27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 2:22 AM WIB

Tetap Junjung Kearifan Lokal Bali,Puja Bakti Dilakukan Secara Terbatas

Hari Raya Waisak 2565 BE yang jatuh pada Rabu kemarin (26/5) dirayakan secara sederhana oleh umat Budha di Kabupaten Buleleng. Seperti di Wihara Giri Manggala. Perayaan detik-detik Waisak dilakukan secara terbatas.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

ALUNAN suara gamelan terdengar nyaring. Rupanya suara itu muncul dari rekaman suara gamelan yang diputar pada pengeras suara yang terpasang di Wihara Giri Manggala, Desa Alasangker.

Alunan gamelan itu menandakan bahwa hari raya sudah dimulai. Sejak pukul 08.00 pagi, satu demi satu umat Budha yang ada di sekitar Desa Alasangker, datang ke wihara tersebut.

Mereka mengenakan pakaian adat Bali. Tak lupa canang sari dan buah-buahan juga turut dibawa. Umat kemudian menghaturkan canang itu pada altar yang sudah disiapkan.

Baru kemudian umat melakukan persembahyangan di altar utama yang terletak di tengah wihara. Wihara Giri Manggala yang terletak di Desa Alasangker, adalah salah satu wihara yang unik.

Umat Budha di sana melakukan persembahyangan dengan pakaian adat Bali. Mereka juga tetap menghaturkan canang sari sebagai persembahan.

“Memang dari dulu seperti ini. Jadi orang tua kami sejak tahun 1970-an sembahyang ke wihara memang dengan adat Bali,” kata Kadek Budiasa, salah seorang umat di Wihara Giri Manggala.

Menurutnya sejak dulu umat selalu menjaga tradisi dan kearifan lokal tradisi Bali. Hal itu kemudian diadopsi saat umat hendak melakukan persembahyangan. Persembahan yang dihaturkan juga turut diadopsi.

Ketua Wihara Giri Manggala, Gede Riasa mengungkapkan, sarana pemujaan memang mengikuti kearifan lokal. Dalam perayaan hari Waisak kemarin, tradisi itu tetap dipertahankan.

“Kalau dalam prosesi tata upacara dan lantunan puja-puja, tetap kami ikuti ritus sesua Budha. Kalau pakaian dan canang memang tetap diadopsi,” ungkapnya.

Pada hari raya Wiasak tahun ini, Riasa menyebut ritus pemujaan dilakukan secara sederhana. Untuk puja bakti misalnya.

Hanya diikuti oleh pengurus wihara yang disebut dengan Dayaka Sabha. Sementara umat diminta melakukan perayaan dari rumah masing-masing.

“Biasanya saat pra daksina, memang melibatkan umat. Tapi selama pandemi ini hanya pengurus saja yang melakukan.

Jadi nanti saat detik-detik Waisak kami akan mengelilingi areal suci sebanyak tiga kali dengan diiringi parita budhis,” jelas Riasa. (*)

 

 

Hari Raya Waisak 2565 BE yang jatuh pada Rabu kemarin (26/5) dirayakan secara sederhana oleh umat Budha di Kabupaten Buleleng. Seperti di Wihara Giri Manggala. Perayaan detik-detik Waisak dilakukan secara terbatas.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

ALUNAN suara gamelan terdengar nyaring. Rupanya suara itu muncul dari rekaman suara gamelan yang diputar pada pengeras suara yang terpasang di Wihara Giri Manggala, Desa Alasangker.

Alunan gamelan itu menandakan bahwa hari raya sudah dimulai. Sejak pukul 08.00 pagi, satu demi satu umat Budha yang ada di sekitar Desa Alasangker, datang ke wihara tersebut.

Mereka mengenakan pakaian adat Bali. Tak lupa canang sari dan buah-buahan juga turut dibawa. Umat kemudian menghaturkan canang itu pada altar yang sudah disiapkan.

Baru kemudian umat melakukan persembahyangan di altar utama yang terletak di tengah wihara. Wihara Giri Manggala yang terletak di Desa Alasangker, adalah salah satu wihara yang unik.

Umat Budha di sana melakukan persembahyangan dengan pakaian adat Bali. Mereka juga tetap menghaturkan canang sari sebagai persembahan.

“Memang dari dulu seperti ini. Jadi orang tua kami sejak tahun 1970-an sembahyang ke wihara memang dengan adat Bali,” kata Kadek Budiasa, salah seorang umat di Wihara Giri Manggala.

Menurutnya sejak dulu umat selalu menjaga tradisi dan kearifan lokal tradisi Bali. Hal itu kemudian diadopsi saat umat hendak melakukan persembahyangan. Persembahan yang dihaturkan juga turut diadopsi.

Ketua Wihara Giri Manggala, Gede Riasa mengungkapkan, sarana pemujaan memang mengikuti kearifan lokal. Dalam perayaan hari Waisak kemarin, tradisi itu tetap dipertahankan.

“Kalau dalam prosesi tata upacara dan lantunan puja-puja, tetap kami ikuti ritus sesua Budha. Kalau pakaian dan canang memang tetap diadopsi,” ungkapnya.

Pada hari raya Wiasak tahun ini, Riasa menyebut ritus pemujaan dilakukan secara sederhana. Untuk puja bakti misalnya.

Hanya diikuti oleh pengurus wihara yang disebut dengan Dayaka Sabha. Sementara umat diminta melakukan perayaan dari rumah masing-masing.

“Biasanya saat pra daksina, memang melibatkan umat. Tapi selama pandemi ini hanya pengurus saja yang melakukan.

Jadi nanti saat detik-detik Waisak kami akan mengelilingi areal suci sebanyak tiga kali dengan diiringi parita budhis,” jelas Riasa. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/