Pedagang pasar seni Sukawati yang jualan di tempat relokasi tetap bertahan di tengah situasi Covid-19. Meski pembeli bisa dihitung jari, pedagang memilih membuka kios mereka di lahan relokasi. Mereka berharap situasi sepi ini bisa berlalu.
IB INDRA PRASETIA, Gianyar
LAPANGAN Sutasoma, di Banjar Peninjoan, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati hampir setahun disulap jadi tempat relokasi pedagang pasar Seni sukawati.
Mereka direlokasi karena pasar seni sedang tahap revitalisasi. Di tempat relokasi, sejak Covid-19 melanda, pembeli yang datang bisa dihitung dengan jari.
Halaman parkir yang luas tampak sepi. Hanya ada sepeda motor yang parkir, itu pun motor pedagang dan pegawai pasar seni.
Apabila melihat motor asing atau bukan motor pedagang dan pegawai masuk arela parkir, pedagang sedikit semringah.
“Oh, itu mungkin pembeli lokal,” ujar salah seorang pedagang langsung mengejar calon pembeli.
Salah satu pedagang, Ni Wayan Narti, 47, yang bekerja pada salah satu kios penjual lukisan mengaku situasi sepi berlangsung sejak Covid melanda awal 2020 lalu.
“Tamu yang datang pasti lokal. Orang yang memang tinggal di Bali,” ujar Narti. Biasanya lokal Bali yang datang mencari perlengkapan patung, baju atau lukisan.
“Paling nggak banyak belinya. Ada yang sambil jalan-jalan juga ke sini, lihat saja,” ujarnya. Narti mengaku, bosnya memiliki 5 unit kios di pasar seni.
Dari lima kios itu, tidak semuanya buka full. “Saya Senin-Selasa tutup di sini. Di luar itu, Sabtu, Minggu buka,” jelasnya.
Lantaran situasi sepi, maka pedagang tidak buka semuanya. “Kalau ada yang punya acara adat, ada yang tutup,” jelasnya.
Disamping itu, sejumlah pedagang memilih buka siang hari. Ada yang buka pukul 10.00. Namun ada juga yang buka lebih awal, pukul 08.00.
“Jadi, kios bukanya jarang-jarang, karena pembeli tidak ada,” ungkapnya. Lantaran pembelinya sedikit dan kebanyakan lokal, maka daya belinya pun kecil.
Apalagi ada ribuan pedagang di lahan relokasi tersebut. Jadi, para pedagang harus berbagi rezeki.
“Satu hari dapat jualan Rp 100.000 saja sudah syukur. Kadang dapat Rp 200.000 sampai Rp 800.000 kalau tamu lokalnya ramai,” imbuhnya.
Yang dia harapkan hanya satu. Situasi bisa segera pulih, normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Sebab ia menggantungkan hidup dari ramainya wisatawan.
“Sehari saya digaji Rp 50.000,semoga semua cepat pulih,” pintanya. Dulu, sebelum Covid-19 melanda, tamu yang datang, selain asing, juga diramaikan domestik.
Dulu rombongan pelajar maupun rombongan pegawai dengan bus menyerbu pasar seni. Namun karena Covid-19, rombongan sangat jarang.
Sementara itu, Kepala Pasar Seni Sukawati AA Gede Raka Wibawa Putra, mengaku bangunan pasar seni sudah diserahterimakan kepada pemerintah Gianyar.
Pedagang akan pindah ke gedung baru. Dia mengaku para pedagang antusias dipindah ke pasar seni. “Semuanya sudah setuju sehingga nanti akan diundi,” ujarnya.
Pihaknya masih mendata para pedagang yang berubah jenis dagangan. Misalnya yang dulunya berjualan souvenir, kini berjualan kain atau baju.
Sebab penempatan pedagang akan disesuaikan dengan jenis barang yang dijual. “Untuk basement, menjual souvenir, lukisan. Lalu lantai I untuk yang menjual kain, dan begitu seterusnya,” paparnya.
Pedagang yang ingin berubah jenis dagangan ini terlebih dahulu harus membuat surat pernyataan yang dipertegas dengan identitas lengkap pedagang beserta KTP.
Hal itu dilakukan agar kedepannya pedagang tersebut tidak mengubah jenis dagangannya lagi.
Menurutnya, hal itu dilakukan juga sebagai dasar untuk melakukan pengundian tempat berjualan para pedagang tersebut.
Total ada 778 los dan 24 kios yang akan ditempati oleh para pedagang. “Jumlah pedagang tetap sudah final. Tidak ada penambahan pedagang baru alias tetap seperti sebelum revitalisasi.
Hanya ada yang berubah jenis jualan saja. Kalau ada pedagang yang meninggal biasanya los atau kiosnya dikasih ke keluarga jadi turun temurun,” ungkapnya.
Adapun nantinya pihaknya merencanakan proses pengundian dilakukan dengan membawa fotocopy KTP atau KK serta kelengkapan lainnya. “Tapi belum ada instruksi lebih lanjut, tunggu saja,” pungkasnya. (*)