Tak hanya mampu membuat produk olahan makanan, minuman, dan kerajinan mereka juga semangat berkesenian. Dua tarian khas pun tercipta.
JULIADI, Kubutambahan
PERGELARAN kesenian yang ditampilkan warga kolok Desa Bengkala tampak cukup memikat para tamu undangan yang hadir dalam puncak acara Peringatan Hari Tuli Sedunia (World Deaf Day).
Dua buah tarian itu adalah tarian Jalak Anguci dan tarian Baris Bebila, yang jadi suguhan semarak.
Dua tarian, itu biasa ditampilkan saat acara berlangsung di desa. Tarian itu dibuat berkat semangat belajar warga kolok pada sekolah dasar (SD) inklusif di Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) kolok Bengkala.
Sekolah inklusif tersebut dibuat PT Pertamina (Persero) melalui Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) bersama Forum Layanan Iptek Masyarakat (FlipMas) Indonesia.
“Ada semangat dari 43 warga kolok dalam berkesenian. Sehingga saya mencoba menciptakan tarian yang disesuaikan dengan kekayaan lokal warga kolok,” kata Ida Ayu Trisnawati pencetus tarian warga kolok.
Trisnawati yang juga sebagai pendamping membidangi seni tari bagi warga kolok menjelaskan cukup banyak sebenarnya tarian sudah ada di Desa Bengkala.
Seperti Janger dan Genjer. Namun belum ada tarian khas warga kolok dan penari dari warga kolok secara langsung.
“Daripada saya membina tarian yang sudah ada dan tarian lain, lebih baik saya ciptakan tarian bagi penderita kolok.
Apalagi saya lihat warga kolok bakat seninya lumayan tinggi,” papar dosen Program Studi Tari Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Menurut Trisnawati, tarian Jalak Anguci dan Baris Bebila terbentuk sejak tahun 2017 lalu bersama warga kolok.
Tarian Jalak Anguci mengisahkan kecerian dan kelincahan burung jalak bali salah satu khas satwa di Bali.
Karena ketika burung curik menemukan pasangannya dia akan tetap berdua walaupun dalam satu penangkaran.
Sama halnya dengan warga kolok yang hidup dalam satu keluarga, pun ingin terus bersama. Bahkan, ke mana mereka pergi selalu bersama.
“Tarian Jalak Anguci ditarikan dua orang penari perempuan warga kolok dengan ciri khas busana pakaian yang menyerupai burung jalak.
Dengan waktu dua bulan untuk latihan dan berdurasi sekitar 7-8 menit,” beber Ida Ayu Trisnawati.
Sedangkan untuk tarian Baris bebila dituturkan Trisnawati mengisahkan semangat kelompok difabel di bawah satu komandan mereka menari melebihi kekurangan dan kemampuan mereka.
Bebila artinya bebek bingar ceria dari Desa Bengkala. Tarian ini berdurasi sekitar 8 menit, ditarikan oleh 9 lelaki yang semuanya kolok.
Menariknya, dua buah tarian yang ditarikan tanpa mendengar musik. Dengan membuat metode terbalik alunan suara gamelan atau tabuhan mengikuti gerakan si penari.
Kemudian warga kolok menari sesuai dengan interpretasi mereka. Penghayatan mereka. “Jadi saya membebaskan mereka berekspresi dengan aksen menarinya,” ungkapnya.
Ditambahkan Trisnawati, awalnya memang sulit untuk mengajari mereka menari. Karena tidak mengerti bahasa atau ungkapan verbal.
Ketika bicara mereka tidak mendengar, mau tidak mau biar bisa lancar memberi arahan Trisnawati pun harus ikut belajar bahasa isyarat. Belajar kode, ketukan, dan hitungan.
“Dalam satu tari dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan lebih untuk bisa dibawakan mereka. Ini untuk menari tarian Jalak Anguci dan Baris Bebila,” ujarnya.
Kini, dua buah tarian yang ditarikan warga kolok Bengkala sudah memiliki hak paten dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali tahun 2018 lalu.
Tarian Jalak Anguci dan Baris Bebila juga mulai dipentaskan dalam even nasional dan internasional.
“Belum lama ini dalam World Bank warga kolok tampil menari dengan tarian Jalak Anguci dan Baris Bebila. Kemudian saat even-even
nasional yang digelar oleh PT. Pertamina kami juga diundang untuk mementaskan dua tarian tersebut,” tandasnya. (*)