Desa Tembok berhasil mengembangkan program kebun bibit desa. Bibit tanaman yang dihasilkan, langsung didistribusikan pada warga setempat. Saking tingginya antusiasme warga, permintaan bibit pun terpaksa dikurangi.
EKA PRASETYA, Tejakula
JARUM jam baru menunjukkan pukul 09.00 pagi. Namun sinar matahari sudah menyengat. Sinar yang terik itu tak mengurangi semangat warga Desa Tembok mendatangi lahan kebun bibit desa yang terletak sekitar 100 meter arah timur Kantor Perbekel Tembok.
Pagi itu, pihak desa tengah bersiap mendistribusikan bibit tanaman. Total ada 40 ribu buah bibit yang disiapkan. Bibit tanaman yang disiapkan pun beraneka rupa.
Mulai dari juwet, trembesi, indigofera, kelor, akasia, asem, secang, mete, apel futsa alias bekul, nangkadak, kesambi, hingga manga.
Dari puluhan ribu bibit itu, sebanyak 30 persen diantaranya merupakan tanaman kelor. Warga pun berbondong-bondong mendatangi kebun tersebut.
Pengambilan bibit hanya dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang pertama berlangsung pada pukul 08.00 hingga pukul 11.00 pagi kemarin.
Sementara gelombang kedua berlangsung dari pukul 16.00 sore hingga pukul 17.30 sore. Syarat untuk mendapat bibit tidak sulit.
Mereka harus berstatus sebagai warga Desa Tembok yang dibuktikan dengan KTP. Selanjutnya mereka tinggal mengajukan permohonan bibit pada petugas dari BUMDes.
Sayangnya jumlah bibit cukup terbatas. Sedangkan antusiasme warga cukup tinggi. Alhasil masing-masing keluarga hanya boleh membawa pulang maksimal 30 buah bibit.
Hal itu dilakukan untuk memastikan seluruh keluarga di Desa Tembok, kebagian bibit. Sahnim, 60, misalnya. Wanita ini berencana mengajukan 30 buah bibit pohon mete.
Karena pasokan bibit terbatas, ia hanya diberikan 20 buah bibit mete saja. Sisanya berupa bibit apel futsa, kelor, serta kayu secang.
“Tadinya kan untuk mengganti pohon mete di kebun saya. Karena sudah tua. Sudah dari tahun 1984 tidak pernah diganti pohonnya.
Tapi karena dikasih 20, ya saya terima saja. Nanti yang lain juga saya tanam di kebun. Kalau kelor, nanti saya jadikan pagar hidup,” katanya.
Perbekel Tembok Dewa Komang Yudi Astara menuturkan, kebun bibit desa itu dirintis sejak Juli 2020 lalu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Unda Anyar, menggelontorkan dana sebesar Rp 100 juta pada desa.
Dana itu kemudian dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Giri Artha, Desa Tembok. Dana itu dimanfaatkan untuk membuat kebun bibit di atas lahan seluas 15 are.
Pembuatan bibit itu dilakukan dengan skema Padat Karya Tunai (PKT). Skema itu dianggap paling layak, karena masa pandemi membuat ratusan warga Desa Tembok kehilangan mata pencaharian.
Sebagian di antaranya diberdayakan pemerintah desa lewat kegiatan-kegiatan dengan skema PKT. Khusus untuk kebun bibit desa saja, ada 19 orang yang terlibat.
Setelah melalui proses penyemaian bibit dan pemeliharaan selama 4 bulan terakhir, bibit akhirnya siap didistribusikan.
Yudi menyebut warga sangat antusias mencari bibit tersebut. Terutama untuk tanaman buah-buahan. Tanaman itu rencananya ditanam di lahan pekarangan mereka.
Ada juga yang berencana menanamnya di kebun. Ia memperkirakan luas areal tanam lahan bibit-bibit itu bisa mencapai 100 hektare.
“Misalnya yang punya kebun kelapa, dia pasti cari nangka atau mangga. Biar bisa tumpang sari. Kelor juga banyak dicari. Kami sudah siapkan 12 ribu bibit kelor. Warga kami ini memang sering menjadikan kelor sebagai pagar hidup,” kata Yudi.
Karena bibit kelor cukup banyak, desa pun harus mulai berpikir untuk memanfaatkan peluang tersebut. Sehingga tanaman itu tak hanya dimanfaatkan untuk sayur semata.
Namun dapat dimanfaatkan juga untuk produk turunan lainnya. Entah itu sebagai bedak, kue, maupun sayur mayor.
“Ketika sudah siap jenis olahannya, kami tinggal pastikan ketersediaan bahan baku kelor saja. Karena kami sudah punya database siapa saja yang punya tanaman kelor di rumahnya.
Kalau misalnya dari bibit-bibit ini, 60 persennya saja yang tumbuh, itu sudah potensi luar biasa yang harus dimanfaatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Penyuluh Kehutanan Neneng Anengsih mengatakan, bibit itu harus diprioritaskan pada 62 orang calon penerima.
Puluhan orang itu merupakan warga yang sejak awal mengajukan permohonan bibit untuk lahan mereka. Bibit akan diberikan secara proporsional, berdasarkan luas lahan milik warga.
“Yang 62 orang ini kan sejak awal namanya masuk dalam proposal program KBD. Jadi mereka memang harus dapat prioritas pertama.
Setelah 62 orang ini dapat, boleh didistribusikan ke warga lainnya,” kata Neneng yang juga penerima piala kalpataru kategori pengabdi lingkungan pada 2016 lalu.
Menurutnya, dalam proses pembuatan kebun bibit desa, ada 50.000 bibit yang disemai. Namun tak seluruhnya tumbuh.
Hanya sekitar 41 ribu bibit saja yang berhasil tumbuh. Jumlah itu sudah melebihi target. Sebab sejak awal desa hanya ditargetkan menghasilkan 40 ribu bibit saja.
“Kami harap ini bisa membantu warga untuk meremajakan tanaman di kebun mereka. Sekaligus menambah populasi tanaman yang ada di pekarangan. Sehingga lahan lebih produktif lagi,” kata Neneng. (*)