26.2 C
Jakarta
10 Desember 2024, 0:02 AM WIB

Jaga Pura Besakih, Berharap Erupsi Tak Sampai Memakan Korban

Erupsi Gunung Agung setiap saat menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik. Anehnya, ada beberapa warga yang memilih tetap bertahan di zona merah KRB III alias tak mengungsi.

 

MADE DWIJA PUTRA, Rendang

DARI jaba (luar) Pura Besakih begitu jelas terlihat semburan awan hitam Gunung Agung yang melontarkan material vulkanik ke angkasa.

Bahkan, lahar dingin juga sudah mengalir melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar hulu hingga hilir lereng gunung dengan ketinggian 3.142 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Anehnya, ada sejumlah warga Kedungdung, Besakih, Rendang , Karangasem, memilih tidak mengungsi alias bertahan di desanya.

Padahal, di desa tersebut sudah ditetapkan sebagai zona KRB (kawasan rawan bencana) III (zona paling berbahaya).

Mengapa tetap bertahan?  Agaknya mereka memiliki keyakinan bahwa Pura Besakih tersebut tidak terkena lahar panas mau pun dingin.

Jarak Banjar Kedungdung sangat dekat dengan Pura Besakih, sekitar tujuh kilometer, persis banjar tersebut berada di bawah Pura Dalem Puri.

Jumlah warga di banjar tersebut yakni 150 Kartu Keluarga (KK), namun sekitar 10 KK atau sekitar 60 orang masih tetap bertahan.

“Kami bertahan karena masih mungkin untuk bertahan melihat secara nyata keadaan serta ingin menyaksikan langsung kondisi yang terjadi,”  tutur Wayan Suartika, pemuda asal Banjar Kedungdung, kepada Jawa Pos Radar Bali.

Selama bertahan, mereka melakukan patroli di areal banjar setempat dan juga patroli di Pura Besakih. “Aktivitas kami hanya patroli sekitar areal Pura Besakih,” jelas pemuda jebolan IHDN Denpasar ini.

Apa ada orang lain yang patroli atau sembahyang di Pura Besakih, ia mengakui kemungkinan  pasti ada. Tetapi, ia dan teman-teman belum sempat ketemu.

“Kemungkinan ada tapi tidak pernah ketemu. Malamnya ada beberapa tokoh spiritual yang datang, ” ungkapnya.

Namun, ia kembali menegaskan alasan untuk bertahan selain menyaksikan dan patroli, juga memiliki keyakinan dari cerita leluhur mereka dan kenyataan yang dialami saat ini.

Bahwa kawasan Pura Besakih tidak kena lahar panas dan dingin. Kendati begitu, warga yang bertahan juga sempat disuruh mengungsi oleh petugas tetapi   mereka sementara tetap memilih bertahan.

“Sementara yang dijadikan alasan bisa di rasakan dari panca indra.  Kalau pasrah tidak, tetapi kalau material sudah datang kita lari. Sama seperti orang mengungsi. Untuk saat ini kita diam, mengawasi gunung dan waspada, ” terangnya.

Kendati ia dan bersama sejumlah warga belum mengungsi tetapi tetap waspada. Misalnya memakai masker, kalau keluar menggunakan jas hujan, sepatu, dan sarung tangan.

Apalagi Selasa sore abu vulkanik turun semakin tebal di areal Pura Besakih sehingga mereka juga tetap waspada.

“Kami  juga tetap waspada menggunakan peranti keamanan, kalau memang kondisi sudah kami juga harus mengungsi ,” jelasnya.

Soal logistik mereka tidak dapat karena  belum ke pos pengungsian. Namun kalau ke pos pantau (pengamatan) mereka tentu mendapat bantuan logistik.

“Logistik mulai menipis tetapi kami berharap semoga aksi alam  ini cepat berlalu dan semoga tidak ada korban dari erupsi ini, ” pungkasnya.

Erupsi Gunung Agung setiap saat menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik. Anehnya, ada beberapa warga yang memilih tetap bertahan di zona merah KRB III alias tak mengungsi.

 

MADE DWIJA PUTRA, Rendang

DARI jaba (luar) Pura Besakih begitu jelas terlihat semburan awan hitam Gunung Agung yang melontarkan material vulkanik ke angkasa.

Bahkan, lahar dingin juga sudah mengalir melalui Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar hulu hingga hilir lereng gunung dengan ketinggian 3.142 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Anehnya, ada sejumlah warga Kedungdung, Besakih, Rendang , Karangasem, memilih tidak mengungsi alias bertahan di desanya.

Padahal, di desa tersebut sudah ditetapkan sebagai zona KRB (kawasan rawan bencana) III (zona paling berbahaya).

Mengapa tetap bertahan?  Agaknya mereka memiliki keyakinan bahwa Pura Besakih tersebut tidak terkena lahar panas mau pun dingin.

Jarak Banjar Kedungdung sangat dekat dengan Pura Besakih, sekitar tujuh kilometer, persis banjar tersebut berada di bawah Pura Dalem Puri.

Jumlah warga di banjar tersebut yakni 150 Kartu Keluarga (KK), namun sekitar 10 KK atau sekitar 60 orang masih tetap bertahan.

“Kami bertahan karena masih mungkin untuk bertahan melihat secara nyata keadaan serta ingin menyaksikan langsung kondisi yang terjadi,”  tutur Wayan Suartika, pemuda asal Banjar Kedungdung, kepada Jawa Pos Radar Bali.

Selama bertahan, mereka melakukan patroli di areal banjar setempat dan juga patroli di Pura Besakih. “Aktivitas kami hanya patroli sekitar areal Pura Besakih,” jelas pemuda jebolan IHDN Denpasar ini.

Apa ada orang lain yang patroli atau sembahyang di Pura Besakih, ia mengakui kemungkinan  pasti ada. Tetapi, ia dan teman-teman belum sempat ketemu.

“Kemungkinan ada tapi tidak pernah ketemu. Malamnya ada beberapa tokoh spiritual yang datang, ” ungkapnya.

Namun, ia kembali menegaskan alasan untuk bertahan selain menyaksikan dan patroli, juga memiliki keyakinan dari cerita leluhur mereka dan kenyataan yang dialami saat ini.

Bahwa kawasan Pura Besakih tidak kena lahar panas dan dingin. Kendati begitu, warga yang bertahan juga sempat disuruh mengungsi oleh petugas tetapi   mereka sementara tetap memilih bertahan.

“Sementara yang dijadikan alasan bisa di rasakan dari panca indra.  Kalau pasrah tidak, tetapi kalau material sudah datang kita lari. Sama seperti orang mengungsi. Untuk saat ini kita diam, mengawasi gunung dan waspada, ” terangnya.

Kendati ia dan bersama sejumlah warga belum mengungsi tetapi tetap waspada. Misalnya memakai masker, kalau keluar menggunakan jas hujan, sepatu, dan sarung tangan.

Apalagi Selasa sore abu vulkanik turun semakin tebal di areal Pura Besakih sehingga mereka juga tetap waspada.

“Kami  juga tetap waspada menggunakan peranti keamanan, kalau memang kondisi sudah kami juga harus mengungsi ,” jelasnya.

Soal logistik mereka tidak dapat karena  belum ke pos pengungsian. Namun kalau ke pos pantau (pengamatan) mereka tentu mendapat bantuan logistik.

“Logistik mulai menipis tetapi kami berharap semoga aksi alam  ini cepat berlalu dan semoga tidak ada korban dari erupsi ini, ” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/