27.8 C
Jakarta
22 November 2024, 21:55 PM WIB

Dalang Peredaran Narkoba di Bali, Rumah Mewah di Renon Kini Ikut Sepi

Malang melintang sebagai manajer tempat hiburan malam yang tersohor di Metro Denpasar membuat Willy Akasaka hidup berkecukupan.

Tapi, rumah mewahnya kemarin tampak sepi seperti tak berpenghuni. Berbeda saat dirinya masih berkuasa penuh di gemerlap dunia malam dulu.

 

ANDRE SULLA, Denpasar

CAHAYA mentari lembayung perlahan muncul dari ufuk timur, menuju pukul 05.00 pagi. Disusul sang surya perlahan menyeruak, membuka hari.

Seiring pemandangan mengejutkan ketika 10 orang narapidana Lapas Kelas II A Kerobokan dikeluarkan satu per satu dari dalam lapas yang overload itu.

Wajah-wajah pucat terkesan pasrah. Salah seorang pria yang berjalan dalam barisan urutan keempat tampak menunduk.

Lelaki  itu adalah Willy Akasaka. Dia terus melangkah perlahan, diiringi kawalan polisi lengkap dengan senapan.

Rantai dan borgol itu membuat mereka tidak leluasa berjalan. Willy juga, tentunya. Rantai itu diikat gandeng, antara kaki dan tangan, sehingga gaya berjalannya pun bak robot.

Willy seolah menghindari jepretan kamera wartawan. Dia tampak jengah dan tidak nyaman. Tiba-tiba  polisi menyetop langkah para napi itu. 

Willy berdiri di tempat. Dia diarahkan sedikit bergeser agar sejumlah napi lain terus melangkah ke arah pintu bus lapas.

Salah seorang polisi yang mengawal pria berambut cepak, bercelana pendek, kaus oblong, itu melangkah mundur ke depan gerbang lapas.

Dia ternyata Kasatgas CTOC Polda Bali  Kombes Ruddi Setiawan yang terlihat mengeluarkan sejumlah barang bukti dari dalam boks kecil terbuat dari kayu dan menyatakan bahwa barang bukti (BB) tersebut milik Willly.

Ini seperti diungkap Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose bahwa komplotan narkoba jaringan Akasaka masih “bermain”.

Hal ini dikuatkan dengan keterangan sejumlah pengedar yang diungkap polisi. Willy pun tak berkutik. Menarik lagi, selain ditemukan puluhan juta uang tunai, juga BB lain. Termasuk kotak kecil.

Ada perhiasan emas berupa cincin kurang lebih tujuh buah. Cincin ini ditaruh dalam sebuah kotak kecil.

“Boks kecil ini tidak mudah dibuka jika bukan pemiliknya. Sebab, ada kode yang dipakai. Kodenya 000,” beber Ruddi, yang juga mantan Wadir Reskrimsus Polda Bali tersebut.

BB ini pun akan ditelisik dari mana asal-usulnya, dan siapa yang membawa atau menyelundupkan ke dalam lapas.

Willy sempat dibentak polisi karena sempat berusaha mengambil perhiasan dan dimasukkan ke jarinya. “Sudah lihat teman-teman, BB ini akan diusut hingga tuntas,” cetus mantan Kapolres Badung, ini.

Seperti diketahui, Willy bersama Budi Liman Santoso, Iskandar Halim alis Ko’i, Dedi Stiawan dan Putu Rili Wirawan, merupakan satu jaringan.

“Ya, mereka jelas-jelas pemain kelas kakap jaringan Akasaka. Logikanya kalau transaksi, uang pasti di ATM, dengan adanya uang tunai sebanyak ini, kami pun masih dalami,” tegas Kasatgas CTOC.

Setelah itu bus membawa mereka ke Cilacap, Jateng. Jawa Pos Radar Bali ini berusaha memantau tempat kediaman Willy sebelumnya di Renon, Denpasar.

Yakni sebuah rumah mewah berlantai dua, di Jalan Muh. Yamin IV, Nomor 18 A, Renon, Denpasar. Rumah itu tampak lengang.

Gerbang tertutup rapat dan hanya terlihat satu unit sepeda motor. Beberapa warga yang dijumpai mengatakan bahwa rumah mewah tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya. Alasannya mereka baru tinggal di kawasan itu.

Belakangan ini, rumah itu dari depan selalu tampak sepi seperti tidak berpenghuni. Namun, pintu rumah mewah itu kerap terbuka, baik siang maupun malam.

“Saya orang baru di sini, sering meliat motor dan mobil keluar masuk tapi kita tidak saling kenal,” timpal Wahyu, warga setempat.

Seperti diketahui,  manajer marketing tempat hiburan malam Akasaka, ini ditangkap Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri dan Ditnarkoba Polda Bali

di tempat hiburan malam Akasaka, Jalan Teuku Umar, Denpasar, Senin 5 Juni 2017 silam sekitar pukul 16.30.

Selain mengamankan barang-bukti (BB) 19.000 butir ekstasi senilai Rp 9,5 miliar. Penangkapan terhadap mantan residivis narkoba itu cukup menghebohkan.

Sebab penangkapan itu berlangsung terang-terangan. Willy diringkus berdasarkan hasil pengembangan yang sebelumnya menangkap Dedi Setyawan, di Metro Puri Harapan Indah, Jelambar.

Pria yang tinggal di Jalan Pluit No. 20 RT 12 RW 05 Jakarta Utara, itu mengaku sempat mengirimkan 19.000 butir ekstasi ke Bali, melalui control delivery.

Ribuan butir “pil enak gila” ini dipasok dari Jakarta masuk ke Surabaya, dengan tujuan Bali. Mabes Polri pun mengendus bahwa pelaku melakukan aksi dengan menggunakan control delivery.

Polisi menggerebeknya karena berdasarkan investigasi Willy disebut-sebut sebagai bandar yang menguasai peredaran psikotropika untuk peredaran di Bali.

Bahkan, disebut-sebut memasok ke jaringan sejumlah tempat hiburan lain di Denpasar dan Badung. Dia dikenal piawai memelihara jaringannya yang “militan”.

Pihak Ditnarkoba Polda Bali dan Tim Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri terus mengikuti paketan tersebut. Ternyata, tiba di Diskotek Akasaka sore hari sekitar pukul 18.00.

Willy yang menerima paketan tersebut dan langsung ditangkap. Petugas sempat menginterogasi Willy untuk membukakan paketan. Setelah dibuka di dalam paketan ditemukan 19.000 butir ekstasi.

Sebelum menangkap Willy, petugas sudah mengamankan tersangka Budi Liman dan Iskandar di Hotel Paradiso, Sanur.

Setelah Willy ditangkap, mereka langsung diamankan ke Polda Bali. Hasil interogasi petugas, Willy selaku manajer mengaku awalnya memesan ekstasi sebanyak 10.000 hingga 20.000 butir kepada teman sesama jaringan Budi Liman.

Budi Liman kemudian menghubungi Iskandar untuk memesan barang laknat tersebut. Sementara Iskandar yang tidak memiliki barang, selanjutnya menghubungi Dedi Setyawan.

Dalam pengakuan Dedi Setyawan, dia mengaku mendapat ribuan ekstasi dari seseorang berinisial AC, seorang napi di Lapas Cipinang, Jakarta. Tak tanggung-tanggung  sebanyak 19.000 butir.

Komunikasi pemesanan ekstasi melalui WhatsApp (WA). Adapun modus pengambilan barang yakni ditempel di pinggir jalan di Komplek Puri Harapan Indah-Jelembar, Jakarta.

Belasan ribu butir ekstasi ini kemudian dikirim ke Bali. Tak hanya itu, Budi Liman juga mengaku bersama Harianto sudah dua kali pernah

bertransaksi di Akasaka bersama dengan Willy. Masing-masing transaksi sebanyak 10.000 butir sekitar tahun 2016. (*)

 

 

 

 

 

Malang melintang sebagai manajer tempat hiburan malam yang tersohor di Metro Denpasar membuat Willy Akasaka hidup berkecukupan.

Tapi, rumah mewahnya kemarin tampak sepi seperti tak berpenghuni. Berbeda saat dirinya masih berkuasa penuh di gemerlap dunia malam dulu.

 

ANDRE SULLA, Denpasar

CAHAYA mentari lembayung perlahan muncul dari ufuk timur, menuju pukul 05.00 pagi. Disusul sang surya perlahan menyeruak, membuka hari.

Seiring pemandangan mengejutkan ketika 10 orang narapidana Lapas Kelas II A Kerobokan dikeluarkan satu per satu dari dalam lapas yang overload itu.

Wajah-wajah pucat terkesan pasrah. Salah seorang pria yang berjalan dalam barisan urutan keempat tampak menunduk.

Lelaki  itu adalah Willy Akasaka. Dia terus melangkah perlahan, diiringi kawalan polisi lengkap dengan senapan.

Rantai dan borgol itu membuat mereka tidak leluasa berjalan. Willy juga, tentunya. Rantai itu diikat gandeng, antara kaki dan tangan, sehingga gaya berjalannya pun bak robot.

Willy seolah menghindari jepretan kamera wartawan. Dia tampak jengah dan tidak nyaman. Tiba-tiba  polisi menyetop langkah para napi itu. 

Willy berdiri di tempat. Dia diarahkan sedikit bergeser agar sejumlah napi lain terus melangkah ke arah pintu bus lapas.

Salah seorang polisi yang mengawal pria berambut cepak, bercelana pendek, kaus oblong, itu melangkah mundur ke depan gerbang lapas.

Dia ternyata Kasatgas CTOC Polda Bali  Kombes Ruddi Setiawan yang terlihat mengeluarkan sejumlah barang bukti dari dalam boks kecil terbuat dari kayu dan menyatakan bahwa barang bukti (BB) tersebut milik Willly.

Ini seperti diungkap Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose bahwa komplotan narkoba jaringan Akasaka masih “bermain”.

Hal ini dikuatkan dengan keterangan sejumlah pengedar yang diungkap polisi. Willy pun tak berkutik. Menarik lagi, selain ditemukan puluhan juta uang tunai, juga BB lain. Termasuk kotak kecil.

Ada perhiasan emas berupa cincin kurang lebih tujuh buah. Cincin ini ditaruh dalam sebuah kotak kecil.

“Boks kecil ini tidak mudah dibuka jika bukan pemiliknya. Sebab, ada kode yang dipakai. Kodenya 000,” beber Ruddi, yang juga mantan Wadir Reskrimsus Polda Bali tersebut.

BB ini pun akan ditelisik dari mana asal-usulnya, dan siapa yang membawa atau menyelundupkan ke dalam lapas.

Willy sempat dibentak polisi karena sempat berusaha mengambil perhiasan dan dimasukkan ke jarinya. “Sudah lihat teman-teman, BB ini akan diusut hingga tuntas,” cetus mantan Kapolres Badung, ini.

Seperti diketahui, Willy bersama Budi Liman Santoso, Iskandar Halim alis Ko’i, Dedi Stiawan dan Putu Rili Wirawan, merupakan satu jaringan.

“Ya, mereka jelas-jelas pemain kelas kakap jaringan Akasaka. Logikanya kalau transaksi, uang pasti di ATM, dengan adanya uang tunai sebanyak ini, kami pun masih dalami,” tegas Kasatgas CTOC.

Setelah itu bus membawa mereka ke Cilacap, Jateng. Jawa Pos Radar Bali ini berusaha memantau tempat kediaman Willy sebelumnya di Renon, Denpasar.

Yakni sebuah rumah mewah berlantai dua, di Jalan Muh. Yamin IV, Nomor 18 A, Renon, Denpasar. Rumah itu tampak lengang.

Gerbang tertutup rapat dan hanya terlihat satu unit sepeda motor. Beberapa warga yang dijumpai mengatakan bahwa rumah mewah tersebut tidak diketahui siapa pemiliknya. Alasannya mereka baru tinggal di kawasan itu.

Belakangan ini, rumah itu dari depan selalu tampak sepi seperti tidak berpenghuni. Namun, pintu rumah mewah itu kerap terbuka, baik siang maupun malam.

“Saya orang baru di sini, sering meliat motor dan mobil keluar masuk tapi kita tidak saling kenal,” timpal Wahyu, warga setempat.

Seperti diketahui,  manajer marketing tempat hiburan malam Akasaka, ini ditangkap Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri dan Ditnarkoba Polda Bali

di tempat hiburan malam Akasaka, Jalan Teuku Umar, Denpasar, Senin 5 Juni 2017 silam sekitar pukul 16.30.

Selain mengamankan barang-bukti (BB) 19.000 butir ekstasi senilai Rp 9,5 miliar. Penangkapan terhadap mantan residivis narkoba itu cukup menghebohkan.

Sebab penangkapan itu berlangsung terang-terangan. Willy diringkus berdasarkan hasil pengembangan yang sebelumnya menangkap Dedi Setyawan, di Metro Puri Harapan Indah, Jelambar.

Pria yang tinggal di Jalan Pluit No. 20 RT 12 RW 05 Jakarta Utara, itu mengaku sempat mengirimkan 19.000 butir ekstasi ke Bali, melalui control delivery.

Ribuan butir “pil enak gila” ini dipasok dari Jakarta masuk ke Surabaya, dengan tujuan Bali. Mabes Polri pun mengendus bahwa pelaku melakukan aksi dengan menggunakan control delivery.

Polisi menggerebeknya karena berdasarkan investigasi Willy disebut-sebut sebagai bandar yang menguasai peredaran psikotropika untuk peredaran di Bali.

Bahkan, disebut-sebut memasok ke jaringan sejumlah tempat hiburan lain di Denpasar dan Badung. Dia dikenal piawai memelihara jaringannya yang “militan”.

Pihak Ditnarkoba Polda Bali dan Tim Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri terus mengikuti paketan tersebut. Ternyata, tiba di Diskotek Akasaka sore hari sekitar pukul 18.00.

Willy yang menerima paketan tersebut dan langsung ditangkap. Petugas sempat menginterogasi Willy untuk membukakan paketan. Setelah dibuka di dalam paketan ditemukan 19.000 butir ekstasi.

Sebelum menangkap Willy, petugas sudah mengamankan tersangka Budi Liman dan Iskandar di Hotel Paradiso, Sanur.

Setelah Willy ditangkap, mereka langsung diamankan ke Polda Bali. Hasil interogasi petugas, Willy selaku manajer mengaku awalnya memesan ekstasi sebanyak 10.000 hingga 20.000 butir kepada teman sesama jaringan Budi Liman.

Budi Liman kemudian menghubungi Iskandar untuk memesan barang laknat tersebut. Sementara Iskandar yang tidak memiliki barang, selanjutnya menghubungi Dedi Setyawan.

Dalam pengakuan Dedi Setyawan, dia mengaku mendapat ribuan ekstasi dari seseorang berinisial AC, seorang napi di Lapas Cipinang, Jakarta. Tak tanggung-tanggung  sebanyak 19.000 butir.

Komunikasi pemesanan ekstasi melalui WhatsApp (WA). Adapun modus pengambilan barang yakni ditempel di pinggir jalan di Komplek Puri Harapan Indah-Jelembar, Jakarta.

Belasan ribu butir ekstasi ini kemudian dikirim ke Bali. Tak hanya itu, Budi Liman juga mengaku bersama Harianto sudah dua kali pernah

bertransaksi di Akasaka bersama dengan Willy. Masing-masing transaksi sebanyak 10.000 butir sekitar tahun 2016. (*)

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/