Oleh: Dahlan Iskan
Ia dikenal playboy. Tukang kawin cerai. Banyak pacar. Ia memang ganteng sekali. Dulu. Sangat laki-laki. Sampai sekarang. Dan mega bintang. Selamanya. Sampai sekarang: 65 Tahun.
Zaman memang sudah berubah. Ia terpilih sebagai perdana menteri. Di sebuah negara Islam: Pakistan.
Itulah hasil Pemilu Pakistan tanggal 25 Juli kemarin. Yang diikuti 10 partai. Yang tiga besarnya itu-itu saja: partainya Nawaz Sharif yang aliran tengah-kanan, partainya Bhutto yang tengah-kiri dan partainya Imran Khan yang tengah-agak-kanan.
Tujuh partai lainnya habis. Partai-parati Islam kanan tidak mampu lagi bersaing. Perolehan suaranya terus merosot.
Kini giliran roda Imran Khan yang di atas. Setelah tiga kali Pemilu yang lalu kalah. Nama Imran Khan tentu Anda kenal, bukan?
Imran Khan adalah olahragawan terbaik Pakistan. Bintangnya bintang. Ia pemain kriket. Yang permainannya seperti kasti itu. Imran kapten tim nasionalnya. Namanya langsung menyentuh langit: saat Pakistan jadi juara world cup kriket. Tahun 1992. Itulah untuk pertama kali Pakistan juara dunia. Sekaligus yang terakhir kali.
Imran Khan memang berotak bintang: tidak mau lagi main kriket setelah itu. Ia tahu kapan dan di mana harus berhenti. Justru saat masih di langit. Seperti pembalap F1 dari Jerman itu: Nico Rosberg. Seperti juga bomsex Marylin Monroe. Atau raja rock n roll Elvis Presley. Kebintangannya menjadi abadi.
Bedanya: Imran Khan langsung banting stir. Masuk politik. Mendirikan partai baru: Partai Jalan Insyaf. Pakistan Tareeq al Inshaf. PTI.
Imran tahu politik itu kejam. Jahat. Ruwet. Penuh risiko. Tapi ia merasa tertantang. Ciri khas orang suku Pastun. Terutama untuk jadi alternatif. Agar tidak hanya ada dua kubu. Yang terus berseberangan. Sepanjang sejarah modern Pakistan. Yakni antara klan Bhutto dan klan Nawaz.
Dua kubu itu telah bersaing hidup-mati. Jatuh bangun. Keluar-masuk penjara. Tidak habis-habisnya. Tidak insyaf-insyafnya. Mungkin itu sebabnya Imran justru menamakan partainya Partai Jalan Insyaf.
Mula-mula tidak dapat suara. Kejepit dua partai yang berseteru itu: partai Liga Muslimnya Nawaz dan Partai Rakyat Pakistannya Bhutto. Baru di pemilu kedua (2002) Imran terpilih jadi anggota DPR.
Saat Jendral Musharaf melakukan kudeta militer Imran mendukung. Bosan dengan pertengkaran antar partai.
Tapi Imran kemudian berbalik arah: melawan Musharaf. Ini karena Musharaf ingin mencalonkan diri. Dalam pemilu 2003. Tanpa meletakkan jabatan sebagai panglima angkatan bersenjata.
Imran mengajak anggota DPR mogok. Berhasil. 85 orang menyatakan mundur. Sebagai protes.
Imran lantas dianggap anti militer. Ia ditahan. Lalu melarikan diri. Dikejar. Sembunyi.
Tidak tahan di persembunyian Imran ikut demo besar-besaran. Ketahuan. Ditangkap. Dimasukkan penjara. Keluar-masuk tahanan ternyata membuat Imran kian populer. Menjadi simbol perlawanan terhadap kediktatoran Musharaf.
Dalam pemilu ketiga, Partai Insyaf memperoleh 30 kursi. Sudah mendekati partainya Bhutto: 42 kursi. Meski masih jauh dari partainya Nawaz: 166 kursi.
Imran praktis menyulap diri: dari sosok atlet ke sosok politisi. Dari playboy ke sosok dermawan. Dari citra kawin cerai ke penegakan demokrasi. Dengan 30 kursi Imran memilih menjadi tokoh oposisi. Terhadap pemerintahan Nawaz.
Sepanjang tahun Imran terus menentang Nawaz. Yang sebenarnya sangat kuat. Partainya hanya kurang 15 kursi untuk membentuk pemerintahan. Tidak perlu merangkul partai lain. Yang hanya akan menyulitkan pemerintahannya.
Kekurangan 15 kursi itu dia tutup dengan cara simple: merangkul 19 kursi independen.
Hasil Pemilu 2013 itu merupakan pemerintahan terkuat dalam sejarah Pakistan. Semua program ekonomi lancar. Jalan tol dibangun. Telekomunikasi maju. Tidak ada lagi byar-pet.
Tapi Imran menyerang Nawaz dari sisi lain: korupsi. Kena. Tahun 2016 Nawaz ditangkap. Ia lari. Ke London. Putrinya, Maryam, memang punya rumah di London.
Pengadilan terhadap Nawaz dilakulan in absensia. Tanpa kehadiran terdakwa. Maryam juga jadi terdakwa. In absentia. Tahun lalu Nawaz dijatuhi hukuman 10 tahun. Maryam 7 tahun. Masing-masing ditambah denda.
Tapi menjelang Pemilu 25 Juli lalu Nawaz bikin pernyataan mengejutkan: tidak takut penjara. Demikian juga putrinya.
Ia menyatakan akan terus berjuang untuk kemajuan Pakistan: dari dalam penjara. Nawaz memutuskan pulang. Dengan resiko yang ia tahu: langsung dimasukkan penjara.
Kedatangan Nawaz disambut puluhan ribu pendukungnya. Tapi polisi langsung menangkapnya.
Dari dalam penjara Nawaz terus berkampanye. Untuk partainya, Liga Muslim Pakistan. Yang ketua umumnya kini dijabat adiknya. Pemilu 25 Juli kemarin berlangsung mendebarkan. Lembaga-lembaga survey menghasilkan kesimpulan: amat ketat.
Benar-benar ketat. Hasil quick count menyebutkan: Partai Jalan Insyaf mendapat 104 kursi. Partai Liga Muslim 59 kursi. Sedang partainya Bhutto kian habis: 28 kursi.
Dengan hasil itu Imran Khan akan jadi perdana menteri. Atlet kriket pertama yang karir politiknya sampai puncak kekuasaan.
Mantan istri pertamanya langsung posting di twitter: bapaknya anak-anak saya jadi perdana menteri. Selamat. Nama istrinya itu: Jemima Goldsmith. Wanita Inggris. Masuk Islam. Punya anak dua: Sulaiman dan Kasim.
Ia mengaku tidak tahan hidup dengan cara Pakistan. Minta cerai. Pulang ke Inggris. Sebagai anak dari keluarga mampu Imran Khan memang sekolah di Inggris. Lalu masuk universitas terkemuka: Oxford. Di situ ia belajar politik, ekonomi dan filsafat.
Saat sekolah di Inggris itulah Imran Khan masuk klub kriket: olahraga paling populer di Inggris. Mengalahkan sepakbola dan balap mobil. Olahraga itulah yang membawa Imran ke panggung dunia. Juga membawanya ke dunia selebriti. Ke klub-klub malam. Ke wanita-wanita idaman.
Imran memang sangat ganteng. Dan sangat laki-laki. Khas pria suku Pastun. Yang dominan di Afganistan. Atau Pakistan utara, tetangga Afganistan. Suku yang sangat suka tantangan.
Bercerai dengan Jemima ia kawin lagi dengan wartawati: Rehan Khan. Tapi banya berumur setahun. Lalu kawin lagi diam-diam. Dengan penasehat spiritualnya: Busra Manika.
Saat pertama kali kawin Imran sudah berumur 45 tahun. Jemima berumur 21 tahun. Tapi sebelum itu Imran dikabarkan sudah punya anak: perempuan. Namanya Tyrian Jade. Imran tidak mau mengakui. Padahal menurut si wanita, Sita White, kehamilannya itu atas keinginan bersama. Urusan pun sampai pengadilan. Anak itu dinyatakan anak Imran. Tapi Imran berkeras tidak mengakui. Hanya karena anak itu perempuan. Bukan suatu kebanggaan bagi Imran yang pastun.
Dunia benar-benar sudah berubah. Termasuk dunia Islam. Imran segera jadi perdana menteri. Meski ia akan sangat repot harus dagang sapi: harus mencari mitra koalisi.
Apalagi harga sapi akan kian tinggi. Menjelang hari raya haji ini. (dis)