Habislah harapan Xi Jinping pada Hongkong. Sebagai masa depan keuangan dunia. Kini Presiden Tiongkok itu melihat kemungkinan lain: Macau.
Ia berkunjung ke Macau. Tidak tanggung-tanggung: tiga hari. Pekan lalu. Tepat menandai 20 tahun kembalinya Macau ke Tiongkok. Tanggal 20 Desember 1999.
Atau lima bulan setelah pengembalian Hongkong yang disewa Inggris. Selama 100 tahun.
Ekonomi Macau kini memang sudah 9 kali lebih besar. Dibanding waktu dikembalikan Portugal.
Pendapatan perkapita rakyatnya juga sudah USD 80.000 per tahun. Tertinggi kedua di dunia. Hanya kalah dari Qatar.
Tapi rakyat Macau memang sedikit. Hanya 600.000.
Ketika Hongkong dilanda demo tiada henti Macau jadi pilihan lain. Mana ada demo sepanjang di Hongkong –panjang barisannya dan panjang waktunya.
Tidak pula mengenal Natal maupun hari kemerdekaan. Sudah tujuh bulan lamanya.
Di Macau akan didirikan bursa saham. Tahap awal hanya akan terbatas: untuk menarik modal dalam mata uang yuan alias renminbi.
Sasaran pasarnya pun khusus: Negara-negara yang berbahasa Portugis.
Bank Macau juga diizinkan buka cabang di mana pun di Tiongkok. Agar perbankan Macau tumbuh cepat.
Sektor keuangan dan pasar modal mulai dipacu di Macau.
Penduduk Macau yang kecil dan hukum Macau yang ikut sistem Portugal jadi pertimbangan utama.
Kasus politik di Hongkong tidak akan terjadi di Macau.
Tentu sambil melihat perkembangan di Hongkong. Kalau pun Hongkong bisa pulih, bursa saham di Macau tetap bisa berkembang. Toh sasarannya khusus: renminbi dan negara berbahasa Portugal.
Ini sekalian sebagai langkah lanjutan untuk menjadikan renminbi mata uang dunia.
Tapi bukankah Macau terlalu kecil? Hanya bertumpu pada dua pulau yang sangat kecil? Jauh lebih kecil dari pulau Bawean. Kurang dari separo pulau Tarakan.
Xi Jinping langsung putuskan: gunakan pulau sebelahnya. Pulau Hengqing. Yang luasnya tiga kali Macau. Yang sekarang nyaris tidak berpenghuni.
Letak pulau itu bahkan lebih dekat dibanding dari pulau Macau 1 ke pulau Macau 2. Lebih dekat dibanding Surabaya ke Madura. Atau Batam ke Bintan. Tidak sampai 1 km.
Saya beberapa kali ke Macau. Terakhir awal Desember ini. Untuk merasakan jembatan baru. Agak telat. Mungkin Anda sudah mencobanya duluan.
Itulah jembatan yang menghubungkan Hongkong dan Macau. Yang terpanjang di dunia. Untuk kategori jembatan di atas laut.
Saya sengaja naik bus. Bersama istri. Juga bersama Robert Lai dan istrinya.
Di Hongkong saya mendapat hotel dengan diskon 50 persen. Naik bus ini pun mendapat potongan separo harga. Demonstran telah membantu saya mendapat hotel baik dengan tarif murah.
Saya naik bus dari pinggir jalan. Di seberang tempat penjualan karcis bus di Wan Chai –di pusat kota pulau Hongkong.
Itulah titik pertama pemberangkatan bus ke Macau. Yang naik hanya lima orang. Di titik berikutnya tiga orang lagi.
Bus pun meninggalkan pulau Hongkong. Masuk terowongan bawah laut –menuju Kowloon. Di pemberhentian Kowloon ini tiga orang lagi naik.
Saya pikir hanya kami bersepuluh yang akan ke Macau. Alangkah ruginya bus itu.
Ups, salah.
Bus ini ternyata hanya mengantar kami sampai ke pulau imigrasi. Yang letaknya di dekat bandara Hongkong.
Ini pulau buatan. Khusus untuk gedung imigrasi. Plus terminal bus.
Setelah menurunkan kami, bus tersebut balik lagi ke Hongkong. Kami ditinggal di situ. Untuk urusan imigrasi –pertanda kami sudah meninggalkan Hongkong.
Di belakang imigrasi itu ada terminal bus lagi. Yang akan mengantar kami ke Macau. Lewat jembatan 53 Km itu.
Bus yang ini ternyata penuh. Penumpangnya gabungan dari berbagai jurusan. Termasuk mereka yang baru turun dari pesawat terbang.
Perjalanan di atas jembatan laut dimulai dari pulau buatan ini.
Sepanjang jembatan hanya terlihat satu-dua sedan. Ternyata kendaraan kecil memang dilarang lewat. Kecuali yang mendapat izin khusus.
Itulah yang jadi topik terbaru soal jembatan itu. Bagaimana bisa investasinya kembali.
Tahun depan kendaraan kecil sudah diperbolehkan.
Ternyata jarak 53 km itu tidak semuanya di atas laut. Jembatan ini tiba-tiba seperti Ontoseno –masuk ke dalam laut. Selama 10 menit. Lalu muncul lagi ke permukaan –dalam bentuk jembatan lagi.
Itu untuk lalu-lintas kapal besar. Agar tidak terganggu jembatan.
Siapa tahu kelak –100 tahun lagi? –ada kapal yang begitu besarnya – -sampai jembatan setinggi apa pun tidak cukup.
Sepanjang jembatan saya memperhatikan kanan kiri. Ketika mendekati Macau, jembatan itu memecah. Satu ke arah Macau. Satunya lagi ke arah Zuhai.
Zuhai adalah kota di Tiongkok yang terdekat dari Macau. Hanya dibatasi sungai kecil –atau satu parit besar.
Bus kami menuju yang ke arah Macau. Berhenti di gedung imigrasi. Yang juga dibangun di atas pulau buatan.
Gedung imigrasi ini besarnya bukan main. Seperti disiapkan untuk menerima turis asing dalam jumlah jutaan setahun.
Para penjudi.
Penumpang pun turun untuk mengurus imigrasi. Tanpa visa. Di depan imigrasi inilah kami naik bus yang berbeda lagi. Angkutan khusus dari imigrasi ke tujuan kami di Macau.
Sedang bus yang melewati jembatan tadi balik ke Hongkong lagi. Untuk membawa pulang siapa pun yang sudah selesai berjudi di Macau.
Perjalanan ini membuat saya tahu: bus jurusan Macau adalah shuttle bus point to point. Hanya dari imigrasi Hongkong ke imigrasi Macau.
Saya hanya beberapa jam di Macau. Hanya untuk makan siang. Sambil melihat-lihat Macau di akhir 2019.
Saya pun balik lagi ke Hongkong. Sore itu ada demo besar lagi di Kowloon. Saya harus melihatnya.
Kali ini saya tidak ke Zuhai. Sudah terlalu sering ke sana. Saya sudah ke Zuhai sejak 25 tahun lalu.
Kota Zuhai menarik bagi saya. Inilah kota modern yang dibangun tanpa anggaran negara.
Modalnya hanya semangat otonomi daerah.
Waktu itu Wali Kota Zuhai iri. Kota-kota di seluruh Tiongkok maju pesat. Zuhai masih seperti kampung nelayan.
Zuhai ketinggalan jauh dari Shenzhen –tetangganya. Yang memang dibangun besar-besaran oleh pemerintah pusat.
Maka Wali Kota Zuhai kirim surat ke Pusat. Isinya: izinkanlah membangun Zuhai tanpa anggaran negara. Dengan syarat Zuhai diizinkan mengundang modal dari luar yang pajaknya dibolehkan langsung dipakai di daerah.
Sejak saat itu Zuhai menjadi kota modern. Mengejar kota lain seperti Xiamen.
Kini Zuhai akan dimanfaatkan untuk mendukung masa depan Macau. Terutama sebagian wilayah Zuhai yang masih tertinggal. Seperti pulau Hengqin tadi.
Macau –yang 70 persen pendapatan negaranya dari pajak 38 casino– akan berubah drastis.
Militansi demonstran di Hongkong membawa berkah bagi Macau.(Dahlan Iskan)