan pemulihan ekonomi akibat pandemi mau tidak mau harus direalisasikan dengan berpedoman pada protokol kesehatan.

Pergerakan roda perekonomian dimulai dari skala lokal dengan pemberdayaan dan optimalisasi potensi lokal.

Progam Pasar Gotong Royong Krama Bali menjadi angin segar bagi petani untuk terus berproduksi tanpa perlu khawatir lagi kendala pemasaran yang macet akibat pandemi.

Semoga dengan demikian perekonomian Bali perlahan mulai bangkit dimulai dari sektor-sektor penyangga seperti pertanian,

industri kecil mikro dan menengah kemudian perlahan kembali memperkuat basis industri pariwisata. (*)

I Gede Heprin Prayasta

(Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/