25.4 C
Jakarta
25 November 2024, 6:26 AM WIB

Catat…Pernah Jadi Bagian Wiranto, Pak Oles Janji Tak Gembosi Hanura

DENPASAR – Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles bukan wajah baru dalam kancah politik. Dalam Pileg 2014 silam pria peracik minyak oles Bokashi itu meraup 41.277 suara kala berseragam Hanura.

Mendirikan Hanura pada 2007 di Jakarta dan berstatus Ketua DPD Hanura, Pak Oles berhasil merebut 15 kursi DPRD kabupaten dan provinsi pada 2009 dan 30 kursi pada 2014.

Diakuinya seluruh jiwa dan raga dipersembahkannya kala itu untuk satu tujuan, yaitu menang. Namun ketidakpuasan dalam pergantian

kepengurusan Hanura pada 2015 membuatnya mengenakan “baju putih” alias berhenti berpolitik sebelum akhirnya pindah haluan ke Demokrat. 

Apakah Demokrat lebih menjanjikan? Pak Oles menjawab berjuang dalam politik adalah panggilan hati untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.

“Saya lebih baik mundur. Saya lebih suka damai daripada berseteru. Mundur dari Partai Hanura pun adalah hak saya. Dan itu tidak masalah bagi saya,

karena kembali lagi pada masalah kebebasan berpolitik dan berdemokrasi saya yang usung, yaitu cinta, damai, dan terus berjuang dengan kekuatan diri sendiri untuk masyarakat Bali,” ungkapnya.

Berangkat dari Demokrat Bali ke Senayan pada Pileg 2019 diakuinya sama berat dan susahnya dengan bertarung dari Hanura pada 2014 silam.

Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan dan kerja keras. Dirinya tak memungkiri dari segi popularitas, nama Pak Oles sudah merakyat, tinggal bagaimana memopulerkan GNW sebagai Gede Ngurah Wididana.

“Butuh waktu 2 tahun untuk mempromosikan Gede Ngurah Wididana dari Partai Demokrat. Dan proses 2 tahun itu sudah dilalui.

Masyarakat Bali sudah maklum dan paham kenapa saya pindah ke Demokrat, walaupun pada awalnya banyak pertanyaan.

Tapi pendukung saya sekarang sudah mengerti dan memahami, bahkan bersyukur saya sudah pindah ke Demokrat,” sambungnya.

Dikejar mengenai kepindahannya dari Hanura ke Demokrat, Pak Oles menjawab karena menginginkan kedamaian, kebebasan, dan meneruskan perjuangan politik secara bebas dan mandiri.

Tentang perbedaan Hanura dan Demokrat, dirinya menyebut berjuang di Demokrat adalah berjuang bersama tim yang lebih besar. Sementara saat di Hanura dulu dirinya adalah single fighter.

Menariknya, meski memiliki kenangan “kurang nyaman” di Hanura, Pak Oles mengaku tidak akan menggembosi partai lamanya.

“Saya berjuang sendiri dengan tim pemenangan dan kader Demokrat serta relawan Pak Oles yang berjumlah 3.000 orang untuk meningkatkan suara Partai Demokrat,” tegasnya.

Pak Oles menegaskan bahwa dirinya adalah tokoh politik yang dikenal dan memiliki pemilih sendiri berdasarkan ketokohan dan investasi politik dan sosial yang sudah dia perjuangkan sejak 1999. 

DENPASAR – Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles bukan wajah baru dalam kancah politik. Dalam Pileg 2014 silam pria peracik minyak oles Bokashi itu meraup 41.277 suara kala berseragam Hanura.

Mendirikan Hanura pada 2007 di Jakarta dan berstatus Ketua DPD Hanura, Pak Oles berhasil merebut 15 kursi DPRD kabupaten dan provinsi pada 2009 dan 30 kursi pada 2014.

Diakuinya seluruh jiwa dan raga dipersembahkannya kala itu untuk satu tujuan, yaitu menang. Namun ketidakpuasan dalam pergantian

kepengurusan Hanura pada 2015 membuatnya mengenakan “baju putih” alias berhenti berpolitik sebelum akhirnya pindah haluan ke Demokrat. 

Apakah Demokrat lebih menjanjikan? Pak Oles menjawab berjuang dalam politik adalah panggilan hati untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.

“Saya lebih baik mundur. Saya lebih suka damai daripada berseteru. Mundur dari Partai Hanura pun adalah hak saya. Dan itu tidak masalah bagi saya,

karena kembali lagi pada masalah kebebasan berpolitik dan berdemokrasi saya yang usung, yaitu cinta, damai, dan terus berjuang dengan kekuatan diri sendiri untuk masyarakat Bali,” ungkapnya.

Berangkat dari Demokrat Bali ke Senayan pada Pileg 2019 diakuinya sama berat dan susahnya dengan bertarung dari Hanura pada 2014 silam.

Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan dan kerja keras. Dirinya tak memungkiri dari segi popularitas, nama Pak Oles sudah merakyat, tinggal bagaimana memopulerkan GNW sebagai Gede Ngurah Wididana.

“Butuh waktu 2 tahun untuk mempromosikan Gede Ngurah Wididana dari Partai Demokrat. Dan proses 2 tahun itu sudah dilalui.

Masyarakat Bali sudah maklum dan paham kenapa saya pindah ke Demokrat, walaupun pada awalnya banyak pertanyaan.

Tapi pendukung saya sekarang sudah mengerti dan memahami, bahkan bersyukur saya sudah pindah ke Demokrat,” sambungnya.

Dikejar mengenai kepindahannya dari Hanura ke Demokrat, Pak Oles menjawab karena menginginkan kedamaian, kebebasan, dan meneruskan perjuangan politik secara bebas dan mandiri.

Tentang perbedaan Hanura dan Demokrat, dirinya menyebut berjuang di Demokrat adalah berjuang bersama tim yang lebih besar. Sementara saat di Hanura dulu dirinya adalah single fighter.

Menariknya, meski memiliki kenangan “kurang nyaman” di Hanura, Pak Oles mengaku tidak akan menggembosi partai lamanya.

“Saya berjuang sendiri dengan tim pemenangan dan kader Demokrat serta relawan Pak Oles yang berjumlah 3.000 orang untuk meningkatkan suara Partai Demokrat,” tegasnya.

Pak Oles menegaskan bahwa dirinya adalah tokoh politik yang dikenal dan memiliki pemilih sendiri berdasarkan ketokohan dan investasi politik dan sosial yang sudah dia perjuangkan sejak 1999. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/