29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 3:12 AM WIB

Waspada! Agama Rawan Ditunggangi Kepentingan Politik

RadarBali.com – Masalah agama rawan ditunggangi kepentingan politik. Topik inilah yang menjadi fokus seminar sehari bertajuk Peran Penyiaran dalam Menangkal Paham Anti Pancasila dan Membangun Optimisme Bangsa, Jumat (25/8) kemarin di Gedung DPD RI Renon, Denpasar. 

Untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, media massa diminta lebih hati-hati dalam memberitakan masalah agama dan SARA, khususnya saat terjadi konflik.

Apalagi, masalah seperti itu rawan ditunggangi kepentingan politik. “Politisi kita banyak yang belum menjadi negarawan. Banyak yang menghalalkan segara cara,” kata Koordinator Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Ida Palingsir Agung Putra Sukahet. 

Sukahet menegaskan, media massa kini menjadi tumpuan dalam menjaga persatuan bangsa. Sebab, euforia demokrasi dan Hak Asasi Manusia membuat peran  pemerintah terlihat lemah.

“Kalau media lalai, isu SARA akan gampang digunakan untuk memecah belah,” ujarnya. Dia mencontohkan pemberitaan mengenai kasus pembakaran tempat ibadah di suatu daerah misalnya, bisa menimbulkan gejolak di daerah lain.

Padahal bisa jadi kasusnya, bukan semata-mata  masalah agama. Bila hal itu sudah menyebar, akan sangat sulit dan mahal harganya untuk melakukan pemulihan.

FKUB sendiri sudah menyepakati, dalam penanganan masalah SARA akan menghindari komentar atau penyampaian informasi yang justru memperkeruh persoalan selama masalahnya belum benar-benar dituntaskan.

Pengurus FKUB juga dilarang mengungkit persoalan yang sudah selesai. Sementara itu Ketua Komisi Penyiaran Bali Made Sunarsa menegaskan, lembaga penyiaran terikat pada ketentuan untuk menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI.

“Kalau ada yang menyimpang tentu bisa dikenai sanksi,” ujarnya. Dalam hal ini, pihaknya terus melakukan pengawasan dan pencegahan mulai dari proses pemberian ijin pendirian lembaga penyiaran.

Pengamat Media dari Fisip Universitas Udayana, Made Ras Amanda Gelgel menyebut, peran media itu terutama untuk mengimbangi penyebaran hoax yang kini merajalela di media sosial.

“Apalagi sudah terungkap hoax yang mengadu domba itu justru menjadi industri yang menguntungkan,” katanya.

Dari penelitian yang dilakukannya,  tingkat kepercayaan publik di Bali terhadap pemberitaan media masih cukup tinggi dimana media televisi menduduki peringkat pertama, disusul media cetak, online, dan baru kemudian media sosial.

RadarBali.com – Masalah agama rawan ditunggangi kepentingan politik. Topik inilah yang menjadi fokus seminar sehari bertajuk Peran Penyiaran dalam Menangkal Paham Anti Pancasila dan Membangun Optimisme Bangsa, Jumat (25/8) kemarin di Gedung DPD RI Renon, Denpasar. 

Untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, media massa diminta lebih hati-hati dalam memberitakan masalah agama dan SARA, khususnya saat terjadi konflik.

Apalagi, masalah seperti itu rawan ditunggangi kepentingan politik. “Politisi kita banyak yang belum menjadi negarawan. Banyak yang menghalalkan segara cara,” kata Koordinator Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Ida Palingsir Agung Putra Sukahet. 

Sukahet menegaskan, media massa kini menjadi tumpuan dalam menjaga persatuan bangsa. Sebab, euforia demokrasi dan Hak Asasi Manusia membuat peran  pemerintah terlihat lemah.

“Kalau media lalai, isu SARA akan gampang digunakan untuk memecah belah,” ujarnya. Dia mencontohkan pemberitaan mengenai kasus pembakaran tempat ibadah di suatu daerah misalnya, bisa menimbulkan gejolak di daerah lain.

Padahal bisa jadi kasusnya, bukan semata-mata  masalah agama. Bila hal itu sudah menyebar, akan sangat sulit dan mahal harganya untuk melakukan pemulihan.

FKUB sendiri sudah menyepakati, dalam penanganan masalah SARA akan menghindari komentar atau penyampaian informasi yang justru memperkeruh persoalan selama masalahnya belum benar-benar dituntaskan.

Pengurus FKUB juga dilarang mengungkit persoalan yang sudah selesai. Sementara itu Ketua Komisi Penyiaran Bali Made Sunarsa menegaskan, lembaga penyiaran terikat pada ketentuan untuk menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI.

“Kalau ada yang menyimpang tentu bisa dikenai sanksi,” ujarnya. Dalam hal ini, pihaknya terus melakukan pengawasan dan pencegahan mulai dari proses pemberian ijin pendirian lembaga penyiaran.

Pengamat Media dari Fisip Universitas Udayana, Made Ras Amanda Gelgel menyebut, peran media itu terutama untuk mengimbangi penyebaran hoax yang kini merajalela di media sosial.

“Apalagi sudah terungkap hoax yang mengadu domba itu justru menjadi industri yang menguntungkan,” katanya.

Dari penelitian yang dilakukannya,  tingkat kepercayaan publik di Bali terhadap pemberitaan media masih cukup tinggi dimana media televisi menduduki peringkat pertama, disusul media cetak, online, dan baru kemudian media sosial.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/