Selama mendekam di dalam Lapas Kelas IIA Kerobokan, I Gede Komang Swastika alias Jro Jangol termasuk ditokohkan warga binaan lainnya.
Jro Jangol juga aktif mengikuti kegiatan yang digelar pihak lapas. Bahkan, pria 41 tahun itu sempat menjadi panitia lomba.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
MASIH teringat jelas, pada 10 November lalu bertepatan dengan hari pahlawan, Lapas Kelas IIA Kerobokan menggelar sebuah acara.
Jro Jangol tampak sangat segar. Badannya terlihat lebih kekar. Bapak delapan anak itu dengan ramah menyapa sejumlah orang, termasuk wartawan Jawa Pos Radar Bali.
Senyumnya lebar saat menjabat tangan wartawan Jawa Pos Radar Bali. Ketika itu Jro Jangol mengenakan kaus hitam lengan panjang dipadu kamen warna cokelat kemerahan, saput poleng dan udeng putih.
Selama mengikuti acara, Jro Jangol tampak dikelilingi koleganya. Dengan Jawa Pos Radar Bali dia sempat menanyakan kabar terbaru dan berita apa yang ada di luar lapas.
Tidak ada keluhan sakit atau apapun yang diutarakan mantan Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar dan DPRD Bali itu. Justru dia mengaku rajin berolahraga selama di dalam.
Di akhir perbincangan sekitar 15 menit dengan Jawa Pos Radar Bali, Jro Jangol tiba-tiba memberikan nasihat.
“Anda kerja yang baik, jangan berbuat yang tidak-tidak (terlibat narkoba). Di dalam sini (Lapas Kelas IIA Kerobokan) sangat ketat, hidup serba terbatas,” tuturnya memberi petuah.
Tidak hanya memberi nasihat, Jro Jangol juga memberikan cinderamata berupa gelang tridatu. Salah satu gelang tridatu yang melilit di lengannya di lepas kemudian diikatkan langsung ke tangan wartawan Jawa Pos Radar Bali ini.
“Ini kenang-kenangan dari saya. Jadilah manusia yang baik,” tukasnya sambil memasang gelang tridatu.
Sementara acara sudah memasuki sesi hiburan. Dua biduan mengenakan setelan baju dan rok hitam turun dari panggung berukuran sekitar 4×7 meter.
Kendati biduan sudah berusaha memancing warga binaan atau narapidana (napi) lain ikut berjoget dan bernyanyi, namun belum ada yang bangun.
Sampai akhirnya Jro Jangol berdiri dan melambaikan tangan memanggil warga binaan lainnya. Seketika banyak warga binaan bangun dan berjoget mengiringi sang biduan.
Ada juga yang nyawer uang. Untuk meramaikan suasana, Jro Jangol sempat mengajak warga binaan asing ikut berjoget.
Karena tidak bisa berbahasa Inggris, Jro Jangol menggunakan bahasa tubuh sebagai isyarat ajakan berjoget.
Kesaksian tentang perilaku Jro Jangol sebelum meninggal juga diungkapkan Kalapas Kelas IIA Kerobokan, Tonny Nainggolan.
Jro Jangol yang ditempatkan di blok Wisma Danau Batur itu mudah bergaul. Dia juga diterima oleh warga binaan lainnya.
“Dia orangnya baik, sama dengan warga binaan yang lainnya, dia bergaul dengan sesama tanpa membuat masalah dan tidak pernah membuat susah,” ujar Tonny.
Tidak hanya supel, Jro Jangol juga aktif mengikuti acara yang dihelat di dalam lapas. Belum lama ini pria tiga istri itu
menjadi panitia pelaksana turnamen voli yang digelar Antrabez (Anak Terali Besi), grup band yang personelnya terdiri dari para warga binaan.
“Saya minta dia ikut menjaga keamanan dan ketertiban di dalam lapas. Bagi kami, dia seperti warga binaan lainnya,” tukas Tonny.
Pria asal Tapanuli Utara itu sendiri mengaku beberapa kali mengobrol dengan Jro Jangol. Tony sempat mendegar curhat dan cerita Jro Jangol.
Namun, dari obrolan itu tidak pernah ada keluhan tentang kesehatan seperti sesak napas. Dari hasil pemeriksaan juga tidak pernah ada rekam medis yang menyatakan Jro Jangol sakit.
Karena itu, dia juga kaget dengan kondisi Mang Jangol yang tiba-tiba kejang dan gagal napas hingga nyawanya tak terselamatkan.