Gong adalah alat musik khas Bali yang mempunyai nilai seni tinggi. Tidak sembarang orang bisa membuatnya.
Di Desa Banyupoh, Gerokgak, Buleleng selain dikenal banyak pengerajin batu akik Pulaki ternyata terdapat sentral pembuatan gamelan Bali yang masih eksis sampai sekarang.
Bahkan, karya pengerajin gamelan di Banyupoh, Gerokgak sudah tembus pasar luar Bali. Seperti apa?
JULIADI, Gerokgak
PERJUANGAN seorang pria asal Banjar Dinas Karangsari, Banyupoh, Gerokgak tidak sia-sia. Setelah belajar menimpa ilmu 17 tahun lamanya
sebagai pengerajin pande Gong di Desa Tihingan, Klungkung, akhirnya pria berusia 42 berhasil merintis usaha pande gong di desanya.
Saat Jawa Pos Radar Bali bertandang ke lokasi pande gong milik Kadek Yadi belum lama ini, tampak beberapa pekerja tengah sibuk membuat lempengan besi, bara api menyulut memanaskan besi yang ada pada prapen.
Rupanya pekerja yang berjumlah lima orang tengah mengerjakan pesanan gong dari daerah Sumatra.
Pande gong yang rintis Kadek Yadi dengan nama Gong Arthayasa mulai dari pembuatan gangsa, jegogan, jublag, reyong, terompong, gendang besar, ceng ceng, kajar, gong besar, kemong dan babende.
“Keahlian membuat gong, saya tidak dapat dari turun-temurun. Tapi, karena bakat seni dan terus belajar di sentral pembuat gong di Klungkung. Sehingga saya mampu sebagai pengerajin gong,” kata Kadek Yadi.
Usaha gong Bali yang dia rintis dimulai sejak 2013 lalu. Membuka usaha gong Bali di kampung halamannya, bukan tanpa sebab.
Sebab utama karena dia melihat tak adanya pengerajin gong khusus di Buleleng Barat. Kemudian banyak sekaa gong di Buleleng jika membuat gong dan servis gong harus ke menempuh perjalanan jauh ke Klungkung dan Gianyar.
“Memang tidak mudah, kalau merintis dari awal. Butuh kepercayaan terutama sisi kualitas gong yang dihasilkan.
Suara gong, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gong. Kualitas bagus sangat menentukan pemesanan gong,” ujarnya.
Dituturkan gong Bali sejati banyak macam jenisnya. Mulai dari gong kebyar, gamelan semar pagulingan, gamelan palegongan, gamelan gender wayang, gamelan gambang, gamelan pajogedan, gamelan gambuh dan gamelan angklung.
Akan tetapi seiring perkembangannya, gong Bali yang paling banyak diminati adalah gong gebyar. Maka tidak heran tiga tahun belakangan ini pemesanan pembuatan gong gebyar paling banyak.
Selain ini gong gebyar lebih banyak tampil dalam festival dan event-event di Bali. “Pembuatan gong gebyar membutuhkan waktu pengerjaan selama 6 bulan.
Harganya pun lumayan tinggi mencapai harga Rp 250 juta sampai Rp 300 juta, itu komplit satu set gong gebyar,” terangnya.
Sebagai pengerajin gong kerumitan tentu ada. Proses pembuatan tentu bahan perunggu dipanas pada prapen lalau dimasukkan dalam cetekan.
“Bagi kami pembuatan gong tersulit pada sisi menciptakan sebuah nada di gong dan bentuk seni ukiran yang dibuat pada gong,” ucapnya.
Lanjutnya, pembuatan gong Bali selalu mencari hari baik (dewasa). Bahkan, beberapa proses ritual harus dilakukan.
Agar metaksu (sakral) pada bahan baku pembuatan gong dicampur beberapa gram emas. Dalam pembuatan gong menggunakan bahan baku perunggu yang didatangkan langsung dari Solo, Jawa Tengah.
Untuk pembuatan gong gebyar mampu menghabiskan bahan perunggu sekitar 350 kilogram. “Saat ini kami tidak hanya melayani pembuatan gong Bali. Tapi juga reparasi gong, pembuatan genta dan gamelan lainnya.
Sementara untuk pemesanan gong tidak dari Buleleng, melainkan tebus pasar luar Bali. Seperti Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan Timur,” tandasnya. (*)